SRIPOKU.COM, PALEMBANG--Ada beberapa pendapat tentang adanya Sholat Sunnah Qobliyah Jumat atau tidak. Sebab, masing-masing memiliki alasan dan dalil yang mengacu kepada Alquran dan Hadist serta Mujtahib para ulama.
Hal ini dikemukakan oleh Ustaz Adi Hidayat, saat ada jamaah yang bertanya, apakah ada Sholat Sunnah Qobliyah Jumat atau Sholat Sunnah sebelum Jumat?
Maka, dalam Saluran Youtube Akhwat Ku, yang menayangkan tanya jawab Ustaz Adi Hidayat menjelaskan dengan detail bahwa, tidak ada sholat Sunnah Qobliyah Jumat, tetapi yang ada adalah Sholat Sunnah Mutlak yang dikerjakan sebelum Jumat.
"Jadi perintah hadistnya begitu, Awas hati-hati ya jangan terlampau sholeh ya, jadi mari kita simak dalilnya, sebab Nabi keluar Azan belum berkumandang, artinya jika sebelum azan tidak ada sholat Sunat Rawatib," jelas Ustaz Adi Hidayat.
"Jadi jika dalam Sholat Jumat itu, azannya cuma sekali, dan Khotib langsung naik mimbar, maka tidak ada sholat rawatib Qobliyah, begitu dalilnya. Begitu juga yang mengerjakan azan kali, juga tetapi dak ada Sholat Rawatib yakni Sholat Sunnah Qobliyah Jumat," jelasnya.
Sebab, dalilnya jelas menurut Adi Hidayat. Jadi jika azan hanya sekali dan Khotib sudah naik mimbar, maka kita harus duduk diam dan tidak lagi melakukan aktivitas apapun, sebab lebih baik menyimak khobat dari khotib Jumat.
"Kan perintahnya seperti itu, kaidah hadistnya seperti itu, jadi Qobliyah Jumat atau sebelum Zuhur, digantikan dengan sholat sunnah mutlak, yang dilakukan dua rakaat-rakaat sebelum imam naik mimbar" jelas Adi Hidayat.
Seperti diketahui, Sholat sebelum Jumat tersebut bukanlah Sholat Sunnah Qobliyah Jumat, tetapi Sholat Sunnah Mutlak sebelum Jumat, berdasarkan pada dalil-dalil yang menunjukkan sebagai berikut bahwa yang dimaksud adalah shalat sebelum Jumat tersebut adalah Sholat Sunnah Mutlak.
HR Bukhari tentang perintah ketika setelah Azan, maka Khotib langsung naik mimbar dan jamaah diminta duduk diam:
عن سَلْمَانَ الْفَارِسِي رضي الله عنه قَالَ : قَالَ النَّبِي صلى الله عليه وسلم : ( لاَ يَغْتَسِلُ رَجُلٌ يَوْمَ الْجُمُعَةِ ، وَيَتَطَهَّرُ مَا اسْتَطَاعَ مِنْ طُهْرٍ ، وَيَدَّهِنُ مِنْ دُهْنِهِ ، أَوْ يَمَسُّ مِنْ طِيبِ بَيْتِهِ ثُمَّ يَخْرُجُ ، فَلاَ يُفَرِّقُ بَيْنَ اثْنَيْنِ ، ثُمَّ يُصَلِّى مَا كُتِبَ لَهُ ، ثُمَّ يُنْصِتُ إِذَا تَكَلَّمَ الإِمَامُ ، إِلاَّ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ الأُخْرَى ) رواه البخاري (883) .
Diriwyatkan Dari Salmaan Al Faarisi, ia berkata bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Tidaklah seseorang mandi pada hari Jum’at, lalu ia bersuci semampu dia, lalu ia memakai minyak atau ia memakai wewangian di rumahnya lalu ia keluar, lantas ia tidak memisahkan di antara dua jama’ah (di masjid), kemudian ia melaksanakan shalat yang ditetapkan untuknya, lalu ia diam ketika imam berkhutbah, melainkan akan diampuni dosa yang diperbuat antara Jum’at yang satu dan Jum’at yang lainnya.” (HR. Bukhari no. 883)
Lalu ada dalil lain:
وعن ثعلبة بن أبي مالك أنهم كانوا في زمان عمر بن الخطاب يصلون يوم الجمعة حتى يخرج عمر . أخرجه مالك في “الموطأ” (1/103) وصححه النووي في “المجموع” (4/550).
Dari Tsa’labah bin Abi Malik, mereka di zaman ‘Umar bin Al Khottob melakukan shalat (sunnah) pada hari Jum’at hingga keluar ‘Umar (yang bertindak selaku imam). (Disebutkan dalam Al Muwatho’, 1: 103. Dishahihkan oleh An Nawawi dalam Al Majmu’, 4: 550).