JEJAK Gibran Rakabuming Raka dari pengusaha menjadi Wali Kota Solo mengingatkan pada sang ayah yakni Presiden Joko Widodo. Saat berhasil menjadi orang nomor satu di Solo, Gibran saat diwawancarai khusus oleh Direktur Pemberitaan Tribun Network Febby Mahendra Putra, mengungkapkan tak menampik mendapat pesan dari Jokowi, diantaranya agar tak berurusan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Berikut petikan wawancaranya.
******
Selama menjadi walikota ada masalah yang menonjol. Tiap ada masalah menonjol, Anda meninggalkan mobil disitu. Apa itu maksudnya?
Nggak ada maksud apa-apa.
Apa itu bentuk simbolisasi tertentu?
Ya kalau saya paparkan maksud dan tujuan saya meninggalkan mobil ya percuma nanti. Yang namanya simbol kan nggak perlu dijelaskan.
Artinya saya kira-kira ada disitu?
Ya silakan digali sendiri maksud dan tujuannya. Tapi tanpa perlu marah-marah atau apa, orang sudah tahu maksud saya.
Baca juga: Gibran Ungkap Perasaan Memimpin Kota Solo, Tidak Etis Kalau Saya Langsung Hubungi Presiden
Simbol itu akan terus dijalankan?
Ya tergantung. Kalau ada masalah yang urgent, yang harus dicarikan solusi secepatnya ya akan saya beri sedikit warning untuk pejabat yang ada ditempat itu.
Sebagus apapun kepala daerah pasti punya haters. Mengikuti para haters di sosial media nggak?
Biarin saja.
Disimak nggak? Membaca komentar mereka?
Ya semua masukan, kritikan kan kita tampung. Bahkan sebelum saya menjabat pun haters sudah banyak, ya jadi kita tampung untuk masukan dan evaluasi kita saja.
Ada yang paling Anda bikin sakit hati nggak?
Nggak ada. Biasa saja. Kita kan nggak pernah yang sampai melaporkan ke polisi, nggak pernah. Kita tanggapi santai saja.
Pertimbangannya tidak melaporkan apa?
Ya kontraproduktif saja. Biarin saja. Dan segala macam masukan kritikan kan kita tampung semua. Biarin saja.
Ada guyonan, tidak pernah ada presiden di republik ini yang anak dan menantunya jadi walikota. Menurut Anda pendapat ini bagaimana?
Ya nggak apa-apa. Sekali lagi saya kan dipilih oleh warga, bukan ditunjuk, atau tiba-tiba jadi. Warga kan juga tidak dipaksa memilih atau mencoblos saya. Kita kan melalui proses dari A sampai Z. Ketika saya maju, saya kan juga bisa kalah, belum tentu menang. Yang menentukan menang kalah kan warga. Warga suka nggak sama saya, kan tergantung warga dan tidak bisa dikondisikan. Saya kan tidak ditunjuk hei kamu saja yang jadi walikota, kan nggak gitu. Semua berproses.
Ketika memutuskan maju jadi cawalkot, ceritakah ke bapak? Minta restu kepada Pak Jokowi?
Oh iya pasti, sebagai anak pasti minta masukan dan izin sama orang tua.
Apa yang dikatakan, pesan, atau reaksi Pak Jokowi?
Ya nggak ada reaksi apa-apa. Yang jelas diikuti saja prosesnya dari A sampai Z, kan nggak ada jalan pintas. Sekali lagi yang memilih warga, kita tidak ditunjuk dan warga tidak dipaksa untuk memilih, saya bisa kalah bisa menang.
Ketika terpilih sebagai Walikota Solo, apa pesan Pak Jokowi pada Anda? Karena banyak kepala daerah yang berurusan dengan KPK.
Ya banyaklah. Salah satunya itu juga. Pokoknya kita kerja agar bisa bermanfaat untuk rakyat. Itu aja intinya.
Ketika ipar Anda, Bobby Nasution juga mencalonkan sebagai walikota di Sumatera Utara. Sempat berbincang dan bertukar pikiran?
Nggak, jalan sendiri-sendiri. Timnya beda, jalan sendiri-sendiri. Karakteristik Medan dan Solo kan beda jauh. Jalan sendiri-sendiri dengan program dan strateginya sendiri-sendiri.
Waktu efektif Anda memimpin pendek, dan belum tentu semua yang Anda targetkan selesai dalam rentang waktu tersebut. Rencana mau lanjutkah di Solo?
Ya kalau mau saya lanjut atau tidak, sekali lagi itu tergantung warga. Semua tergantung warga, warga berkenan saya maju lagi atau tidak. Itu semua tergantung warga.