Presiden meminta Komnas HAM menyampaikan kronologis kejadian, serta rekomendasi kepada pemerintah.
Mhafud mengatakan, pemerintah meminta bukti kepada TP3, bahwa tewasnya enam laskar tersebut tergolong pelanggaran HAM berat.
Sebab tudingan pelanggaran HAM berat harus dilandaskan pada bukti, bukan keyakinan.
Meminta Bukti
Mahfud mengatakan, pemerintah meminta bukti bahwa kasus tewasnya enam laskar itu tergolong pelanggaran HAM berat.
"Saya katakana, pemerintah terbuka kalau ada bukti pelanggaran HAM beratnya itu mana? Sampaikan sekarang, atau nanti sampaikan menyusul kepada Presiden. Bukti bukan keyakinan,” kata Mahfud.
Menurut Mahfud, tudingan kasus ini merupakan pelanggaran HAM berat tidak bisa hanya dilandasi keyakinan saja.
"Nah, kalau yakin tidak boleh. Karena kita punya keyakinan juga banyak pelakunya, ini pelakunya, itu otaknya itu, dan sebagainya yang membiayai itu, itu juga yakin kita tapi kan tidak ada buktinya," kata Mahfud.
Komnas HAM sudah bekerja dan menyelidiki tewasnya 6 Laskar di KM 50 tol Jakarta-Cikampek 7 Desember lalu.
Menurut Mahfud, setidak harus tiga kriteria yang harus dipenuhi untuk dikateorikan pelanggaran HAM berat.
Pertama, peristiwa itu berlangsung secara terstruktur. Artinya, aparat secara resmi dengan cara berjenjang, dan memiliki target.
"Misalnya, targetnya bunuh enam orang, yang melakukan ini, taktiknya begini, alatnya ini, kalau terjadi ini larinya ke sini, itu terstruktur," kata Mahfud.
Kedua, peristiwa berlangsung secara sistematis. Adanya tahapan tahapan, serta perintah pembunuhan laskar tersebut.
Ketiga dilakukan secara masif, menimbulkan korban yang meluas.
"Kalau ada bukti itu, ada bukti itu mari bawa, kita adili secara terbuka, kita adili para pelakunya berdasarkan undang-undang nomor 26 tahun 2000," ujar Mahfud.