Berita Palebang

Ayah Bocah Korban Pembacokan di Depan Indomaret Laporkan Dua Oknum Dokter ke Polda Sumsel

Kasus tewasnya bocah 7 tahun berinisial VS yang terkena sabetan celurit di depan Indomaret pertengahan Januari 2025 memasuki babak baru.

Editor: tarso romli
sripoku.com/rachmad kurniawan putra
Kuasa hukum (tengah) mendampingi keluarga VS bocah berusia 7 tahun di Palembang jadi korban salah sasaran terkena sabetan sajam usai membuat laporan di Polda Sumsel.. 

SRIPOKU.COM, PALEMBANG - Kasus tewasnya VS,  bocah 7 tahun yang terkena sabetan celurit di depan Indomaret pertengahan Januari 2025 memasuki babak baru. Tomi ayah VS didampingi kuasa hukumnya melaporkan dua oknum dokter di Rumah Sakit Umum Daerah Palembang BARI, karena diduga menyalahi SOP.

Tomi didampingi kuasa hukumnya Albani Andrian SH mendatangi SPKT Polda Sumsel untuk melaporkan dua dokter berinisial AM dan AF.

Kuasa hukum keluarga korban, Albani Andrian SH mengatakan, diduga korban VS tidak mendapatkan pelayanan maksimal saat dilarikan ke RSUD BARI. Sebab bocah malang tersebut dinyatakan meninggal setelah kurang lebih 3,5 jam berada di rumah sakit tanpa mendapat tindakan yang berarti.

Tindakan pertama yang hendak dilakukan setelah keluarga beberapa jam menunggu di IGD, yakni menjahit luka bacok korban tetapi menunggu dibius. Kemudian setelah 20 menit di kamar operasi dokter bedah keluar lagi dan berkata batal operasi karena drop saat dibius.

Pihak rumah sakit membius VS untuk melakukan tindakan operasi, tapi dokter bius belum kunjung datang. Ia mencurigai korban dibius oleh perawat, sebab dari pengakuan ayah korban, saat kejadian tidak bertemu dengan dokter AM.

"Setelah penanganan pertama korban dibius, ayah korban dipanggil oleh dokter bedah di lantai dua. Bilang kalau anaknya mau dioperasi. Sedangkan dokter anestesi-nya dan keluarga korban tidak pernah ketemu," ujar Albani kepada Tribunsumsel.com, Minggu (26/1/2025).

Tomi saat itu mengizinkan tindakan operasi yang hendak dilakukan dan keluar dari ruangan dokter. Namun sekitar 20 menit menunggu, ia kembali dipanggil oleh dokter AF.

"Pak Tomi dipanggil lagi oleh dokter AF lalu mengatakan kalau anaknya tidak bisa dioperasi karena kondisinya drop akibat bius yang sebelumnya dimasukkan," katanya.

Karena menurut dokter tak bisa dioperasi akhirnya VS dibawa ke ruang PICU, disana kata Albani, Tomi melihat perawat berusaha memompa dada anaknya agar sadar dan bernafas. Namun ia tak diizinkan masuk.

"Dokter bedah juga lama memulai operasi, Selang beberapa menit usai masuk PICU, anaknya pak Tomi dinyatakan meninggal dunia," katanya.

Ironisnya ketika hendak dikafani Tomi bersama anak sulung dan adiknya melihat luka bacok VS belum sama sekali dijahit. Malahan salah satu suster atau perawat bertanya ke Tomi.

"Keliatan oleh pak Tomi luka anaknya belum dijahit, lalu ditanya sama perawat 'mau dijahit pak' , dijawab 'percuma anak saya sudah meninggal. Baru dijahit lukanya sama mereka," katanya.

Hal ini sangat disayangkan, lantaran korban lainnya yakni Ariansyah yang menjadi sasaran utama pelaku justru masih dalam keadaan sadar dan sedang dirujuk ke RSUP Muhammad Hoesin.

"Sedangkan korban lain Ariansyah masih sadar yang lukanya lebih parah malah masih sadar, sekarang lagi dirujuk ke RSMH," katanya.

Kendati demikian, Albani tidak menghakimi apa yang dilakukan dua oknum dokter itu adalah kesalahan atau malapraktik. Laporan yang diterima dikaitkan dengan pasal 440 UU Nomor 17 tahun 2023 tentang Kesehatan.

Halaman
12
Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved