Pilkada Musi Rawas 2024

Nasib Oknum Lurah di Musi Rawas yang Tertangkap Tangan Galang Massa ke Paslon Tertentu

- Nasib oknum Lurah Sumber Harta yang tertangkap tangan sedang melakukan penggalangan massa untuk salah satu paslon

Penulis: Eko Mustiawan | Editor: Yandi Triansyah
Warga Kelurahan Sumber Harta
Rekaman CCTV tertangkapnya oknum Lurah Sumber Harta, Musi Rawas yang diduga melakukan penggalangan masa untuk mendukung Paslon tertentu di Pilkada Musi Rawas oleh warga. 

SRIPOKU.COM, MUSI RAWAS -- Nasib oknum Lurah Sumber Harta yang tertangkap tangan sedang melakukan penggalangan massa untuk salah satu paslon yang maju di Pilkada Musi Rawas. 

Oknum Lurah Sumber Harta itu diketahui menggalang massa pada Jumat (1/11/2024) lalu. Bahkan kejadian itu sempat viral di media sosial di Musi Rawas. 

Aksi oknum lurah itu juga terekam kamera CCTV, sehingga menyebar ke mana-mana. 

Lantas bagaimana nasib oknum lurah tersebut, setelah aksinya menggalang massa terungkap ke publik ?

Koordinator Akademi Pemilu Demokrasi (APD) Musi Rawas, Khoirul Anwar S.Pi, MH mengatakan, jika kejadian tersebut dapat dibuktikan kebenarannya, maka hal itu merupakan preseden yang sangat buruk bagi demokrasi di Musi Rawas. 

Menurutnya, Paslon Kepala Daerah yang berasal dari petahana, memiliki potensi kerawanan pelanggaran keterlibatan Aparatur Sipil Negara (ASN) yang turut aktif mendukung paslon petahana. 

"Petahana ini memiliki potensi akan menggunakan kekuasaannya untuk mengerahkan infrastruktur yang ada baik melakukan penekanan terhadap ASN, kebijakan dan keputusannya," kata Khoirul Anwar, Kamis (7/11/2024).

Pilkada serentak ini bukan baru pertama kali ini dilaksanakan di Musi Rawas, namun sudah tiga kali dilaksanakan.

Artinya baik paslon dan partai pengusung, tentu sudah mengetahui tentang norma-norma hukum yang mengatur Pilkada serta larangan-larangannya. 

"Bahkan, netralitas ASN selalu muncul pada kajian indeks kerawanan pemilu (IKP). Ini, berdasrakan pengalaman saya yang pernah menjadi anggota Bawaslu Musi Rawas," jelasnya.

Kemudian terkait kasus oknum Lurah Sumber Harta yang tertangkap oleh warga melakukan pendataan untuk mendukung paslon tertentu.  

Hal itu, dapat berpotensi melanggar sanksi adminstratif, kode etik ASN dan bahkan tindak pidana pemilihan. 

"Hal itu ketentuan pasal 71 ayat (1) terkait pejabat negara, TNI/Polri, ASN dan Kepala Desa/Lurah dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu paslon," katanya.

Ancaman dari ketentuan tersebut adalah pidana sebagaimana diatur di pasal 188 UU pilkada yakni penjara paling singkat 1 bulan paling lama 6 bulan. 

"Tak hanya itu, oknum Lurah tersebut juga berpotensi melanggar ketentuan netralitas ASN dengan sanksi ringan, sedang dan berat," ucapnya.

Untuk sanksi kode etik, Bawaslu hanya cukup melakukan kajian awal saja tanpa memanggil oknum Lurah tersebut, untuk meneruskan langsung ke Badan kepegawaian Nasional, selanjutnya BKN yang akan melakukan kajian dan putusan pelanggarannya. 

"Bahkan, harusnya Bawaslu juga tidak harus menunggu laporan dari masyarakat, karena kejadian ini sudah viral dan bukti pendukung bahkan sudah diviralkan oleh masyarakat," jelasnya.

Artinya, Bawaslu hanya tinggal memastikan kevalidan barang bukti tersebut. Namun, apabila kejadian ini sudah masuk laporan ke Bawaslu, Bawaslu juga dapat mengembangkan kasus ini. 

"Jika itu terbukti, selanjutnya Bawaslu harus melakukan penelusuran, apakah hal itu atas inisiatif sendiri atau ada instruksi terselubung yang dilakukan oknum-oknum pejabat lainnya," tegasnya.

Kemudian, jika ada instruksi terselubung menggerakkan pejabat ASN untuk mendukung salah satu paslon yang dilakukan secara terstruktur, sistematis dan masif.

Maka Paslon yang terlibat dapat dikenakan sanksi administratif TSM yaitu pembatalan paslon.

"Namun, kendala penanganan kasus pelanggaran pilkada yang dialami Bawaslu soal waktu penanganan kajian pelanggaran, yang hanya 3 plus 2 hari saja," ungkapnya.

Untuk itu, Komisioner Bawaslu dituntut kerja profesional dan mampu menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran pemilu dalam waktu singkat tersebut. 

"Tapi, Bawaslu sebenarnya juga dapat meminta keterangan saksi ahli untuk dimintai keterangan ahli. Sehingga tidak bertumpu pada saksi-saksi yang harus dihadirkan oleh pelapor," katanya. 

Menurutnya, dengan adanya video dan bukti dokumen data pemilih untuk memilih paslon tertentu, itu sudah terpenuhi unsur pelanggaran tindak pidana pemilihan sesuai pasal 71 jo pasal 188 dan melanggar kode etik ASN berdasarkan ketentuan UU 5 tahun 2014 tentang ASN dan PP No 94 tahun 2021 tentang larangan ASN. 

"Saya mendesak agar Bawaslu dapat menangani kasus oknum lurah tersebut. Karena, kejadian ini telah menciderai demokrasi di musi rawas, bahkan beritanya sudah viral ke daerah-daerah lainnya," imbuhnya.

Bawaslu dapat memproses kasus ini agar tidak terulang kembali kejadian yang serupa. Meminta kepada seluruh paslon untuk menahan diri agar tidak mengorbankan ASN untuk dijadikan subjek suksesi mendapatkan kekuasaannya. 

"Biarkan ASN tetap menjadi pelayan masyarakat yang profesional sesuai ketentuan yang ada," tutupnya.

Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved