Sosok Agus Hartanto Napi Korupsi Ketahuan Jalan-jalan Bareng Keluarga, Kalapas Ungkap Keterlibatan

Akibatnya, Agus Hartono bakal dipindahkan ke Lapas Nusakambangan dengan keamanan yang tinggi. 

Editor: Fadhila Rahma
kompas.com/DafiYusuf
NAPI KEPERGOK JALAN-JALAN - Narapidana kasus korupsi Agus Hartanto tepergok jalan-jalan ke luar penjara dan ditangkap kembali pada Kamis (22/12/2024). Dia kini akan dipindahkan ke Lapas Nusakambangan dari Lapas Kedungpane Semarang. 

Dia diduga terlibat dalam aksi penipuan bersama dua rekannya, yakni Donni Iskandar Sugiyo Utomo (DI) alias Edward Setiadi dan Nur Ruwaidah alias Ida. 

Kasus ini bermula pada tahun 2016, ketika tersangka Edward Setiadi dan Ida mengaku sebagai notaris dan menawarkan pembelian tanah kepada masyarakat. 

Mereka berhasil mendapatkan 11 bidang tanah seluas 3 hektar dengan memberikan uang muka Rp 10 juta kepada masing-masing pemilik tanah. 

Setelah itu, Edward Setiadi meminjam sertifikat tanah korban dengan alasan akan dicek keasliannya di Badan Pertanahan Nasional (BPN). 

Namun, tanpa sepengetahuan pemilik tanah, seluruh sertifikat tersebut justru dialihkan atas nama Agus Hartono dan dijadikan jaminan di bank.

Pernah Ngaku Diperas Jaksa dan Alami Penyiksaan

Agus juga sempat menjadi sorotan ketika mengaku pernah mau diperas oleh dua jaksa dari Kejati Jateng yaitu Koordinator Pidana Khusus (Pidsus) Putri Ayu Wulandari dan Kasi Pidsus Leo Jimmi Agustinus.

Saat itu, dia mengungkapkan Putri dan Leo datang kepada dirinya atas petunjuk dari Kepala Kejati Jawa Tengah saat itu, Andi Herman.

Agus juga disebut pernah mengalami penyiksaan sehingga membuat adanya luka dan kepala yang bengkak.

Hal tersebut disampaikan oleh kuasa hukumnya, Kamaruddin Simanjuntak.

"Saya dapati dia sudah bengkak kepalanya, berdarah tangannya dan robek kakinya di lutut dan betis," jelasnya pada 22 Desember 2022 lalu.

Kamarudin menyebut saat dirinya tengah duduk di lobi Kejati Jateng, dia mendengar ada suara orang yang menjerit-jerit.

"Makanya saya masuk dan dobrak pintunya," ungkapnya. 

Dia menduga, ada seseorang yang dendam kepada kliennya karena tidak mendapatkan uang Rp 10 miliar. Kedua karena kalah dalam praperadilan. 

"Kedua karena kita masih gugatan praperadilan kedua. Jadi ini betul-betul keprihatinan," imbuhnya.

 

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved