Kunci Jawaban

Kunci Jawaban Pendidikan Pancasila Kelas 6 SD Halaman 107 Kurikulum Merdeka, Ayo Menulis

Kunci Jawaban Pendidikan Pancasila Kelas 6 SD Halaman 107 Kurikulum Merdeka ini bisa menjadi referensi belajar peserta didik di rumah.

Penulis: Rizka Pratiwi Utami | Editor: pairat
Youtube
Kunci Jawaban Pendidikan Pancasila Kelas 6 SD Halaman 107 Kurikulum Merdeka 

SRIPOKU.COM - Berikut ini Kunci Jawaban Pendidikan Pancasila Kelas 6 SD Halaman 107 Kurikulum Merdeka.

Kunci Jawaban Pendidikan Pancasila Kelas 6 SD Halaman 107 Kurikulum Merdeka ini bisa menjadi referensi belajar peserta didik di rumah.

Ayo, Menulis

1. Pentingnya Toleransi dalam Keberagaman Budaya dan Agama

Pada bagian ini, kalian diminta untuk membuat cerita singkat dengan tema pentingnya toleransi budaya dan agama di keluarga, sekolah dan masyarakat.

Cerita kalian buat dengan ketentuan berikut.

1. Cerita dapat diketik, ditulis tangan, atau berupa poster/gambar.

2. Cerita yang sama disusun menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa daerah asal orang tua kalian.

3. Cerita yang menarik bisa dipajang pada papan kelas atau mading sekolah.

Baca juga: Soal dan Kunci Jawaban IPAS Kelas 6 SD Halaman 118 Kurikulum Merdeka 2024, Perubahan selama 1 Hari

Referensi jawaban:

Cerita dalam Bahasa Indonesia

Judul: Keajaiban Warna-warni Keberagaman

Di sebuah desa kecil yang terletak di kaki gunung, hiduplah masyarakat yang sangat beragam. Mereka berasal dari berbagai suku, agama, dan budaya yang berbeda. Meskipun begitu, mereka hidup rukun dan saling menghormati satu sama lain. Desa ini terkenal dengan kebersamaan warganya yang saling membantu, bahkan dalam perbedaan sekalipun.

Suatu hari, desa tersebut mengadakan sebuah festival tahunan yang dikenal dengan nama "Festival Warna-Warni Keberagaman". Festival ini adalah bentuk perayaan atas keberagaman yang ada di desa tersebut, di mana setiap kelompok budaya dapat menampilkan kekayaan tradisi mereka. Desa ini menjadi seolah-olah pelangi yang penuh warna, yang menunjukkan bahwa setiap perbedaan dapat menjadi keindahan.

Pada hari festival, jalanan desa dihiasi dengan berbagai macam bunga berwarna cerah. Setiap rumah memperlihatkan bendera dari kain yang memiliki warna dan simbol dari setiap suku yang ada di sana. Anak-anak mengenakan pakaian tradisional yang bervariasi, ada yang memakai pakaian adat Jawa, Batak, Bali, hingga Papua. Mereka bermain bersama, bergandengan tangan, dan tertawa riang tanpa memandang latar belakang suku atau agama masing-masing.

Di tengah keramaian, seorang nenek dari suku Sunda, Nenek Siti, berdiri di atas panggung dan mulai bercerita. Dengan suara yang lembut namun penuh semangat, Nenek Siti menceritakan kisah tentang bagaimana pada masa lalu, suku-suku di desa ini sering berselisih dan berperang satu sama lain. Namun, mereka akhirnya menyadari bahwa perbedaan mereka adalah anugerah yang harus dirayakan, bukan dipertentangkan. "Kita adalah seperti warna-warni pelangi," kata Nenek Siti, "Masing-masing warna memiliki peran penting untuk membuat dunia ini indah."

Selama festival, berbagai kelompok menampilkan tarian, musik, dan makanan tradisional mereka. Ada tari Pendet dari Bali yang penuh gerak gemulai, ada juga musik tradisional dari suku Dayak yang menggetarkan hati. Makanan khas dari setiap daerah pun disajikan, seperti rendang dari Minangkabau, gudeg dari Yogyakarta, hingga papeda dari Papua. Semua orang menikmati hidangan tersebut, merasakan kelezatan yang berbeda, tetapi tetap menjadi satu kesatuan dalam kebersamaan.

Festival itu semakin meriah ketika malam tiba. Langit yang gelap dihiasi oleh kilauan lampu warna-warni yang diterbangkan dalam bentuk lentera-lentera. Setiap lentera yang terbang ke langit melambangkan harapan dan doa agar keberagaman selalu dihargai dan dipertahankan.

Di penghujung malam, saat semua lentera sudah terbang tinggi, masyarakat desa berkumpul di alun-alun. Mereka menyanyikan lagu kebersamaan dengan suara yang penuh harapan. Semua yang hadir merasakan keajaiban keberagaman yang membuat desa mereka begitu indah. Tanpa keberagaman, desa itu tidak akan pernah seindah pelangi yang mereka lihat setiap hari.

Malam itu, mereka kembali ke rumah masing-masing dengan hati penuh kebahagiaan. Mereka tahu, bahwa meskipun berbeda, mereka adalah bagian dari satu kesatuan yang lebih besar. Dan keberagaman itu, adalah keajaiban yang harus terus dirayakan, sepanjang masa.

Cerita dalam Bahasa Daerah

Judul: Manguni Warna-warni Bineka

Di desa Nanasi, di tanah yang subur dan damai, hidup masyarakat yang berasal dari berbagai suku dan latar belakang. Ada yang berasal dari suku Manguni, ada yang dari suku lain, tetapi meskipun begitu, mereka hidup rukun dan saling menghargai. Mereka tahu bahwa setiap perbedaan adalah bagian dari keindahan hidup yang harus dirayakan bersama.

Suatu hari, masyarakat Nanasi memutuskan untuk mengadakan sebuah perayaan besar yang disebut "Torang Ba Bineka". Itu adalah acara yang menunjukkan betapa indahnya perbedaan suku, budaya, dan agama yang ada di desa mereka. Semua warga berkumpul, mengenakan pakaian adat dari masing-masing suku, dan siap untuk merayakan keberagaman.

Pada hari perayaan, suasana di desa penuh dengan warna. Jalan-jalan dihiasi dengan bendera dan umbul-umbul yang mencerminkan setiap suku yang ada. Anak-anak dengan riang mengenakan pakaian adat Manguni yang penuh dengan warna cerah, sementara suku-suku lainnya juga mengenakan pakaian tradisional mereka. Setiap langkah mereka adalah gambaran bahwa perbedaan itu adalah keindahan yang harus dijaga.

Seorang tetua adat Manguni, Pak Boro, berdiri di depan masyarakat dan berkata, "Torang ada'na warna, torang ada'na rupa, tapi sapa jadi satu! Manusia itu warna-warni, satu bangsa, satu tanah. Bineka itu bukan hanya kata, tapi cara hidup kita!" (Kita punya warna, kita punya rupa, tapi kita satu! Manusia itu beragam, satu bangsa, satu tanah. Bhinneka itu bukan hanya kata, tetapi cara hidup kita!)

Kata-kata Pak Boro menggugah hati semua yang mendengarnya. Setiap kelompok suku menampilkan tarian dan musik khas mereka. Ada tari Manguni yang memukau, dengan gerakan yang menggambarkan kekuatan dan kebijaksanaan. Suku-suku lain juga tidak ketinggalan, menampilkan tarian dan lagu yang menggambarkan sejarah dan budaya mereka.

Makanan khas dari setiap suku pun disajikan. Ada sinonggi khas Manguni, woku dari Manado, hingga papeda dari Papua. Semua orang menikmati hidangan tersebut bersama, menyadari bahwa setiap cita rasa, meski berbeda, adalah bagian dari keberagaman yang indah.

Malam harinya, ketika langit sudah gelap, lentera-lentera diterbangkan ke angkasa. Setiap lentera yang terbang melambangkan harapan akan masa depan yang damai dan penuh toleransi. Semua yang hadir menatap langit, merasa bahagia dan bersyukur bisa hidup di desa yang penuh dengan warna-warni keberagaman ini.

Acara tersebut mengakhiri malam dengan nyanyian bersama, lagu yang menggambarkan persatuan dan kebersamaan. "Torang bisa, torang satu, walau beda-beda," mereka bernyanyi dengan suara serentak. (Kita bisa, kita satu, meskipun berbeda).

Pada malam itu, masyarakat Nanasi tidur dengan hati yang penuh kedamaian, tahu bahwa keberagaman adalah kekuatan yang akan membawa mereka menuju masa depan yang lebih baik. Karena seperti pelangi yang indah, keberagaman itu adalah keajaiban yang perlu dirayakan.

Baca berita menarik Sripoku.com lainnya di Google News

Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved