"Site Species Matching"
Kunci Keberhasilan Pengelolaan Lahan Secara Lestari
Winarni, SP
Plantation Control Spesialist
Perencanaan yang strategis dan tepat sasaran sangat dibutuhkan dalam pembangunan suatu industri yang berbasis pada pertumbuhan tanaman, baik itu untuk perkebunan, pertanian maupun kehutanan.
Mayoritas kegagalan dalam pembangunan suatu industri yang berbasis pada pertumbuhan tanaman karena kurang matang dan tidak tepat sasarannya dalam pengelolalaan tanah maupun tanaman.
Sebagai contoh, jika terjadi kesalahan dalam menentukan jenis tanaman akan menyebabkan pertumbuhan tanaman tidak optimal dan akan menimbulkan kerugian yang besar.
Tanaman akan tumbuh dengan baik bila tanaman tersebut memiliki kesesuaian antara syarat tumbuh dengan karakteristik lahan tempat tumbuhnya.
Begitu juga sebaliknya jika pengelolaan lahan tidak sesuai dengan kondisi yang ada akan menimbulkan hal-hal yang dapat menyebabkan kerugian bagi pihak pengelola.
Sebagai contoh, jika lahan dimana tempat kita menanam tanaman tersebut bergelombang dan cenderung curam, maka metoda pemupukan tanaman akan sangat menentukan tingkat kesuburan dari tanaman tersebut.
Dan jika kita memupuk lahan demikian dengan pupuk yang
mudah larut, maka dipastikan hanya tanaman yang berada di dasar lereng yang akan lebih subur dibandingkan yang berada di punggung lereng.
Hal ini menimbulkan pertumbuhan tanaman tersebut menjadi tidak merata dan pemubaziran pemberian pupuk karena pupuk tidak tepat sasaran?
Membangun suatu wilayah pada hakikatnya merupakan upaya untuk memberi nilai tambah terhadap kualitas kehidupan.
Proses pemberian nilai tambah terhadap kualitas kehidupan dilakukan dengan memperhatikan internalitas dan eksternalitas suatu wilayah.
Internalitas diantaranya meliputi kondisi fisik wilayah, potensi sumber daya (alam, manusia, dan buatan), serta kondisi sosial ekonomi dan lingkungan hidup.
Sedangkan eksternalitas yang perlu diperhatikan diantaranya adalah situasi geostrategi, geopolitik, dan geoekonomi. Kesesuaian lahan adalah penggambaran tingkat kecocokan sebidang lahan untuk suatu penggunaan jenis tanaman tertentu.
Kelas kesesuaian suatu areal dapat berbeda tergantung daripada tipe penggunaan lahan.
Berbeda dengan evaluasi kesesuaian lahan, evaluasi kemampuan pada umumnya ditujukan untuk penggunaan yang lebih luas seperti penggunaan untuk pertanian, perkotaan, dan sebagainya.
Penilaian kesesuian lahan pada dasarnya dapat berupa pemilihan lahan yang sesuai untuk tanaman tertentu (Sitorus, 1985).
Menurut Sitorus (1985), Evaluasi kesesuaian lahan mempunyai penekanan yang spesifik, yaitu mencari lokasi yang mempunyai sifat-sifat positif dalam hubungannya dengan keberhasilan produksi atau penggunaannya.
Sementara evaluasi kemampuan sering dinyatakan dalam hubungan dengan pembatas-pembatas negatif, yang dapat menghalangi beberapa atau sebagian penggunaan lahan yang sedang dipertanyakan/dipertimbangkan.
Dengan adanya studi mengenai kesesuaian lahan (tingkat kecocokan suatu bidang lahan untuk suatu penggunaan tanaman tertentu) maka semua perencanaan terhadap pengelolaan penanaman dapat dilakukan dengan baik dan benar.
Perencanaan yang mendekati kondisi sesungguhnya untuk kebutuhan tanaman tersebut untuk dapat tumbuh dan berkembang akan membantu pihak pengelola meminimalisasi kegagalan dalam pengelolaan tanaman.
Data-data yang didapat melalui studi kesesuaian lahan (matching) (perbandingan antara kualitas lahan dengan persyaratan penggunaan lahan yang diinginkan) memungkinkan pihak pengelola melakukan perencanaan-perencanaan yang bersifat strategis seperti ;
1. Jenis/spesies tanaman yang cocok;
2. Jumlah, jenis dan komposisi serta cara pemupukan yang tepat;
3. Perkiraan jumlah bibit yang dibutuhkan sesuai dengan kebutuhan sebenarnya di lapangan;
4. Cara pengelolaan tanah tepat serta ramah lingkungan;
5. Meminimalisasi serangan hama dan penyakit;
6. Menghitung kebutuhan tenaga kerja yang diperlukan;
7. Menekan terjadinya degradasi lahan. Untuk menggambarkan arti penting dari kesesuai lahan dan tanaman ini melalui evaluasi kesesuaian lahan penulis akan mengambil contoh pada proses pembangunan HTI, karena HTI pada saat ini, merupakan penyuplai bahan baku industri berbasis kayu, penggunaan bahan baku kayu semakin luas, terutama untuk bahan baku papan, kertas, atau bahan-bahan kimia.
Hal ini menuntut pengadaan kayu yang lebih besar dalam waktu yang relatif cepat. Demikian pentingnya arti hutan untuk pemenuhan kebutuhan industri kayu, maka peningkatan produksi kayu dirasakan sangat perlu.
Hutan Tanaman Industri (HTI) dianggap salah satu metode unggulan untuk mengatasi masalah tersebut.
Konsep HTI mulai dijalankan sejak 1980-an dengan mencanangkan target pembangunan seluas 6,2 juta hektar yang terdiri dari 1,8 juta hektar di Pulau Jawa dan 4,4 juta hektar untuk kawasan pulau-pulau di luar Pulau Jawa.
Pembangunan HTI merupakan investasi besar dengan waktu panen yang cukup lama. Jenis yang dibudidayakan untuk HTI biasanya mempunyai daur tanam minimal 5-10 tahun.
Kesalahan dalam menentukan jenis tanaman akan mendatangkan kerugian yang cukup besar.
Suatu tanaman akan tumbuh dengan baik bila tanaman tersebut memiliki kesesuaian antara syarat tumbuh tanaman dengan karakteristik lahan tempat tumbuhnya.
Jika karakteristik lahan yang ada, dalam hal ini sifat fisik dan kimia tanah sesuai dengan kriteria sifat tanah yang mendukung pertumbuhan tanaman HTI tersebut, maka akan dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas produksinya.
Proses kesesuain lahan ini telah diaplikasikan di beberapa HTI yang berorientasi pada Sustainable Forest Manajement.
Namun dalam kesempatan ini penulis akan memaparkan pengalaman penulis selama mengaplikasikan evaluasi kesesuaian lahan di HTI PT. Bumi Persada Permai (PT.BPP).
PT BPP yang memiliki lokasi HTI-nya di Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumsel dengan tipe lahan datar sampai dengan bergelombang, rata rata komposisi tanahnya didominasi oleh podsolik merah kuning, yang jika dikategorikan dengan tingkat kesuburan lahan, maka tipe tanah podsolik ini rata-rata memiliki tingkat kesuburan sedang sampai dengan rendah.
Memahami kondisi awal dari topograpi dan tingkat kesuburan tanah merupakan satu langkah dari beberapa langkah yang akan dilakukan didalam proses evaluasi kesesuaian lahan di PT BPP.
Proses Evaluasi kesesuaian lahan lebih tepatnya site species matching atau studi kesesuaian hidup tanaman yang dilakukan di PT BPP lebih menekankan pada bagaimana melakukan perbaikan kondisi lahan yang ada agar dapat sesuai dengan beberapa jenis spesies yang memang menjadi inti dari tanaman HTI yaitu Akasia dan Eucalyptus.
Sedangkan kita ketahui bersama, baik akasia maupun eucalyptus itu sendiri memiliki beberapa jenis yang memiliki kriteria sendiri untuk dapat tumbuh dan berkembang dengan optimal dengan mengutamakan azas sustainable forest manajement (manajemen hutan berkelanjutan).
Site spesies matching, langkah awal yang dilakukan oleh PT. BPP dalam melakukan pemetaan terhadap sebaran jenis tanah yang ada di lokasi penanaman/kebun. Untuk melakukan proses pemataan jenis tanah ini dibutuhkan waktu yang tidak sedikit karena survei yang dilakukan menggunakan sistem grid untuk beberapa lokasi yang diperkirakan memiliki tingkat kekomplesitasan yang tinggi.
Dari data survei ini akan didapatkan data-data yang akan digunakan untuk melakukan kesesuaian lahan tersebut terhadap kriteria tumbuh dari tanaman akasia maupun eucalyptus.
Dari beberapa data yang telah diambil di lapangan seperti yang telah disebutkan di atas, PT BPP melakukan pengkelasan terhadap jenis lahan yang ada, proses site matching ini dilakukan oleh tenaga-tenaga ahli dari internal perusahaan, disertai juga dengan proses diskusi dan konsultasi dari beberapa tenaga ahli dari beberapa universitas.
Hasil yang didapat setelah melakukan pengkelasan terhadap lahan berdasarkan sarat tumbuh dari kedua jenis tanaman tersebut adalah penetuan ; \
1. Spesies tanaman yang akan ditanam;
2. Jenis, jumlah dan frekuensi pemupukan yang dibutuhkan di dalam setiap fase pertumbuhan tanaman;
3. Jarak tanam dari spesies tersebut;
4. Kebutuhan jumlah bibit yang harus disiapkan dalam setiap petaknya;
5. Perhitungan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan dalam proses penanaman.
Dari data-data yang disebutkan, tenaga ahli dari internal perusahaan akan melakukan penggolongan dan pengkelasan terhadap setiap kondisi yang ada di lapangan.
Setelah data kesesuaian lahan ini tersedia, maka petugas operasional perusahaan akan segera menyusun dan merencanakan pekerjaan mereka berdasarkan data dan fakta serta kondisi lahan yang ada pada saat ini.
Dengan adanya data kesesuaian lahan, akan sangat membantu serta memudahkan bagian operasional untuk melakukan penanaman dan pemeliharaan serta memantau tumbuh kembang dari tanaman tersebut.
Sustainable forest manajement (Pengelolaan hutan secara lestari) dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya melalui penerapan sistem site species matching.
Data mozaik-mozaik yang telah disusun dari site species matching ini bukan berarti menjadi data permanen yang akan diterapkan didalam sistem penanaman di operation perusahaan.
Akan tetapi data ini akan selalu mengalami perubahan-perubahan yang dinamis sebagai bentuk perbaikan yang dilakukan dari proses research dan input teknologi yang digunakan oleh pihak Perusahaan (PT BPP).
Research dan input teknologi sebagai bentuk keharusan dari manajemen untuk mempertahankan keseimbangan produksi guna memenuhi bahan baku industri hilir.
Sustainable bukan hanya dilambangkan sebagai simbol, akan tetapi merupakan suatu keharusan yang harus dicapai mengingat industri ini sangat bergantung sekali dengan pertumbuhan tanaman.
Semakin baik pertumbuhan tanaman akan menandakan semakin baik pula tingkat kesuburan tanah tersebut dan proses reneable akan menjadi titik tolak sustainable.
Input-input perbaikan yang mengedepankan sistem ramah lingkungan menjadi topik utama bagi manajemen dalam menerapkan sistem silvikultur yang ada.
Misalnya untuk pencegahan terjadinya serangan hama dan penyakit.
Input agensia hayati dijadikan salah satu bagian yang teramat penting, disamping murah, berdampak negative kecil, juga ramah terhadap lingkungan, dan pengaturan terhadap jarak dan sistem tanam juga salah satu cara untuk mengurangi pemakaian bahan kimia di dalam proses pemeliharaan tanaman.
Mengikuti perkembangan terkini dari tehnology silvikuture dari pengelolaan tanaman akan mengantarkan perusahaan mencapai target produksi yang telah disusun secara optimal dan berkelanjutan.
Bukan sebuah isapan jempol bahwa dengan adanya sistem perencanaan yang memiliki tingkat akurasi data yang detil akan menciptakan kesinambungan sebuah manajemen silvikulture hutan yang baik akan tercipta dengan sendirinya.
Dengan dilakukannya sistem keseimbangan lahan dengan menerapkan sistem silvikuture yang ramah lingkungan maka target produksi yang berkesinambungan untuk memenuhi kebutuhan bahan pokok dari suatu industry hilir akan terpenuhi secara berkesinambungan.
Menciptakan sistem manajemen silvikultur yang ramah lingkungan akan memberikan manfaat yang besar atas terjaganya lingkungan sehingga dapat mewariskan lingkungan ini untuk generasi yang akan datang.