Pilkada Serentak 2024

Pilkada Serentak 2024: Re-Empowering dan Legitimasi Leadership

Tahapan dan Jadwal Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2024

|
Editor: adi kurniawan
istimewa/net
Ilustrasi -- Pemilihan Kepala Daerah  (Pilkada) akan dilaksanakan secara serentak pada 27 November 2024 

Pilkada Serentak 2024: Re-Empowering dan Legitimasi Leadership

Oleh: Abdullah Idi/Guru Besar Sosiologi UIN Raden Fatah Palembang

SRIPOKU.COM -- Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) akan dilaksanakan secara serentak pada 27 November 2024. Hal ini berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Nomor 2 Tahun 2024 tentang Tahapan dan Jadwal Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota Tahun 2024.

Berbagai kalangan berpandangan  bahwa ‘pesta’  Pilkada Serentak  nantinya sangatlah krusial karena tidak hanya pentingnya memperoleh pemimpin daerah yang terbaik-berlegitimasi yang diharapkan sebagai langkah dan respons positif terhadap “empowering” pembangunan  otoda yang selama ini terkesan  berjalan apa adanya alias ‘stagan’’ belum sesuai dengan harapan awal pelaksanaannya dimana pertama kali pelaksanaannya berdasarkan  UU No. 22 Tahun 1999.

Mendagri, Tito Karnavian (RRI.co.id./20 Juli 2024) dalam FGD tentang ‘Memperkuat Otonomi Daerah Melalui Pilkada’,  menjelaskan, Pilkada serentak 2024 bertujuan mengsinkronisasi program program pemerintah pusat dan daerah, dimana negara kesatuan, kekuasaannya dipegang oleh otonomi daerah.

Hasil evaluasi perjalanan negara (pemerintahan) selama ini belum memperlihatkan kontribusi yang optimal dalam proses kemajuan bangsa.

Tito juga mengatakan pernah merilis data bahwa terdapat sekitar 62-84  persen kepala daerah terlibat korupsi.

Pengamat Sosial di Sumatera Selatan, Abdullah Idi.
Pengamat Sosial di Sumatera Selatan, Abdullah Idi. (Sripoku.com/Reigan Riangga)

Dalam FGD tersebut, Mantan Menkopolkam, Mahfud MD, mengungkapkan pada Pilkada 2024 nanti, diharapkan dapat menghasilkan para pemimpin atau pejabat daerah (gubernur, bupati/walikota)  yang memang berkualitas (berlegitimasi) dalam arti sebenarnya, dimana tidak hanya  mengedepankan elektabilitas dan popularitas tetapi juga  kualitas (kinerja) dan moralitas.

Seperti diketahui bahwa pelaksanaan Otoda sejak 1999 hingga kini telah mengalami perubahan. Pelaksanaan Otoda daerah juga telah mengakibatkan perubahan sistem pemerintahan di Indonesia yang tentunya berdampak pada kehidupan masyarakat Indonesia.

Ada beberapa landasan pelaksanaan Otoda di Indonesia yakni tujuan politik, tujuan administrasi dan tujuan ekonomi. Tujuan ideal Otoda sejak 1999 ternyata dalam implementasinya tidaklah selalu selaras dimana terdapat tantangan-tantangan yang bisa bertalian dengan hukum dan sosial-budaya.

Salah satu faktor penyebab pelaksanaan Otoda belum optimal yakni faktor regulasi yang bertalian dengan penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pelaksanaan regulasi, dimana telah diselesaikan berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004.

Tetapi, dalam implementasinya, ketidakjelasan pengaturan UU tersebut seringkali menimbulkan konflik antarstruktur pemerintahan daerah yang tidak efektif dan efisien.

Salah satu kasus hangat terkini, misalnya, bertalian dengan pengelolaan sumber daya alam dan mineral. Kasus mal-praktek pengelolaan tambang Timah Bangka, Provinsi Bangka-Belitung, tentu sangat memprihatinkan.

Selain berpotensi merugikan negara sekitar hingga Rp271 Trilun, tidak tahu persis sejauhmana adanya penyerapan anggaran untuk   kemanfaatan pembangunan dalam infrastruktur dan sumber daya manusia (human-resources), baik kepentingan nasional maupun regional.

Suatu hal pasti bahwa pihak aparat sedang dan terus melakukan pemeriksaan terhadap pihak-pihak yang diduga ikut andil dalam potensi ‘mega korupsi’.

Kasus ekploitasi sumber daya alam mineral-timah tersebut menunjukkan bahwa konsep sentraslistik (pusat) dan  de-sentralistik-otonomi daerah, belum menunjukkan suatu kondisi  relasi konstruktif dan selaras antara pemerintah pusat  dan pemerintah daerah.

Selain itu, ke depan, patut diketahui bahwa  masih terdapat sejumlah permasalahan dan tantangan dalam pelaksanaan Otoda yang memerlukan respons dan solusi dari para pemimpin terpilih nantinya.

Antara lain: secara umum, pemahaman konsep sentralisasi, desentralisasi  dan otoda terkesan belum mantap, kondisi sumber daya manusia atau aparatur pemerintah daerah yang belum sepenuhnya atau satu visi dalam pelaksanaan Otoda, masih terdapat potensi konflik antardaerah, adanya eksplotasi sumber daya alam, tingginya tingkat korupsi di daerah,  beragam visi dan program pembangunan dalam bidang sosial-ekonomi, pendidikan, dan kesehatan di daerah  tidak berjalan semestinya, dan kadangkala karena alasan pembangunan, aspirasi masyarakat daerah sering terabaikan.

Secara spesifik,  tantangan-tantangan  pada  pembangunan di era  Otoda, antara lain: kemiskinan, korupsi, pengangguran pemuda, akses pendidikan, kejahatan siber, gizi dan kesehatan, pelecehan seksual, perubahan iklim dan bencana alam, kekerasan rumah tangga, penipuan dan judi online (melibatkan rumah tangga dan pelajar/pemuda), disproporsionalitas pengelolaan sumber daya alam (timah, nikel, batubara), dan lain sebagainya.

Jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, berdasarkan data IMF per April 2024, tingkat pengangguran Indonesia menempati urutan pertama, dimana mencapai 5,2 persen.

Data BPS 2023 menunjukkan bahwa terdapat sekurangnya 452.713 lulusan S1, S2, dan S3 yang tergolong NEET (not in employment, education, and training), sedangkan lulusan diploma terdapat 108.464 orang (Kompas.Com/20 Mei 2024).

Sementara itu, secara total jumlah anak muda berusia 15-24 tahun yang tergolong NEET ada 9,9 juta (22,25 persen) dari 44,7 juta anak muda kelompok  Gen  Z.

Dilihat dari jenis kelaminnya, anak muda yang tergolong NEET yakni perempuan mencapai 5,73 juta orang  (26,54 persen) dan laki-laki 4,17 juta (18,21 persen).

Bila dilihat dari umurnya, anak muda tergolong NEET paling banyak berada pada usia 20-24 tahun sebanyak 6,46 juta orang dan usia 15-19 tahun sebanyakn 3,4 orang.

Bila dilihat berdasarkan pendidikannya, anak muda tergolong NEET paling banyak merupakan lulusan sekolah menengah atas (SMA) yakni sebanyak 3,57 juta orang.

Untuk  anak muda lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK) mencapai 2,29 juta orang, lulusan sekolah menengah pertama (SMP) sebanyak1,84 juta orang, dan sekolah dasar (SD) sebanyak 1,63 juta.

Beberapa tantangan dan masalah pembangunan nasional dan pembangunan daerah/otonomi daerah yang telah dikemukakan, seharusnya patut menjadi perhatian semua pihak.

Salah satunya, pada Pilkada 2024, sedapat mungkin perlunya betul menghasilkan pemimpin daerah (gubernur, bupati, walikota) yang berlegitimasi: memiliki prestasi (kinerja baik) dan bereputasi (moralitas sosial).

Seorang pemimpin daerah  yang berlegitimasi, diharapkan dapat membuat rencana pembangunan daerah yang bersinergi dengan pemerintah pusat.

Untuk itu, Pilkada 2024, diharapkan memang terpilih para pemimpin daerah yang berlegitimasi. Legitimasi merupakan penerimaan dan pengakuan masyarakat terhadap hak moral pemimpin untuk pemerintah, membuat dan melaksanakan keputusan politik.

Legitimasi seorang pemimpin daerah bertalian erat  dengan kekuasaan dan kewenangan yang berhubungan dengan pemerintah dan masyarakat (rakyat) yang dipimpin.

Suatu pemerintahan daerah yang berlegitimasi apabila mendapat pengakuan dan dukungan masyarakat terhadap sistem politik atau pemerintahan yang berwenang.

Sekurangnya ada lima objek legitimasi, yakni masyarakat politik, hukum, lembaga politik, pemimpin (daerah) politik, dan kebijakan.

Jika, kelima objek legitimasi tersebut diabaikan sebagiannya akan berdampak pada kurangnya pengakuan dan dukungan dari publik maka pemerintah yang berkuasa akan mengalami krisis legitimasi.

Ditengah partai-partai politik sedang sibuk dan bekerja keras dalam memilih calon pemimpin daerah (gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, walikota/wakil walikota, demi kemajuan daerah, maka sangat penting memperhatikan pentingnya keakuatan legitimasi para calon pemimpin daerah yang akan diusungkan dalam pesta Pilkada 2024.

Spirit dan motivasi Otoda, sesungguhnya memilih calon  pemimpin daerah yang betul-betul memiliki nilai manfaat dalam mendukung kemajuan pembangunan daerah yang memang secara demokratis dipilih oleh masyarakat atau publik-politik.

Putera-puteri daerah yang terbaik,  berkualitas dan berpotensi memiliki legitimasi publik-politik yang tinggi  seharusnya dipertimbangkan dan dalam proses seleksi partai-partai politik dalam upaya mengajukan calon pemimpin.

Mempertimbangkan perspektif kepentingan publik-politik,  keputusan partai-partai politik dalam memilih calon kepala daerah seharusnya jangan mengabaikan kepentingan publik yang akan dipimpin.

Seorang calon pemimpin daerah yang berlegitimasi yakni setidaknya memiliki prestasi (berlatar belakang kinerja yang baik: birokrat, politisi, tokoh agama, tokoh pemuda, akademisi); dan memiliki reputasi (akhlakul karimah, integritas, etika, terdidik,  dan moralitas): tidak pernah tersangkut kasus korupsi misalnya.

Dari pandangan agama, seorang pemimpin berlegitimasi  4 (empat) sifat perlu memiliki sekurangnya empat sifat  kelebihan dalam menjalankan kepemimpinannya: siddiq (jujur), tabligh (menyampaikan/kemampuan berkomunikasi dan bernegosiasi), amanah (bertanggung jawab dalam menjalankan tugasnya), dan fathanah (cerdas dalam membuat perencanaan, visi, misi, program dan strategi implementasinya).

Ke depan, dengan terpilihnya calon pemimpin daerah yang berlegitimasi (berpretasi dan bereputasi) diharapkan dapat mereduksi dan merespons secara positif terhadap berbagai persoalan dan permasalahan yang pembangunan daerah di era Otoda, sehingga para pemimpin baru nantinya merupakan suatu harapan sebagai ‘re-empaworing’  dan ‘re-positioning’ Otoda yang lebih mencerahkan.

Akhirnya, siapapun ditakdirkan menjadi pemimpin daerah pada 2024-2029 yang dipilih melalui Pilkada yang demokratis, diharapkan memiliki legitimasi yang tinggi demi perubahan, kemajuan masyarakat  dan bangsa. HR. Al-Bukhari dan Muslim mengatakan: “setiap kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban atas yang dipimpinnya”.

Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved