Tradisi Midang Morge Siwe, Arak-arakan Pengantin Meriahkan Lebaran di Kayuagung

Tradisi midang morge siwe sudah turun-temurun yang telah diwariskan oleh nenek moyangnya yang hingga kini masih dilestarikan.

Penulis: Nando Davinchi | Editor: adi kurniawan
Nando Davinchi
SEMARAK BUDAYA - Semarak hari raya Idhul Fitri 1446 Hijriah sangat dirasakan oleh masyarakat Kecamatan Kayuagung, Kabupaten Ogan Komering Ilir dengan adanya rangkaian tradisi budaya midang morge siwe. 

SRIPOKU.COM KAYUAGUNG - Semarak hari raya Idhul Fitri 1446 Hijriah sangat dirasakan oleh masyarakat Kecamatan Kayuagung, Kabupaten Ogan Komering Ilir dengan adanya rangkaian tradisi budaya seperti midang morge siwe, cakat stempel serta cang Incang.

Dikatakan seorang warga keturunan asli Kayuagung, Weni mengaku  tradisi turun-temurun yang telah diwariskan oleh nenek moyangnya yang hingga kini masih dilestarikan.

Serta menjadi agenda tahunan yang digelar oleh pemerintah daerah.

"Saya sebagai keturunan orang asli Kayuagung tentunya sangat senang masih bisa menyaksikan langsung tradisi budaya yang digelar setiap kali lebaran," paparnya dikonfirmasi pada Jum'at (4/4/2025) sore.

Menurutnya, dengan tetap terjaganya tradisi tahunan seperti ini tentu dapat memberikan pelajaran dan pemahaman bagi muda dan mudi untuk mengingat kembali keanekaragaman kultur budaya orangtua dan pendahulunya.

"Semoga terus ditingkatkan lagi penyelenggaraannya di tahun-tahun mendatang. Supaya lebih semarak lagi menyambut lebaran apalagi ini contoh positif yang harus dijaga di tengah perkembangan zaman," ungkapnya.

Dikonfirmasi terpisah Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Ogan Komering Ilir, Ahmadin Ilyas menjelaskan tradisi midang morge siwe (sembilan marga) arak-arakan pengantin yang diiringi musik tradisional seperti tanjidur, dalam prosesi pernikahan.

Dijelaskan tradisi ini diperkirakan pertama kali diselenggarakan sejak abad ke-17 atau saat pertama kali penjajah Belanda mendatangi Indonesia atau perang dunia pertama.

"Tradisi Midang ini sudah ada sejak dahulu kala sewaktu dimulainya adat perkawinan pada tahun 1.700-an atau awal abad ke-17 lalu," 

"Salah satu cara penduduk untuk memperkenalkan ke masyarakat luas bahwa kedua mempelai sudah sah menjadi pasangan suami istri," ungkapnya.

Dikatakan bahwa tradisi ini dahulu kala hanya berlaku bagi kaum Borjuis (orang kaya) dikarenakan modal yang dipakai cukup besar.

"Jadi pasangan pengantin dahulu diarak menggunakan kereta juli-juli (kereta hias menyerupai naga yang dipanggul beberapa orang) dan pihak keluarga juga wajib memakai baju adat pernikahan sebanyak 7 jenis yang berbeda," tuturnya.

Sesuai namanya midang morge siwe, maka tradisi ini hanya diselenggarakan bagi 9 kelurahan yaitu Kayuagung Asli, Perigi, Kotaraya, Kedaton, Jua-jua, Sidakersa, Mangunjaya, Paku dan Sukadana.

"Jadi dulunya Kayuagung ini hanya terdiri dari 9 kelurahan tersebut. Dimana alasan pemberian nama Midang Morge Siwe karena tradisi dilakukan di 9 kelurahan," 

"Tradisi Midang ini juga merupakan salah satu rangkaian acara pernikahan yang dilakukan sebelum ijab kabul. Dimana jarak tempuhnya dari rumah pengantin pria ke kediaman pengantin wanita yang di ikuti oleh sanak saudaranya," jelas Ahmadin.

Sumber: Sriwijaya Post
Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved