Berita Mahfud MD

Mahfud MD Bongkar Bobrok Hukum di Indonesia, Jual Beli Pasal hingga Seleksi Pimpinan MA Ada Sponsor

Mantan Menkopolhukam Mahfud MD buka-bukaan terkait bobroknya hukum yang ada di Indonesia, mulai dari jual beli pasal

Editor: pairat
WARTAKOTA/YULIANTO
MAHFUD BONGKAR BOBROK - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD (tengah) memberikan keterangan pers terkait RUU Perampasan Aset Hasil Tindak Pidana di Jakarta, Jumat (14/4/2023). Kini Mahfud bongkar betapa bobroknya hukum di Indonesia. 

SRIPOKU.COM - Berikut buka-bukaan mantan Menkopolhukam Mahfud MD yang membongkar betapa bobroknya hukum di Indonesia.

Lebih jauh ia membongkar mulai dari jual beli pasal di DPR hingga sponsor pimpinan MA.

Bahkan, menurut Mahfud MD, aksi itu sudah terjadi sejak lama.

Bobroknya hukum di Indonesia ini disampaikan Mahfud MD dalam podcastnya yang diunggah di akun YouTube Mahfud MD Official, Sabtu (12/5/2025).

REAKSI MAHFUD MD - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menjawab pertanyaan saat wawancara khusus dengan Tribunnews.com di Kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Selasa (19/11/2019). Imbas ijazah terbukti palsu, Mahfud MD sebut Jokowi tetap SAH jadi Presiden
REAKSI MAHFUD MD - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menkopolhukam) Mahfud MD menjawab pertanyaan saat wawancara khusus dengan Tribunnews.com di Kantor Kemenkopolhukam, Jakarta, Selasa (19/11/2019). Imbas ijazah terbukti palsu, Mahfud MD sebut Jokowi tetap SAH jadi Presiden (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Baca juga: 5 Tahun Jadi Menterinya, Mahfud MD Bongkar Pembelokan Jokowi, Sebut Jaksa dan Polisi Sangat Takut

Ada tiga topik yang menjadi sorotan Mahfud MD dalam podcastnya tersebut, yakni:

1. Seleksi Pimpinan MA Politis karena Sudah Ada Sponsornya.

2. Hukum Sudah seperti Toko Kelontong, Tinggal Beli.

3. Jual Beli Pasal UU di DPR RI, Harganya Rp 50 Juta Per Anggota.

I. Seleksi Pimpinan Mahkamah Agung Republik Indonesia (MA RI)

Mahfud MD menilai proses seleksi pimpinan Mahkamah Agung (MA) sarat akan kepentingan politik.

"Proses seleksi leader (MA) sudah politis juga sekarang sehingga tidak murni memilih ini (sosok) bagus, karena sudah ada sponsornya," kata Mahfud dalam podcast yang diunggah di akun YouTube Mahfud MD Official, pada Sabtu (12/5/2025).

Mantan Ketua MK ini menjelaskan bahwa cerita terkait adanya sponsor untuk pencalonan pimpinan MA itu banyak diketahui dari advokat-advokat yang terkadang ikut dimintai sumbangan.

"Ini mau dikasih ini untuk calon ini (pimpinan MA) gitu," ujarnya.

Mahfud menegaskan bahwa praktik tersebut dilakukan tanpa ada rasa malu kepada diri sendiri, bahwa barang/uang yang diterima untuk kepentingan tertentu.

"Itu di pengadilan enggak tahu malu lah, harusnya malu kepada diri sendiri atau kepada keluarga, kan tahu di situ ada uang berlebih dari mana itu kan harus ditanya ya," ucap dia.

II. Hukum Sudah seperti Toko Kelontong, Tinggal Beli

Mahfud MD juga menyebut hukum di Indonesia sudah seperti toko kelontong.

Hal ini menyusul banyaknya hakim yang terjerat kasus suap.

Dia mengatakan, setiap pengadilan seolah berjejaring dengan pengadilan lain untuk menerima suap, seperti yang terjadi di Pengadilan Negeri Surabaya dan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

"Sehingga sekarang, hukum sudah seperti apa? Seperti toko kelontong. Tinggal beli orang," kata Mahfud.

"Anda mau beli hukum berapa? Sekelas apa? Sekualitas apa? Begitu. Nah itu yang sekarang," katanya lagi.

Mahfud juga melihat tidak ada keprihatinan dari para hakim atas peristiwa suap yang terjadi di peradilan hukum di Indonesia.

Banyak hakim yang bersikap apatis dan melihat hal tersebut sebagai sesuatu yang biasa, serta tak perlu dilakukan mitigasi yang lebih luas.

"Dan kadang-kadang hakim-hakim yang tidak terlibat itu tidak prihatin. Yang tidak terlibat formal, yaudah itu biasa, kan ada yang begitu, ada yang tidak. Tidak ada rasa prihatin," imbuhnya.

Mahfud bahkan menyebut, justru ada yang membela sikap salah dari para hakim yang terlibat suap.

Sehingga, dia merasa hal yang wajar ketika ada pemberitaan yang menyebut hakim menjadi penegak hukum paling banyak ditangkap dalam kasus korupsi.

Dilansir dari Kompas.id, data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencatat hakim menjadi penegak hukum yang paling banyak ditangkap akibat kasus korupsi.

Data dalam rentang waktu 2010-2025 menyebut ada 31 hakim yang terjerat korupsi yang ditangani KPK, kemudian ada 19 pengacara, 13 jaksa, dan 6 polisi.

III. Jual Beli Pasal UU di DPR RI, Harganya Mulai dari Rp 50 Juta Per Anggota.

Mahfud MD juga mengaku pernah mendengar tentang mafia hukum di lingkungan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) saat masih menjabat sebagai hakim.

Dia menyatakan pernah mendengar sendiri bagaimana daftar inventarisasi masalah (DIM) untuk sebuah undang-undang diperjualbelikan mulai dari sebesar Rp 50 juta untuk satu orang anggota dewan.

Diketahui, DIM merupakan daftar tanggapan dari pembentuk UU (pemerintah/DPR) terhadap draf RUU yang diajukan.

"Saya dengar sendiri itu di gedung DPR. Dan mereka bangga saja ketika itu satu DIM dibayar berapa saat itu. Satu DIM, biasanya satu undang-undang itu DIM-nya akan ratusan," ujar Mahfud dalam kanal YouTube-nya Mahfud MD Official yang ditayangkan, Sabtu (12/5/2025).

"Satu DIM setiap anggota agar ikut pesanan dari luar itu bisa Rp 50.000 (maksud setelah dikoreksi adalah Rp 50 juta). Dan yang mendapat itu senang-senang saja tuh," katanya lagi.

Kasak-kusuk mafia hukum tersebut membuat Mahfud yakin bahwa Indonesia sedang dalam keadaan darurat hukum.

Menurutnya, Indonesia tak lagi darurat mafia peradilan.

Sebab, proses penegakan hukum tak hanya dimainkan oleh para penegaknya, seperti hakim, jaksa, dan polisi.

"Pejabat di birokrasi itu bermafia juga dalam kasus-kasus di luar pengadilan. Legislatif itu bisa membuat undang-undang dengan berkongkalikong dengan orang luar. Agar sebuah undang-undang ini dicoret pasalnya, agar ditambah ini, agar macam-macam pesanan," imbuhnya.

Dalam konteks saat ini, eks Menko Politik, Hukum, dan Keamanan itu mengatakan, mafia peradilan sudah sangat busuk dan dilakukan secara berjamaah.

Hakim yang dulunya menerima suap sendiri-sendiri, kini dilakukan secara berjamaah.

"Sekarang itu (para hakim) bertemu, bersidang antar hakim itu sebelum putusan. Berkonspirasi, lah gitu ya? Berkonspirasi gitu. Tidak satu-satu lagi," katanya. 

 

Artikel ini telah tayang di TribunLampung.co.id.

Sumber: Tribun Lampung
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved