Berita UMKM
Tikar Purun Pedamaran Sumber Tambahan Penghasilan Rumah Tangga hingga Menjaga Warisan Leluhur
Sudah berpuluh-puluh tahun aktivitas menganyam tikar purun digeluti masyarakat Pedamaran, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan Sumsel
Penulis: Nando Davinchi | Editor: Yandi Triansyah
SRIPOKU.COM, KAYUAGUNG - Sudah berpuluh-puluh tahun aktivitas menganyam tikar purun digeluti masyarakat Pedamaran, Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI), Sumatera Selatan (Sumsel).
Bagi masyarakat Pedamatan tikar purun selain memberikan penghidupan, juga melestarikan budaya membuat tikar yang sudah turun temurun dari nenek moyang mereka.
Purun adalah tumbuhan sejenis rumput atau gulma yang banyak tumbuh di wilayah gambut.
Sebagian besar wilayah Pedamaran mayoritas merupakan lahan gambut dan ditumbuhi oleh purun.
Purun inilah yang dimanfaat warga di sana untuk membuat kerajinan, mulai dari tikar, topi hingga sajadah.
Salah satu pengrajin, Ernaini (59) warga Desa Lebuh Rarak, mengatakan tinggal tersisa beberapa keluarga saja yang masih membuat tikar purun dan dijadikan mata pencaharian.
"Walaupun sekarang peminat tikar yang semakin berkurang dan penjualan semakin sulit. Tetapi masyarakat Pedamaran akan terus membuat tikar karena merupakan warisan dari leluhur," katanya dibincangi disela menganyam pada Senin (15/7/2024) sore.
Dijelaskan kegiatan menganyam tikar biasa dilakukan sejak pagi hari, proses menganyam helai demi helai dilakukan bersama dengan tetangga sekitar yang diselingi dengan mengobrol santai.
"Kalau rata-rata perhari bisa selesai 3 sampai 4 lembar dan perbulan 50 lembar tikar. Alhamdulillah bisa memenuhi untuk kebutuhan keluarga," paparnya.
Menurut emak-emak satu ini, belajar menganyam purun tikar di dapatkan dari orangtuanya sejak puluhan tahun lalu.
"Kerajinan ini sudah turun-temurun dilakukan di desa kami. Sudah lebih dari 30 puluh tahun lalu," katanya, sembari perlihatkan kelihaiannya menganyam tikar purun tersebut.
Diutarakan kembali, sejak 5 tahun terakhir ia bersama warga lainnya mencoba meningkatkan daya jual dengan memproduksi tikar bermotif dan membuat tas, topi dan sajadah berbahan dasar anyaman purun.
"Setelah adanya ide tersebut, pemesan menjadi semakin ramai dan bahkan dikirim sampai ke Lampung, Jawa, dan Bali," bebernya pendapatan semakin meningkat.
Diungkapkan jika harga beli satu ikat purun yang menjadi bahan utama pembuatan tikar berkisar Rp. 10 ribu, yang nantinya dapat dibuat menjadi 3 lembar tikar.
"Harga jualnya yang sudah jadi hanya Rp 15 ribu tikar putih (polos), sedangkan untuk tikar bermotif Rp 50 ribu, sajadah Rp 100 ribu, tas bermotif 50 ribu dan topi sekitar Rp 25 ribu," paparnya.
Meskipun penjualan masih stabil, beberapa waktu terakhir Ernaini mengaku kesulitan mendapatkan bahan baku purun kering.
"Sekitar puluhan orang pengrajin di sini memperoleh bahan baku purun dari Lebak gembalan di daerah sepucuk, Kecamatan Pedamaran Timur. Di saat memasuki musim kemarau seperti ini air rawa di sana menjadi surut dan perahu tidak dapat menjangkau lokasi," jelasnya.
Dengan begitu, warga sekitar menjadi kesulitan peroleh bahan baku utama pembuatan kerajinan dan tikar yang dihasilkan semakin sedikit.
"Sudah beberapa hari ini tidak ada lagi yang jual purun kering lagi, sementara persediaan kami semakin menipis. Kemungkinan keadaan ini akan bertahan hingga 2-3 bulan ke depan," jelasnya menyayangkan situasi terjadi ketika pesanan sedang ramai.
Dijelaskan untuk proses pembuatan tikar cukup panjang mulai dari mengambil purun dari lahan gambut atau rawa, dengan cara dicabut dan di bidas atau diikat.
"Setelah diambil lalu di ikat menjadi ikatan bidas (bulat) dan dikirim melalui sungai kecil ke desa-desa di Pedamaran, dengan menggunakan perahu ketek yang menarik bidas-bidas itu dengan cara dihanyutkan," jelasnya.
Proses selanjutnya, purun dikeringkan selama 2 hari dan kemudian dipipihkan dengan cara ditumbuk sekitar 3 jam dengan kayu antan (alat penumbuk) sampai purun menjadi halus agar mudah dianyam.
Kemudian untuk tikar yang memiliki motif, pembuatan sesuai warna dan teknik anyaman. Terdapat pewarnaan khusus yang diperoleh dari warna tekstil.
"Purun direbus ke dalam panci berisi air yang sudah dicampur dengan pewarna tambahan. Direbus lalu diwarnai dengan variasi warna seperti hijau, merah, kuning atau biru lalu dijemur," tutupnya.
Kisah Inspiratif Dari Guru Honorer Bergaji Rp 70 Ribu, Desy Kini Sukses Bisnis Kuliner yang Mendunia |
![]() |
---|
Gelar PKM di Ogan Ilir, UIGM Palembang Pasarkan Kerajinan Kain dan Purun Burai di Platform Digital |
![]() |
---|
Teruskan Usaha Sang Ayah, Pria di PALI Tetap Bertahan Jualan Es Kapal Jajanan Legend Tahun 80-an |
![]() |
---|
Harga Terong Anjlok, Petani di Musi Rawas Terpuruk, Ongkos Jual Tak Sebanding dengan Biaya Pupuk |
![]() |
---|
Mengenal Lesehan Terapung Ngas As OKU Selatan, Kulineran Sembari Melihat Pemandangan Danau Ranau |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.