Berita Palembang

KAMPUNG Layangan di Seberang Ulu Palembang, Seminggu Produksi 1.000 Layangan, Dikirim Sampai ke Solo

Kampung ini dikenal dengan sebutan Kampung Kreatif Kayangan, karena hampir seluruh warganya merupakan perajin layang-layang tradisional

Penulis: Syahrul Hidayat | Editor: Welly Hadinata
Sripoku.com/Syahrul Hidayat
KAMPUNG LAYANGAN PALEMBANG - Ibu ibu, warga Lorong Sepupu sibuk meraut bambu untuk kerangka layangan, Rabu (20/8/2025). Satu hari dari pagi hingga sore, para perajin ini memproduksi 100 hingga 200 layangan. Harga per buah dari mereka Rp 1000 – Rp 1500 sesuai kualitas. 

SRIPOKU.COM, PALEMBANG – Memasuki Lorong Sepupu, Jalan Wahid Hasyim, Kelurahan 3-4 Ulu, Kecamatan Seberang Ulu Satu, Palembang, suasana berbeda langsung terasa.

Di setiap sudut lorong, warga tampak sibuk dengan aktivitas yang tak lazim ditemui di tempat lain membuat layang-layang.

Kampung ini dikenal dengan sebutan Kampung Kreatif Kayangan, karena hampir seluruh warganya merupakan perajin layang-layang tradisional.

Di tengah pesatnya perkembangan teknologi, kampung ini tetap setia mempertahankan budaya permainan klasik yang tak lekang oleh waktu.

Layang-layang bukan hanya hiburan masa kecil, tapi telah menjadi sumber penghidupan dan identitas komunitas.

“Kalau musim layangan tiba, kami makin sibuk. Saya sudah bikin layangan sejak SD, hampir dua puluh tahun,” tutur Zubaidah, seorang ibu rumah tangga yang sedang meraut bambu di teras rumah.

Zubaidah menjelaskan, kerangka layangan dibuat dari dua jenis bambu yakni bambu lanang yang keras dan bambu betina yang lebih lentur. 

“Kami sambil ngobrol, meraut bambu sambil kerja. Tradisi ini sudah dari tahun 70-an,” ujarnya.

Produksi dilakukan secara tradisional, tanpa bantuan mesin. Setiap hari, warga memproduksi layangan dari pagi hingga sore.

Prosesnya meliputi meraut bambu, membuat kerangka, menempelkan kertas, hingga mewarnai.

Nazarudin, salah satu perajin senior, mengaku mampu membuat hingga 200 layangan per hari.

“Kalau seminggu bisa sampai 1.000 layangan. Omzet bersihnya sekitar Rp 2,5 juta per bulan,” ujarnya.

Awalnya bekerja sebagai tukang bangunan, kini ia sepenuhnya menggantungkan hidup dari kerajinan layang-layang.

Menariknya, meskipun metode produksinya tradisional, pemasaran layangan Kampung Kayangan sudah merambah dunia digital.

Banyak pesanan datang dari komunitas pecinta layang-layang lewat WhatsApp dan media sosial.

Halaman
12
Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved