Pemilu 2024

Usul Politikus Legalkan Politik Uang Tanda Kegagalan Fungsi Parpol, Pengamat:  Benahi Sistem Pemilu

usulan melegalkan money politic menandakan bahwa ada kegagalan fungsi Parpol dalam instrumen demokrasi di Indonesia.

Penulis: Abdul Hafiz | Editor: Abdul Hafiz
Handout
Koordinator Wilayah Public Trust Institute Fatkurohman SSos; Anggota Komisi II DPR RI Fraksi PDIP Hugua 

SRIPOKU.COM, PALEMBANG - Terkait dengan usulan melegalkan money politic dalam PKPU atau Peraturan Komisi Pemilihan Umum terkait dengan Pemilu pada 2029

oleh partai politik ini dinilai menandakan bahwa ada kegagalan fungsi Parpol dalam instrumen demokrasi di Indonesia.

"Salah satu dari fungsi Parpol yang paling mendasar adalah mengadakan pendidikan politik bagi masyarakat. Nah money politic merupakan

bagian dari kegagalan pendidikan politik demokrasi yang ada di Indonesia saat ini." ungkap pengamat Fatkurohman SSos kepada Sripoku.com, Kamis (16/5/2024).

Peneliti Public Trust Institute Bung Fatkurohman mengakui memang tidak bisa dipungkiri bahwa money politic di Indonesia dalam momentem pemilu itu sangat tinggi.

Ia mencontohkan di Kota Palembang saja tercatat berdasarkan data Public Institute pada Januari 2024 menjelang Pemilu 2024 ada sekitar 56 persen pemilih yang menyatakan mau menerima money politic di Kota Palembang.

Bung FK mengatakan hal ini menandakan bahwa hampir separoh lebih di Kota Palembang sangat rentan money politic.

Ini bukan tanpa alasan. Ini merupakan bagian dari gunung es sistem pemilu dari pemilu ke pemilu dan puncaknya Pemilu 2024 kemarin sangat massive dan tentunya ini menjadi catatan penting.

"Dan terkait dengan hal ini, saya pikir bukan melegalkan. Tapi bagaimana pembenahan dari sistem pemilihan umum itu sendiri. Bukan hanya sekadar melegalkan.

Tapi bagaimana negara ini bisa hadir dalam hal pendidikan politik, terutama bagaimana fungsi Parpol dalam pendidikan politik itu bisa maksimal," kata Koordinator Wilayah Public Trust Institute ini.

Seperti dulu ada wacana bagaimana Parpol itu dibiayai oleh negara dengan demikian negara mempunyai pengawasan instrumen terhadap Parpol yang untuk menjalankan fungsi Parpol dengan benar dalam hal sistem demokrasi.

Bukan melakukan pelegalan money politic karena aktor-aktor money politic bukan masyarakat. Akan tetapi masyarakat bersifat pasif,

tetapi yang aktif adalah para pelaku politik yang merupakan politisi-politisi yang akan maju di Pemilu dalam momen demokrasi.

"Dan yang perlu dibenahi itu sebenarnya pelaku-pelaku politik itu sendiri. Bukan harus membuat money politic. Saya pikir itu wacana yang tidak sesuai dengan ruh dari pesat demokrasi," ujar mantan Sekjen IKA FISIP Unsri.

Karena dari sisi ini adalah bagaimana semua elemen semua parpol dan pelaku politik untuk bisa mencerdaskan pemilih. Dan instrumen ini tampaknya belum terlaksana denga baik, dengan maksimal.

Yang kedua, bagaimana sistem pengawasan penyelenggaraan pemilu. Dari sisi pengawasan terhadap praktik-praktik ini juga

belum maksimal. Terutama bagaimana fungsi Bawaslu dalam melakukan penindakan, pengawasan terhadap praktik money politic.

Selama ini kita tahu bahwa praktik money politic itu bisa ditindak ada laporan. Terkait dengan inisiatif pengawasan Pemilu ini sangat minim. Inisiatif dalam hal ini Bawaslu untuk melakukan penindakan money politic.

Hanya mengandalkan bagaimana laporan-laporan yang masuk. lalu melakukan penindakan. Tentu ini menjadi salah satu catatan lain dari pada usulan bagaimana melegalkan money politic itu sendiri.

"Pendapat saya terkait dengan hal ini adalah saya pikir melegalkan money politic itu bukanlah bagian dari usul yang mencerdaskan.

Justru ini tidak baik untuk pemilih itu sendiri. Dari pada mengusulkan praktik money politic, lebih baik pembenahan sistem pemilu," ujarnya.

fatkur institute
Koordinator Wilayah Public Trust Institute, Fatkurohman SSos

Baca juga: Sosok RA Anita Noeringhati Bacawagub Sumsel Pendamping Mawardi, Singa Betina Parlemen

Apakah sistem terbuka dalam hal ini masih pas untuk demokrasi Indonesia atau justru sistem pemilu tertutup yang pas dengan hanya memilih parpol,

tidak memilih calon anggota legislatif yang secara terbuka (vulgar) yang akhirnya lebih bebas dalam melakukan praktik money politic.

Sementara sistem pengawasan yang ada tidak maksimal dalam melaksanakan pengawasan dalam proses pemilu itu sendiri.

 

Anggota Komisi II DPR RI Fraksi PDIP Viral Usul Legalkan Money Politic Pemilu

Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan atau PDIP, Hugua mengusulkan, agar praktik politik uang dilegalkan dalam pemilu selanjutnya dan Pilkada Serentak 2024 mendatang.

Hal ini dikatakan Hugua saat rapat kerja Komisi II di gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (15/5/2024).

"Bahasa kualitas pemilu ini kan pertama begini, tidakkah kita pikir money politics dilegalkan saja di PKPU dengan batasan tertentu?

Karena money politics ini keniscayaan, kita juga tidak (terpilih tanpa) money politics tidak ada yang memilih, tidak ada pilih di masyarakat karena atmosfernya beda," kata Hugua.

Menurutnya, politik uang merupakan kewajaran di masyarakat. Oleh sebab itu, perlu dilegalkan dengan bahasa batasan jumlah tertentu.

"Jadi kalau PKPU ini istilah money politics dengan cost politics ini coba dipertegas dan bahasanya dilegalkan saja batas berapa sehingga Bawaslu juga tahu

kalau money politics batas ini harus disemprit, sebab kalau barang ini tidak dilegalkan, kita kucing-kucingan terus, yang akan pemenang ke depan adalah para saudagar," ucap Hugua.

Ia menambahkan, kontestasi dengan politik uang tersebut juga sangat berdampak negatif, terutama terhadap orang yang tidak punya modal.

"Jadi sebaiknya kita legalkan saja dengan batasan tertentu. Kita legalkan misalkan maksimum Rp 20.000 atau Rp 50.000 atau Rp 1.000.000 atau Rp 5.000.000," kata Hugua.

Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved