Kasus Ponpes Gus Miftah
Terungkap Kasus Penganiayaan di Pesantren Gus Miftah, Polres Sudah Tetapkan 13 Santri Jadi Tersangka
Kuasa hukum Yayasan Ponpes Ora Aji, Adi Susanto, menjelaskan bahwa peristiwa ini berawal dari tindakan vandalisme dan pencurian
Penulis: Shafira Rianiesti Noor | Editor: Fadhila Rahma
SRIPOKU.COM - Kabar tak sedap kembali menghampiri pendakwah, Gus Miftah.
Kali ini kabar tersebut datang dari Pondok Pesantren Gus Miftah, Ora Aji.
Dimana dikabarkan di Ponpes Ora Aji terjadi penganiayaan.
Bahkan kini Polres Sleman sudah menetapkan 13 orang santri sebagai tersangka.
Kuasa hukum Yayasan Ponpes Ora Aji, Adi Susanto, menjelaskan bahwa peristiwa ini berawal dari tindakan vandalisme dan pencurian yang terjadi di dalam lingkungan ponpes.
"Kejadian itu bermula dari aksi vandalisme dan pencurian di kamar-kamar santri di Ponpes Ora Aji, Sleman, Yogyakarta," ujar Adi dalam konferensi pers dilansir dari TribunJakarta.

Baca juga: 4 Tahun Menjanda, Aura Kasih Mendadak Dijodohkan dengan Dedi Mulyadi, Imbas Campur Tangan Gus Miftah
Kemudian KDR tertangkap menjual air galon milik pondok tanpa seizin pengurus.
Saat dimintai penjelasan, KDR mengakui telah menjual air galon selama kurang lebih enam hari.
"(KDR) mengakui bahwa memang dia sudah melakukan penjualan galon tanpa sepengetahuan pengurus itu selama kurang lebih 6 hari, ya sudah sekitar seminggu sudah melakukan itu. Nah, atas kejadian itu santri kan langsung tersebar nih peristiwanya tersebar," jelas Adi.
Pengakuan tersebut kemudian memicu pertanyaan lebih lanjut dari para santri, terutama terkait pencurian uang di sejumlah kamar.
Saat ditanya secara persuasif, KDR akhirnya mengakui bahwa dia juga pelaku pencurian uang milik beberapa santri.
"Nah, sampai akhirnya ditanyakanlah ya secara persuasif, tidak ada pemaksaan. Apakah peristiwa yang selama ini terjadi di pondok juga dilakukan oleh dia?" katanya.
"Nah, yang bersangkutan mengakui bahwa dialah yang melakukan pencurian selama ini. Ada di santri yang bernama si A sekian Rp 700.000, santri yang bernama si B, Rp 50.000 dan segala macam," imbuhnya.
Setelah pengakuan KDR menyebar, kata Adi, sejumlah santri disebut bereaksi secara spontan.
Namun, menurut Adi, tidak ada unsur kekerasan terencana dalam insiden tersebut.
"Bahwa yang perlu kita tekankan, atas nama yayasan menyanggah soal adanya penganiayaan itu. Apa yang terjadi di pondok adalah aksi spontanitas saja dari santri, yang tidak ada koordinasi apapun," ujarnya.
Seusai peristiwa tersebut, KDR diketahui meninggalkan pondok tanpa izin dan melaporkan kejadian itu ke polisi.
"Nah, entah siapa yang memulainya, tiba-tiba (KDR) keluar dari pondok tanpa pamit dan segala macamnya lah ya ke yayasan dan tiba-tiba muncul lah yang namanya laporan Kepolisian di Polsek Kalasan pada saat itu," jelas Adi.
Yayasan Ponpes Ora Aji sempat mencoba memediasi konflik antara KDR dan para santri.
Namun, mediasi gagal karena tuntutan kompensasi dari pihak keluarga KDR yang dinilai tidak dapat dipenuhi.
"Nah, yang membuat mediasi itu menjadi gagal pada akhirnya itu dikarenakan permintaan kompensasi atau tuntutan kompensasi dari keluarga saudara (KDR) ini yang tidak mungkin bisa dipenuhi oleh santri, yang notabene ini (santri) orang-orang yang tidak punya, yang notabene datang ke sini dalam keadaan gratis," kata Adi.
Pihak yayasan bahkan sempat menawarkan bantuan biaya pengobatan sebesar Rp 20 juta, tetapi tawaran itu juga ditolak.
"Kami dari yayasan menawarkan angkanya Rp 20 juta. Tapi sekali lagi itu tidak pernah bisa diterima sampai akhirnya upaya mediasi berulang kali itu menjadi gagal," lanjutnya.
Adi Susanto menegaskan, dirinya juga bertindak sebagai kuasa hukum bagi 13 santri yang dilaporkan.
Ia menyebut insiden ini merupakan konflik internal antar santri, bukan tindakan yang melibatkan pihak pengurus pondok.
"Maka selain sebagai kuasa hukum yayasan, saya, kami juga menjadi kuasa hukum daripada seluruh santri yang dilaporkan tadi itu," ungkapnya.
"Sekali lagi di antara santri. Tidak ada pengurus. Maka yang perlu diketahui adalah peristiwa ini pure, murni antara santri dan santri."

Adi membantah adanya penyiksaan dalam insiden tersebut.
"Framing yang terjadi selama ini di luar kan seolah-olah memang dilakukan penyiksaan yang luar biasa. Itu tidak pernah terjadi," katanya.
Setelah ditetapkan sebagai tersangka, salah satu dari 13 pelaku penganiayaan justru melaporkan balik KDR atas kasus dugaan pencurian.
Adi Susanto mengatakan, laporan terhadap KDR telah resmi diajukan ke Polresta Sleman, DI Yogyakarta.
"Kami secara resmi telah melaporkan saudara KDR di Polresta Sleman," ujar Adi Susanto.
Sementara itu, Gus Miftah selaku pengasuh Ponpes meminta maaf melalui kuasa hukumnya.
Gus Miftah saat kejadian sedang melaksanakan ibadah umrah.
"Ya pertama tadi sudah disampaikan sama ketua yayasan, musibah ini adalah pukulan bagi kami terutama atas nama pondok pesantren. Ini adalah pukulan sehingga atas nama ketua yayasan, beliau (Miftah) sudah menyampaikan permohonan maafnya tadi," ujar Adi.
"Mohon izin saat peristiwa terjadi abah (Miftah) sedang umrah. Jadi Abah sedang umrah, tidak ada di pondok," tambahnya.
Baca berita menarik Sripoku.com lainnya di Google News
Tingkatkan PAD Palembang, Pengelolaan Parkir di Diserahkan ke Perumda Pasar Palembang Jaya |
![]() |
---|
Pantai Timur dan Kikim Area Segera Pemekaran, DPRD Sumsel: Kami Dari Dulu Mendukung |
![]() |
---|
Koperasi Dapat Berkembang atas Kepercayaan Anggota, Sekda Sumsel Minta Data Detil Pinjaman |
![]() |
---|
Kejari Terus Usut Dugaan Korupsi Dinas Perkimtan Palembang, Giliran Pemilik Toko Material Diperiksa |
![]() |
---|
Jika Jadi Kabupaten Baru, Inilah Sumber Penghasilan Pantai Timur di Sumatera Selatan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.