"Saya tidak bermaksud seperti itu. Ada itikat baik, usaha serius dari negara yang diwakili kejaksaan, untuk menegakkan aturan, memberi harga kepada putusan lembaga tertinggi negara yakni MA. Anda boleh tafsirkan kemana, boleh-boleh saja," tukasnya.
Seperti diketahui, Silfester terancam masuk penjara setelah kasus yang menjeratnya lima tahun silam kini diungkit kembali.
Pada 2019 silam, Silfester divonis 1,5 tahun penjara atas kasus fitnah terhadap Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 RI, Jusuf Kalla (JK) akibat orasinya pada 15 Mei 2017.
Pada saat itu, Silfester menyebut JK sebagai akar permasalahan bangsa.
"Jangan kita dibenturkan dengan Presiden Joko Widodo. Akar permasalahan bangsa ini adalah ambisi politik Jusuf Kalla," kata Silfester dalam orasi itu.
Silfester juga menuduh JK menggunakan isu rasis demi memenangkan pasangan calon gubernur dan wakil gubernur Jakarta saat itu, Anies Baswedan dan Sandiaga Uno, dalam Pilkada DKI Jakarta.
Silfester juga mengatakan bahwa JK berkuasa hanya demi kepentingan Pilpres 2019 dan kepentingan korupsi daerah kelahirannya.
"Kita miskin karena perbuatan orang-orang seperti JK. Mereka korupsi, nepotisme, hanya perkaya keluarganya saja," lanjut Silfester dalam orasi.
Orasi itu membuat Silfester akhirnya dilaporkan ke polisi oleh Jusuf Kalla, melalui kuasa hukumnya.
Dua tahun kemudian, Silfester divonis hukuman 1,5 tahun penjara.
Namun hingga kini, Silfester belum menjalani hukuman kurungan itu.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Anang Supriatna mengatakan, putusan pengadilan terhadap perkara Silfester sudah berkekuatan hukum tetap (inkrah).
Oleh sebab itu, tidak ada alasan untuk menunda penahanan terhadap pimpinan organ relawan Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi).
“Harus dieksekusi, harus segera (ditahan), kan sudah inkrah. Kita enggak ada masalah semua,” kata Anang di Gedung Kejagung, Jakarta, Senin (4/8/2025).
Anang Supriatna, mengatakan, Silfester telah diundang kembali pada Senin (4/8/2025) terkait kasusnya.