SRIPOKU.COM, PALEMBANG - Warga Sumatera Selatan mungkin bertanya-tanya. Siang hari terasa begitu menyengat, khas musim kemarau yang mulai tiba.
Namun, mengapa di beberapa wilayah awan mendung masih berarak dan bahkan menurunkan hujan? Ini bukanlah anomali, melainkan sebuah dinamika cuaca kompleks yang sedang terjadi di atas langit Sumsel.
Kepala Stasiun Meteorologi Sultan Mahmud Badaruddin (SMB) II Palembang, Siswanto, menjelaskan fenomena dua wajah cuaca ini. Di satu sisi, gerbang musim kemarau memang telah terbuka.
"Berdasarkan analisis data, sekitar 39 persen Zona Musim di Indonesia telah memasuki periode musim kemarau," ujar Siswanto, Sabtu (19/7/2025).
"Adanya penguatan angin monsun Australia mendorong wilayah Sumatera Selatan menjadi lebih terik dari biasanya." Lanjutnya.
Angin dari benua kering Australia inilah yang menjadi sutradara utama di balik cuaca panas dan kering yang kita rasakan. Ia menekan pertumbuhan awan hujan, membuat langit lebih cerah dan matahari lebih leluasa memancarkan panasnya.
Namun, di saat yang sama, ada "pemain" lain di atmosfer yang turut campur tangan.
"Meskipun sebagian wilayah telah memasuki periode kemarau, untuk potensi hujan di wilayah Sumatera Selatan pada sepekan ini diprakirakan terjadi hujan dengan intensitas ringan hingga sedang," lanjut Siswanto.
Penyebabnya adalah serangkaian fenomena atmosferik. Ada fenomena Madden-Julian Oscillation (MJO) yang sedang aktif dan melintasi Indonesia, bertindak layaknya "pompa" yang menyedot uap air dan memicu pertumbuhan awan konvektif. Ditambah lagi, gelombang ekuator seperti Rossby dan MRG juga ikut aktif, berkontribusi pada pembentukan awan hujan.
Singkatnya, meski musim kering telah tiba, gangguan-gangguan di atmosfer ini masih cukup kuat untuk menciptakan hujan lokal, terutama di wilayah timur dan sebagian wilayah barat Sumsel.
Ancaman Karhutla dan Kualitas Udara
Musim kemarau di Sumsel bukan hanya soal cuaca panas. Ia datang bersama bayang-bayang ancaman Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla).
Kesadaran akan risiko inilah yang mendorong dilaksanakannya Operasi Modifikasi Cuaca (OMC) atau hujan buatan pada pekan lalu.
"Target OMC saat ini diarahkan ke wilayah yang memiliki kawasan gambut cukup luas seperti OKI, OI, Banyuasin, dan Muba, yang kondisinya sudah mengalami kekeringan akibat kemarau," jelas Siswanto, merujuk pada upaya mitigasi kabut asap.
Syukurnya, hingga saat ini, kualitas udara di Palembang masih berada di level yang baik. Data BMKG per Sabtu (19/7/2025) pagi menunjukkan konsentrasi partikel polusi PM2.5 berada di angka 23.90 µgram/m⊃3;. Angka ini masih aman, jauh di bawah Nilai Ambang Batas (NAB) Nasional sebesar 55 µgram/m⊃3;.