2 Oknum TNI Penembak Siswa Divonis 2,5 Tahun Penjara, Bendera One Piece Berkibar di Pengadilan

Di tengah penjagaan ketat puluhan personel TNI, vonis 2 tahun 6 bulan penjara bagi dua anggota Kodim 0204 Deliserdang

Editor: Yandi Triansyah
TRIBUN MEDAN/ANUGRAH NASUTION
PROTES VONIS - Personel TNI saat mengamankan Bonaerges yang mengibarkan bendera One Piece saat di ruang sidang Pengadilan Militer sebagai bentuk protes terhadap vonis rendah dua anggota TNI bunuh siswa, Kamis (7/8/2025). 

SRIPOKU.COM – Suasana di Pengadilan Militer I-02 Medan memanas saat palu hakim diketuk, Kamis (7/8/2025).

Di tengah penjagaan ketat puluhan personel TNI, vonis 2 tahun 6 bulan penjara bagi dua anggota Kodim 0204 Deliserdang, Serka Darmen Hutabarat dan Serda Hendra Francisco Manalu, disambut dengan teriakan protes dan isak tangis keluarga korban.

Keduanya terbukti menembak mati seorang siswa SMP berinisial MAF (13) di Kabupaten Serdang Bedagai.

Putusan yang dibacakan Ketua Majelis Hakim Letkol Djunaedi Iskandar itu sontak memicu reaksi keras.

Ruang sidang yang penuh sesak oleh keluarga, mahasiswa, dan aktivis Kontras menjadi saksi bisu luapan emosi.

Vonis tersebut dianggap terlalu ringan dan mencederai rasa keadilan, terutama jika dibandingkan dengan tuntutan hukum bagi warga sipil dalam kasus serupa.

"Terdakwa sipil saja empat tahun, masak TNI hanya 2 tahun 6 bulan!" teriak M. Ilham, abang kandung korban, dari bangku pengunjung.

Di tengah ketegangan itu, sebuah pemandangan tak terduga mencuri perhatian.

Bonaerges, Ketua BEM Politeknik Medan, yang mendampingi keluarga korban, membentangkan bendera bajak laut Topi Jerami dari anime populer "One Piece".

Bendera yang menjadi simbol perlawanan terhadap ketidakadilan dan kekuasaan absolut dalam cerita tersebut seolah menjadi representasi perjuangan mereka di dunia nyata.

Aksi Ilham dan Bonaerges tidak berlangsung lama. Petugas TNI yang bersiaga sigap mengamankan keduanya dan membawa mereka keluar dari ruang sidang.

Ilham mengaku bahkan sempat mengalami kekerasan fisik saat diamankan. 

"Saya ditarik keluar, dipukuli, sampai memar bagian perut saya," ungkapnya usai persidangan, dengan nada kecewa.

Sementara itu, di dalam ruang sidang, Fitriyani, ibu korban, hanya bisa tertunduk sambil terisak pilu di kursinya. Harapannya untuk melihat keadilan ditegakkan bagi putranya seakan pupus.

Bagi keluarga, putusan ini adalah bukti nyata impunitas bagi aparat. Ilham dengan tegas menolak vonis tersebut dan menyebutnya sebagai potret matinya keadilan.

Halaman
12
Sumber: Tribun Medan
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved