Mimbar Jumat: Hati yang Selalu Selesai

Mimbar Jumat Keberadaan manusia terdiri dari dua unsur besar yakni anasir tubuh kasar atau jasad dan anasir tubuh halus atau ruh.

Editor: adi kurniawan
Sripoku.com/Syahrul Hidayat
Masjid Sultan Mahmud Badaruddin Jayo Wikromo atau Masjid Agung Palembang -- Inilah panduan sholat tarawih dan bacaan niat solat tarawih sebagai makmum di masjid, yang dimulai malam ini 

Tiap-tiap tingkatan ruh memiliki kedudukan dan fungsi masing-masing dan harus dilatih melalui aktivitas zikir kepada Allah SWT.

Kegiatan zikir yang terus menerus sangat berpotensi untuk melatih hati (qalb) dan jiwa agar menjadi tenang (mutmainnah) (QS, al-Ra’ad: 28).
 
Dalam tradisi thariqah seorang mursyid atau guru ruhani selalu mengajarkan latihan zikir dengan menyebut dengan lisan atau mengingat dalam hati terhadap Allah dalam jumlah yang banyak.

Hal ini dimaksudnya untuk meminimalisir konsentrasi dan ingatan manusia terhadap selain Allah. Latihan zikir biasanya dibarengi dengan pemahaman yang mendalam mengenai posisi manusia sebagai hamba dan Allah sebagai Khaliq atau pencipta seluruh eksistensi alam raya.

Pemahaman ini harus tuntas sehingga manusia benar-benar mengenal posisi dirinya. Proses mengenal diri (‘arafa nafsahu) secara otomatis adalah proses mengenal Tuhan (‘arafa rabbahu).
 
Proses mengenal diri harus sampai pada tingkat ketuntasan pengenalan yang sesungguhnya sehingga utuh melihat kedirian yang terdiri atas Ruh dan Jasad. Salah satu ciri seseorang yang telah mampu mengenal dirinya adalah dapat mengenal diri sejati.

Diri sejati adalah Ruh yang menggerakkan jasad. Jika Ruh adalah eksistensi keabadian, maka jasad adalah bentuk keterbatasan manusia. Karena itu, menyadari diri sejati merupakan kunci untuk sampai pada tingkat ma’rifat al-ruh. Ibadah fisik, zhahir, badaniah, eksoteric dan gerak tubuh tidak dianggap bermakna jika tidak disadarinya aktivitas ruh, bathin, dan esoteric ini.

Aktivitas ruh sesungguhnya telah terjadi sejak zaman azali dan mampu melakukan penyaksian (syahadah) kepada Tuhan (QS, al-A’raaf: 172). Namun kesadaran itu terhalang ketika ruh telah tersembunyi dibalik tubuh kasar yang dilingkupi oleh unsur-unsur nafsu duniawiah yang mengajak pada penolakan terhadap kesadaran ke-Tuhanan murni (illallah), dan justru mengajak pada pengabdian kepada banyal illah yang lain.
 
Pemaknaan terhadap kalimat La ilaha illa allah bagi pengamal ajaran tasawuf adalah ketegasan kesadaran manusia untuk menolak apapun selain Allah SWT baik sebagai eksistensi (wujud), tujuan hidup (maqsud), dan sebagai yang berhak disembah (ma’bud).

Karena itu, latihan pemurnian tauhid ini perlu disertai dengan proses menghilangkan penyakit batin berupa tamak, iri, riya’, ‘ujub, dengki, hasud, takabur, sum’ah, dan seterusnya. Selanjutnya, seorang pengamal ajaran tasawuf harus memelihara sifat, qana’ah, zuhud, tawadhu’, dan ridha.

Seseorang yang masih menyimpan banyak penyakit hati dapat dipastikan tidak akan sampai pada tingkat pengenalan diri yang utuh, bahkan tertolak semua amal ibadanya meskipun secara zhahir terlihat ta’at melakukan ritual ibadah secara fikih (QS, al-Ma’un: 4-7).

Hati yang lalai (ghaflah) tidak mampu mengenal Tuhan, sebaliknya hati yang senantiasa berzikir akan selalu terhubung kepada Allah SWT.

Terkait dengan keutamaan zikir, sangat penting menyimak sebuah hadits Nabi Muhammad SAW, bahwa: “Maukah kuceritakan kepadamu tentang amalmu yang terbaik dan paling bersih dalam pandangan Allah SWT, serta orang yang tertinggi derajatnya di antara kamu, yang lebih baik dari menyedekahkan emas dan perak serta memerangi musuh-musuhmu dan memotong leher mereka, dan mereka juga memotong lehermu (jihad)?” Para sahabat bertanya, “Apakah itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Zikir dan Ridha kepada Allah SWT.” (H.R. al-Baihaqi).

Orang yang selalu berzikir baik dalam keadaan berdiri, duduk, dan berbaring akan lebih cepat memiliki hati yang Ridha kepada Allah. Namun hati yang lalai akan selalu negatif dalam melihat ketentuan Tuhan.
 
Kelalaian yang paling buruk dalam hidup seseorang adalah lengahnya hati dari mengingat Allah dalam setiap tarikan napas.

Tradisi thariqah mengajarkan untuk senantiasa tidak berpaling dari Allah SWT. Meskipun seorang hamba sedang melakukan aktivitas sehari-hari yang terlihat tidak ada hubungan dengan urusan agama, namun sesungguhnya dapat dimaknai dengan cara menghubungkan tali wasilah dengan Allah melalui zikir.

Aktivitas atau pekerjaan yang sedang dilakukan justru menjadi wasilah untuk terhubung dengan Allah SWT. Inilah makna dari ayat dalam QS. al-Baqarah: 113, “Dan kepunyaan Allah-lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Allah. Sesungguhnya Allah Maha Luas (rahmat-Nya) lagi Maha Mengetahui”. Ayat ini menegaskan betapa pandangan hamba yang berzikir akan menemukan tuhan atau kesadaran ketuhanan di manapun berada, meskipun dalam aktivitas keseharian.

Aktivitas zikir tidak menjadikan seseorang meninggalkan urusan dunia, karena dalam setiap urusan dunia akan pasti terpandang “wajah” Allah SWT dalam arti yang sangat otentik dan private.

Indikator keterhubungan seseorang hamba kepada Tuhan dalam aktivitasnya dapat teridentifikasi dari ucapan lisannya yang selalu menyebut nama-nama Tuhan.

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved