SRIPOKU.COM -- Pemberian abolisi kepada mantan Menteri Perdagangan RI, Tom Lembong, dan amnesti untuk mantan Sekretaris Jenderal PDIP, Hasto Kristiyanto, dinilai sebagai langkah politik Presiden Prabowo Subianto.
Pakar hukum pidana Abdul Fickar Hadjar berpendapat bahwa kasus korupsi yang menjerat Hasto dan Tom Lembong menjadi kasus pertama dalam sejarah Indonesia di mana presiden memberikan abolisi dan amnesti.
Hal tersebut disampaikan Fickar saat menjadi narasumber dalam program Tribunnews On Focus pada Senin (4/8/2025).
Abolisi untuk Tom Lembong dan amnesti untuk Hasto diberikan Presiden Prabowo melalui Surat Presiden (Surpres) yang disetujui DPR pada 31 Juli 2025. Kemudian diresmikan melalui Keputusan Presiden (Keppres) pada 1 Agustus 2025, sebagai bagian dari rekonsiliasi politik menjelang HUT RI ke-80.
Abolisi yang diberikan kepada Tom Lembong, melalui Surpres Nomor R-43/Pres/07/2025 tertanggal 30 Juli 2025, menghentikan seluruh proses hukum terhadap dirinya. Tom Lembong sebelumnya divonis 4,5 tahun penjara atas kasus korupsi impor gula kristal mentah. Dengan abolisi ini, penuntutan dianggap tidak ada, sehingga proses banding yang sedang berjalan dihentikan.
Sementara itu, amnesti diberikan kepada Hasto Kristiyanto melalui Surpres Nomor R-42/Pres/07/2025 tertanggal 30 Juli 2025. Hasto yang telah divonis 3,5 tahun penjara dalam kasus suap Harun Masiku, tidak perlu menjalani hukuman. Amnesti ini menghapus seluruh akibat hukum pidana, meskipun status hukum vonis tetap tercatat.
Prabowo Menggunakan Kacamata Politik
Menurut Fickar, presiden menggunakan kacamata politik dalam memberikan abolisi dan amnesti kepada kedua tokoh tersebut. Selama ini, abolisi dan amnesti umumnya diberikan untuk kasus-kasus politik seperti pemberontakan atau makar, bukan kasus korupsi.
Ia menjelaskan bahwa pertimbangan abolisi untuk Tom Lembong adalah adanya dugaan kriminalisasi terhadap kebijakannya, bukan karena ia melakukan tindakan kriminal. Fickar menyebut, Tom Lembong tidak memiliki mens rea atau niat jahat dan tidak memperkaya diri.
"Bisa jadi, menurut Pak Presiden, Tom Lembong itu tidak melakukan kesalahan yang bersifat kriminal sebenarnya," kata Fickar.
Di sisi lain, Fickar berpendapat, Presiden melihat tindakan suap yang dilakukan Hasto Kristiyanto sebagai hal yang bersifat politis. Hasto dianggap membantu Harun Masiku untuk menjadi anggota DPR, di mana hal tersebut membutuhkan biaya besar dan sudah menjadi rahasia umum dalam dunia politik.
"Mungkin, Presiden melihat begini, kan sudah menjadi rahasia umum, tidak ada orang yang berkampanye atau ikut partai politik, ingin menjadi anggota DPR, tidak mengeluarkan biaya," ujarnya.
Fickar menambahkan, karena Hasto belum mengajukan banding, presiden menganggap kasusnya sudah berkekuatan hukum, sehingga amnesti dapat diberikan.