Terungkap! Peran 4 Pelaku di Balik Akun LinkedIn Bodong dan Pencurian Data Pribadi

Polda Metro Jaya berhasil membongkar komplotan pelaku penyalahgunaan data pribadi untuk membuat akun palsu di platform profesional LinkedIn

Editor: adi kurniawan
KOMPAS.com/Febryan Kevin
Polda Metro Jaya berhasil membongkar komplotan pelaku penyalahgunaan data pribadi yang digunakan untuk membuat akun palsu di platform profesional LinkedIn 

SRIPOKU.COM -- Direktorat Reserse Siber Polda Metro Jaya berhasil membongkar komplotan pelaku penyalahgunaan data pribadi yang digunakan untuk membuat akun palsu di platform profesional LinkedIn.

Empat orang pelaku dengan peran berbeda-beda telah ditangkap dalam kasus ini.

Keempat tersangka yang berhasil diamankan berinisial IER, KK, F, dan FRR. Mereka memiliki modus operandi yang terstruktur dalam melancarkan aksi penipuan daring.

Menurut Kasubdit III Direktorat Reserse Siber (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya, AKBP Rafles Langgak Putra Marpaung, IER berperan sebagai pengguna data pribadi orang lain pada kartu SIM yang ia beli.

Kartu SIM tersebut sudah teregistrasi menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK) milik tiga warga dari Banyumas, Kendal, dan Bogor.

IER kemudian memanfaatkan nomor-nomor ini untuk penipuan daring, termasuk membuat akun LinkedIn palsu.

Pengembangan penyelidikan kemudian mengarah pada penangkapan KK, pemilik konter handphone yang menjual kartu SIM teregistrasi tersebut kepada IER.

Dari tangan KK, polisi menyita 130 kartu perdana XL dan 24 kartu Axis yang semuanya sudah dalam kondisi teregistrasi.

Namun, KK mengaku tidak melakukan pendaftaran kartu secara langsung.

Penyelidikan berlanjut hingga terungkapnya peran F, seorang sales kartu SIM dari PT M yang menjadi pemasok kartu-kartu tersebut kepada KK.

Dari F, penyidik mendapatkan informasi mengenai FRR, rekan sesama sales di perusahaan yang sama.

"FRR ini yang mendaftarkan sendiri kartu-kartu tersebut menggunakan data yang dia peroleh dari internet, seperti NIK dan KK. Ia cari dari Google," jelas AKBP Rafles Langgak Putra Marpaung.

FRR sengaja mendaftarkan kartu terlebih dahulu agar lebih mudah dijual, mengingat kartu yang sudah aktif lebih diminati pembeli karena bisa langsung digunakan.

Atas perbuatannya, keempat pelaku kini dijerat dengan Pasal 51 ayat 1 Undang-Undang ITE tentang manipulasi data otentik serta Pasal 65 dan 67 Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi Nomor 27 Tahun 2022.

Mereka terancam hukuman maksimal 12 tahun penjara dan denda hingga Rp12 miliar.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved