Iche menegaskan hal seperti itu harus dipikirkan harus kaji kembali dari sisi kesehatan. Pemerintah juga harus bisa menjamin semuanya vaksinasi sudah ada baru.
Jika memang urgent, seharusnya sekolah seperti SMK yang membutuhkan pembelajaran keterampilan boleh untuk sekolah tatap muka, dengan kapasitap sebanyak 25 persen secara bertahap.
"Kalau SMA yang mau ujian nasional, itu masih boleh sekolah tatap muka, tapi anak-anak SD dan SMA dan usianya dibawah, sangat riskan," ujarnya.
Penularan tidak hanya berpotensi dari siswa dan guru, tapi juga keluarga dan orang-orang luar yang membawa virus masuk ke area sekolah.
Orang tua, guru, siswa dan keluarganya belum tentu semuanya patuh untuk melaksanakan memakai masker, mencuci tangan, dan menjaga jarak (3M).
"Memang harus komitmen berbagai pihak, dari kepatuhan protokol kesehatan dan penanganan strategi Covid-19 yang belum optimal di Kota Palembang bahkan Sumsel,3T belum optimal," ujarnya.
Bahkan yang memprihatinkan kondisi Covid-19 di Sumsel saat ini masih belum menurun, dapat dilihat dari positivity rate yang masih pada angka 24 persen.
Sedangkan berbeda dengan di luar negeri, ketika mereka memutuskan untuk tatap muka, kondisi positivity rate sudah dibawah 24 persen, angka kematian rendah, dan tambahan kasus sudah tidak terjadi lagi secara 14 hari berturut-turut, atau minimal terjadi penurunan 54 persen secara berturut-turut.
"Kita justru terjadi rekor baru 123 kasus pada 18 Desember 2020 kemaren, juga pada Desember 2020 terjadi lonjakan kasus dibanding November 2020 grafiknya naik akumulasi, belum kedepan ada Natal, dan rentetan Pilkada, tambahan orang pulang liburan juga ditambah nanti akan ada sekolah tatap muka," ujarnya.
Menurutnya, lonjakan di bulan Desember ini bisa saja ada kontribusi dari dampak dari Pilkada, tapi juga karena kegiatan yang sudah dilonggarkan semua.
Semua kegiatan mulai dari sosial, budaya, ekonomi, politik berjalan seperti tidak terjadi pandemi. Masyarakat sudah euforia dan hal ini mengkhawatirkan.