Berita Palembang

Inovasi Biaya Rendah, Dosen UM Palembang Genjot Produksi Briket dengan Tepung Gadung

Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) Maju Lestari di Desa Jajaran Baru, Kabupaten Musi Rawas

Penulis: Yandi Triansyah | Editor: Yandi Triansyah
handout
PEREKAT-Tim Dosen dari Universitas Muhammadiyah (UM) Palembang memperkenalkan inovasi teknologi perekat berbiaya murah menggunakan tepung gadung, sebagai alternatif pengganti tepung tapioka yang lebih mahal. 

SRIPOKU.COM, PALEMBANG – Kelompok Usaha Perhutanan Sosial (KUPS) Maju Lestari di Desa Jajaran Baru, Kabupaten Musi Rawas, mendapat angin segar untuk meningkatkan produktivitas briket mereka. 

Tim Dosen dari Universitas Muhammadiyah (UM) Palembang memperkenalkan inovasi teknologi perekat berbiaya murah menggunakan tepung gadung, sebagai alternatif pengganti tepung tapioka yang lebih mahal.

Kegiatan ini merupakan bagian dari pengabdian kepada masyarakat (PkM) dan kolaborasi lintas fakultas, melibatkan dosen dari Fakultas Teknik dan Pertanian.

Tim PkM diketuai oleh Prof. Dr. Marhaini, MT (Teknik Kimia), bersama Dr. Lulu Yuningsih, SHut., MSi., IPU (Kehutanan), dan Innike Abdillah Fahmi, SP., MSi., (Agribisnis).

Tepung gadung adalah tepung yang dibuat dari umbi gadung (Dioscorea hispida) yang merupakan sumber karbohidrat dan pati. Meskipun berpotensi sebagai sumber pangan alternatif pengganti tepung terigu dan bahan baku industri

Inovasi utama dalam pengabdian yang berlangsung dari Juli hingga Desember 2025 ini adalah pemanfaatan tepung gadung sebagai bahan perekat briket

Menurut Prof. Marhaini, langkah ini merupakan strategi krusial untuk menekan biaya produksi briket yang selama ini bergantung pada tepung tapioka.

“Penggunaan tepung gadung sebagai bahan perekat adalah salah satu alternatif penurunan biaya produksi briket yang selama ini menggunakan tepung tapioka yang harganya relatif lebih mahal,” jelas Prof. Marhaini.

Selain keunggulan biaya, briket yang dihasilkan juga dipastikan memiliki kualitas yang baik, dengan kadar air sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI).

Pemanfaatan gadung, yang mudah ditemukan di kawasan hutan, juga memberikan dampak positif berkelanjutan.

“Tanaman gadung masih banyak dtemukan di kawasan hutan. Sehingga, masyarakat memiliki alternatif pendapatan baru yang berkelanjutan dan ramah lingkungan,” kata dia, Senin (6/10/2025). 

Pengabdian ini tidak hanya berfokus pada aspek produksi semata, tetapi juga mencakup aspek pemasaran secara komprehensif.

Prof. Dr Marhaini mengungkapkan bahwa tim juga mendampingi KUPS Maju Lestari dalam penetrasi pasar digital.

“Kegiatan ini tidak hanya menyasar pada aspek produksi, tetapi juga aspek pemasaran dengan membuatkan akun pada pemasaran online, seperti marketplace di Facebook dan Shopee, agar lebih komprehensif. Dan aspek pemasaran ini masih dalam pendampingan,” ungkapnya.

Lebih lanjut, inisiatif ini merupakan wujud nyata dari ekonomi sirkular di tingkat desa.

Sumber: Sriwijaya Post
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved