Mimbar Jumat: Terjatuh Dari Firdaus
Firdaus adalah nama yang disebutkan oleh Allah SWT dalam al-Qur'an di antaranya pada surah al-Kahfi ayat 107.
Sementara Iblis tidak mau menuruti perintah Allah, apalagi bertaubat dan mengakui kesalahannya sehingga Allah menelantarkan dan membiarkan sesat selamanya.
Tidak kalah pentingnya bahwa peristiwa tersebut mengajarkan kepada manusia bagaimana bisa memahami tipu daya dan kenangan yang begitu licik namun dibungkus dan didekorasi secara menarik dengan sangat kompeten, dibalut dengan pemikiran yang terlihat begitu logistik dan membawa kebaikan lebih banyak.
Kisah Adam dan Hawa, seharusnya menjadikan manusia lebih waspada, berkomitmen untuk tidak lagi terperdaya kepada iblis dan tentaranya di masa mendatang serta selalu berlindung dan berharap pada pertolongan Allah SWT.
Tidak kalah pentingnya apa yang dialami oleh Adam dan istrinya Hawa juga menjadi pelajaran berharga bagi semua manusia untuk memperjuangkan Firdaus kembali. Tidaklah mungkin seorang Bani Adam terjatuh dua kali dari Firdaus.
Meskipun pada kenyataannya pada kesempatan kedua ini ujian dan prosesnya terasa lebih bervariasi dan rumit. Terpenting manusia harus mengingat bahwa ini merupakan kesempatan terakhirnya untuk tidak diia-siakan.
Untuk mendapatkan kembali Firdaus seorang muslim perlu melakukan upaya keras. Pada surat al-Mukminun ayat 1 sampai dengan 11 dijelaskan bahwa yang akan mewarisi surga Firdaus adalah orang-orang yang beriman, khusyuk dalam shalat, menjauhi perbuatan yang sia-sia, menunaikan zakat, menjaga kemaluan dan memelihara amanah.
Penjelasan pertama tentang beriman dan menjaga shalat terdapat pada QS al-Baqarah ayat 3-4. Tipologinya adalah beriman pada yang gaib, yaitu sesuatu yang tidak bisa dilihat, diraba, tidak diketahui hakikatnya, abstrak, tidak mampu dijangkau oleh panca indera manusia.
Iman kepada yang ghaib menjadi titik pemisah antara orang yang bertakwa dan yang tidak. Puncak iman pada hal ghaib mengingatkan pada keimanan kepada Allah SWT.
Wujud selanjutnya dari konsekwensi iman yaitu menjaga hubungan baik dengan Sang Pencipta melalui doa. Kemudian menginfakkan sebagian rezeki merupakan bentuk menjaga hubungan baik dengan sesama.
Kata rezeki yang disebut secara khusus oleh ayat memberi penjelasan bahwa infak tidak hanya berupa harta benda tetapi bisa menggunakan ilmu, tenaga, waktu dan apapun yang dimiliki seseorang sebagai ungkapan rasa syukur atas karunia yang telah diberikan kepadanya.
Masih ciri-ciri tentang keimanan yang disebutkan dalam ayat tersebut bahwa keimanan perlu ditujukan pula kepada kitab-kitab para nabi, baik itu kitab Al-Qur'an maupun kitab-kitab samawi yang lain seperti Taurat, Injil, dan Zabur.
Keimanan terhadap kitab suci mengungkapkan akan adanya keyakinan terhadap kesatuan misi di antara para nabi dalam mengenalkan tauhid kepada Allah SWT.
Selanjutnya tipologi keimanan yang keempat adalah keyakinan terhadap hari akhir yang merupakan akhir dari proses menuju keabadian Firdaus.
Perlu menjadi perhatian bahwa di antara hal penting yang perlu mendapat perhatian pada penjelasan tentang keimanan adalah bentuk kata yang digunakan yaitu menggunakan fi'il mudhari' (present tense). Bentuk kata ini memiliki makna masa kini dan masa depan yang memberi makna kesinambungan.
Ketakwaan hanya bisa diraih oleh seseorang yang mengamalkan semua tipologi keimanan dengan berkesinambungan dan sungguh-sungguh.
Sosok Irjen Pol Widodo Eks Anak Buah AHY Kini Jadi Kapolda Jebolan Akpol 1994 |
![]() |
---|
Sosok Ari Dono Kapolri Tersingkat Hanya Menjabat 9 Hari di Era Jokowi Kemudian Pensiun |
![]() |
---|
Sosok Rudy Tanoe Kakak Dari Hary Tanoe Tersangka Kasus Korupsi Penyaluran Bansos |
![]() |
---|
Honorer Akan Jadi PPPK Paruh Waktu di 2025, Ini Skemanya |
![]() |
---|
Harga iPhone 16 Turun, Diskon hingga Rp 4 Juta di iBox, Ini Rinciannya |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.