Kilas Balik

"KALO Kamu Tidak Berikan Paspor, Saya Tembak," Mantan Menlu Orba Dikawal Tentara, Hijrah ke AS

Editor: Wiedarto
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mantan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN), mantan Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup (KLH) yang juga mantan Sekjen Partai Golkar, Sarwono Kusumaatmadja mengisahkan pengalaman pahit yang dialami kakaknya, Mochtar Kusuma-atmadja, dalam buku Rekam Jejak Kebangsaan, Mochtar Kusuma-atmadja yang ditulis Nina Pane.

Keberangkatan Mochtar sampai pesawat tinggal landas, mendapat pengawalan ketat dari personel Seskoad dan Jaksa Tinggi Priyatna Abdurrrasyid secara pribadi.

Kembali mengajar di Unpad

Di Amerika Serikat, Mochtar memperdalam dua ilmu hukum sekaligus, yaitu Hukum Perdata Internasional di Harvard Law School dan Hukum Dagang di University of Chicago Law School.

Belakangan istri dan anak Mochtar bisa menyusul ke Amerika Serikat.

Di Chicago, awalnya Mochtar belum memperoleh jatah apartemen karena belum ada yang kosong. Untuk sementara ia tinggal di sebuah kamar, di asrama yang sederhana, di belakang sebuah pompa bahan bakar minyak.

Keluarga Mochtar berangkat ke Amerika Serikat dan meninggalkan rumah dinas di Jl Teuku Angkasa No 38 Bandung, ketika sang kepala keluarga tengah kuliah dan tinggal di Chicago.

Ny Ida, panggilan Ny Siti Khadidjah, istri Mochtar, dan dua anaknya, (Emir serta Sally) terpaksa harus berhimpitan tinggal di kamar sempit.

Apalagi saat itu di Chicago sedang berada pada puncak musimm dingin dan salju sangat tebal. Mereka tidak membawa persiapan pakaian yang cukup tebal untuk mengitisipasi hawa dingin.Alat pemanas di asrama juga kurang memadai untuk menghadapi cuaca itu.

“Di sini kami pertama kali melihat salju dan merasakan hawa dingin yang menusuk tulang,” ujar Sally.

Beruntung keadaan tersebut tak berlangsung lama, Mochtar segera memperoleh fasilitas apartemen yang cukup besar dan bagus di dekat kampus University of Chicago Law School.

Ketika di Chicago, Emir dan Sally bersekolah di sekolah dasar yang sama di dekat apartemen.

Mereka bergaul dengan anak-anak setempat tanpa kendala berarti. Meski tinggal di Amerika Serikat dan bergaul dengan orang lain menggunakan Bahasa Inggris, ketika berada di rumah keluarga Mochtar menggunakan Bahasa Indonesia.

Namun ketika membahas persoalan pribadi sebagai suami istri, Moochtar dan Ny Ida menggunakan Bahasa Belanda supaya anak mereka tidak ikut terlibat.

Menurut Sally dan Emir, selama tinggal di Chicago merupakan periode kehidupan keluarga yang sangat menyenangkan, mengesankan, dan membahagiakan.

Pada masa inilah keluarga Mochtar melewati hari-harinya secara normal seperti umumnya keluarga biasa.

Halaman
123

Berita Terkini