SRIPOKU.COM,PALI -- Hasil uji laboraturium pada menu Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang menjadi penyebab 173 siswa di Kecamatan Talang Ubi menimbulkan kontroversi dikalangan masyarakat Kabupaten PALI.
Sebagian besar masyarakat tak percaya, hasil uji laboraturium yang disampaikan Dinas Kesehatan Kabupaten PALI yang mengungkap dua faktor penyebab keracunan masal tersebut berasal dari Tempe Goreng dan Air yang digunakan untuk memasak.
Sebelumnya, Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Kesehatan PALI, Andre Fajar Wijaya, menyampaikan, hasil uji laboraturium menemukan dua sumber yang terindikasi kuat menjadi penyebab keracunan masal tersebut, yakni pada tempe goreng dan air yang digunakan untuk memasak.
Hasil uji laboraturium mengungkap bahwa kandungan bakteri Staphylococcus aureus pada tempe goreng melebihi nilai baku mutu, dimana hasilnya mencapai 45.000 CFU per gram
Berdasarkan hasil tersebut, Staphylococcus aureus pada tempe goreng melebihi nilai baku mutu yang ditetapkan dalam Permenkes RI Nomor 02 Tahun 2023, yakni kurang dari 100 CFU per gram.
Selain tempe goreng, Andre juga mengungkap pada sumber air bersih yang digunakan untuk pengolahan makanan juga tidak memenuhi standar kualitas.
Dari pemeriksaan terhadap sampel air dari sumur bor dan air PAM yang digunakan untuk pengolahan makanan, menunjukkan bahwa keduanya mengandung total coliform dan Escherichia coli (E-Coli) dalam kadar yang juga melampaui batas baku mutu dan dapat membahayakan kesehatan.
Sementara, untuk hasil pemeriksaan laboraturium dari sampel nasi, ikan tongkol suwir, sayur labu jagung dan tempe goreng menunjukkan hasil negatif terhadap formalin, salmonella, shigella, vibrio cholera, dan e-coli masih dalam batas aman.
Menanggapi dua faktor penyebab keracunan yang disampaikan Dinkes Kabupaten PALI, dimana tempe goreng yang tercemar mikroba dan air yang digunakan dalam pengolahan bahan makanan tidak memenuhi standar kualitas.
Berbagai kontroversi muncul dikalangan masyarakat Kabupaten PALI, sebagian besar masyarakat tak mempercayai keracunan massal itu disebabkan oleh Tempe Goreng dan Air.
"Kaget juga saat mengetahui hasil uji lab nya. Menurut saya sangat tidak masuk akal kalau keracunan makanan itu disebabkan oleh tempe goreng dan Air PAM, karena selama ini keluarga saya hampir setiap hari mengkomsumsi tempe dan menggunakan air PAM, baik-baik saja," ujar Esa salah satuh warga Talang Ubi saat dimintai pendapatnya, Rabu (21/5/2025).
Bahkan menurut Esa, para orang tua siswa yang anaknya mengalami keracunan menungkapkan bahwa anak mereka yang mengkomsumsi menu MBG saat kejadian, mengatakan bahwa Ikan tongkol suwir yang dimakan memiliki rasa yang aneh dan bau tidak enak.
Namun Esa mengatakan, jika tempe goreng yang menjadi masalah karena terkontaminasi bakteri, dikarenakan karena tidak higienisnya dalam penyajian atau pendistirbusian menu MBG tersebut sehingga tercemar bakteri.
"Kalau sebelumnya banyak para orang tua siswa yang mengatakan kalau anak-anak mereka yang mengalami keracunan bilang Ikan Tongkol Suwir nya tidak enak dan rasanya aneh dan sebagian besar masyarakat menduga Ikan Tongkol tersebut penyebabnya. Begitu keluar hasilnya, ternyata tempe goreng penyebabnya, tentunya ini menimbulkan kontroversi, jika tempe goreng tercemar bakteri, berarti pihak pengelola lalai, dan tidak higienis dalam mengelolah makanan tersebut," bebernya.
Tak hanya menimbulkan kontroversi dikalangan warga, hasil yang menyatakan tempe goreng sebagai penyebab keracunan juga membuat para pelaku usaha tempe tradisional di Kabupaten PALI ikut bersuara.
Rohayati salah satu pembuat tempe di PALI, menyampaikan kekecewaannya atas pernyataan yang langsung mengaitkan tempe sebagai penyebab keracunan.
"Masalahnya bukan pada tempenya, kemungkinan besar kontaminasi terjadi dalam peroses memasaknya, bukan pada tempe mentahnya," ujarnya.
Ia meminta agar pemerintah daerah, Dinas Kesehatan, tidak terburu-buru menyalahkan tempe dan berharap investigasi dilakukan secara objektif dan menyeluruh sebelum mengambil kesimpulan.
"Jangan sampai masyarakat salah paham dan para pelaku usaha tempe menjadi korban. Kontaminasi bakteri bisa saja terjadi setelah proses penggorengan, terutama dalam tahap distribusi atau penjamahan makanan yang tidak higienis," jelasnya.
Lantas apa yang dimaksud dengan bakteri Staphylococcus aureus sebagaimana yang diungkap Dinas Kesehatan kandungan bakteri Staphylococcus aureus pada tempe goreng melebihi nilai baku mutu, dimana hasilnya mencapai 45.000 CFU per gram, jauh melebihi nilai baku mutu yang ditetapkan dalam Permenkes RI Nomor 02 Tahun 2023, sehingga tempe goreng yang terkontamimasi ini menjadi penyebab utama keracunan massal.
Berikut penjelasan Sripoku.com yang dilansir halaman web halodoc.com.
Staphylococcus aureus (S. aureus) merupakan bakteri yang dapat menyebabkan keracunan makanan melalui produksi enterotoksin, yang kemudian memicu gejala seperti mual, muntah, dan diare.
Keracunan makanan akibat S. aureus dapat terjadi karena kontaminasi makanan, terutama jika tidak disimpan dengan benar atau tidak dipanggang/dipanaskan dengan suhu yang cukup.
Bakteri ini sering ditemukan pada bagian kulit dan hidung manusia dan juga hewan, tetapi dapat mencemari makanan jika ada kontak langsung atau melalui tangan yang tidak bersih.
S. aureus dapat menyebar melalui tangan yang tidak bersih, makanan yang tidak disimpan dengan benar (terutama di suhu yang tidak sesuai), atau peralatan dapur yang terkontaminasi.
Bakteri S. aureus menghasilkan racun yang disebut enterotoksin saat berkembang biak dalam makanan. Racun inilah yang menyebabkan gejala keracunan makanan setelah dikonsumsi.
Tempe goreng, seperti makanan lainnya, berpotensi terkontaminasi oleh S. aureus jika tidak dibuat dengan higienis, tidak disimpan dengan benar, atau dimasak tidak sampai matang.
Gejala keracunan makanan akibat S. aureus biasanya muncul dalam beberapa jam setelah konsumsi makanan terkontaminasi, seperti mual, muntah, diare, dan perut kembung.
Jika banyak orang mengonsumsi makanan yang terkontaminasi S. aureus, maka keracunan massal dapat terjadi.
Simak berita menarik lainnya di sripoku.com dengan mengklik Google News.