Berita Ahmad Sahroni

PAKAR Hukum Ini Sebut Status Ahmad Sahroni Cs Tetap Masih Anggota DPR, Nonaktif Bukan Diberhentikan!

Menurutnya istilah “nonaktif” yang digunakan partai politik tidak otomatis mengubah status hukum seorang legislator.

Editor: Welly Hadinata
Istimewa
PAKR HUKUM TATA NEGARA - Pakar hukum tata negara sekaligus dosen Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Titi Anggraini dalam diskusi daring, Minggu (27/7/2025).(Tangkapan layar Zoom Via Kompas.com) 

SRIPOKU.COM - Terkait status Ahmad Sahroni, Nafa Urbach, Eko Patrio, Uya Kuya, hingga Adies Kadir, anggota DPR RI yang dinonaktifkan partainya karena pernyataan maupun tindakan kontroversial, yakni , secara hukum tetap berstatus anggota DPR RI. 

Hal ini ditegaskan Dosen Hukum Tata Negara Universitas Indonesia (UI) Titi Anggraini.

Menurutnya istilah “nonaktif” yang digunakan partai politik tidak otomatis mengubah status hukum seorang legislator.

“Istilah nonaktif memang ada dalam UU Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (UU MD3), tetapi penggunaannya sangat spesifik.

Pasal 144 UU MD3 menyebutkan bahwa pimpinan DPR dapat menonaktifkan sementara pimpinan dan/atau anggota Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) yang sedang diadukan dan pengaduannya dinyatakan memenuhi syarat serta lengkap untuk diproses,” ujar Titi, saat dihubungi, Senin (1/9/2025).

“Jadi, konteks ‘nonaktif’ dalam UU MD3 itu hanya berlaku pada posisi pimpinan atau anggota MKD, bukan pada anggota DPR secara umum,” sambung dia.

Menurut Titi, Peraturan DPR Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib DPR juga menegaskan hal serupa, yakni nonaktif hanya berlaku bagi pimpinan atau anggota MKD.

Dengan demikian, kata Titi, penonaktifan kader oleh partai politik yang sudah diumumkan baru sebatas keputusan internal.

Belum sampai ke mekanisme hukum untuk mengubah status seorang anggota DPR RI.

“Ketika partai politik menyatakan menonaktifkan kadernya yang menjadi anggota DPR, hal tersebut sebenarnya masih berupa keputusan internal politik partai atau fraksi, belum mekanisme hukum yang otomatis mengubah status mereka sebagai anggota DPR,” ujar Titi.

“Dari sisi hukum, mereka tetap berstatus anggota DPR sampai ada PAW. Penggantian antarwaktu bisa dilakukan setelah ada pemberhentian antarwaktu yang disampaikan pimpinan partai politik kepada pimpinan DPR,” sambung dia.

Mekanisme PAW

Titi menuturkan, perubahan status anggota DPR hanya bisa terjadi melalui mekanisme PAW yang diatur dalam Pasal 239 UU MD3.

Ada tiga kondisi yang menyebabkan anggota DPR berhenti antarwaktu, yakni meninggal dunia, mengundurkan diri, atau diberhentikan.

Pemberhentian itu pun ada syaratnya, misalnya tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan selama tiga bulan tanpa keterangan, melanggar sumpah jabatan, hingga dijatuhi pidana minimal lima tahun.

Halaman
123
Sumber: Kompas.com
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved