Mimbar Jumat: Fenomena Cinderella Tanpa Sepatu Kaca

Kasus Cinderella yang sedang viral di media sosial seharusnya mampu menjadi informasi penting bahwa pergaulan muda-mudi masa kini sedang tidak baik

Editor: adi kurniawan
Handout
Prof. Dr. Hj. Uswatun Hasanah, M.Ag Dirda LPPK Sakinah Kota dan Dosen UIN Raden Fatah Palembang 

Karakter Cinderella atau si Upik Abu adalah sebagai seorang gadis muda lugu, cantik, baik hati, selalu menghormati dan menyayangi ibu beserta kakak tirinya, meskipun ia diperlakukan sebagai si Upik Abu atau pembantu.

Karena kebaikan, kesabaran dan ketulusannya Ratu Peri selalu siap sedia membantunya, baik dalam menyelesaikan pekerjaan sehari-hari, mengatasi semua persoalan yang dihadapi termasuk untuk bisa hadir di pesta dansa yang diadakan oleh seorang pangeran kerajaan.

Dalam kisah Cinderella di negeri dongeng tersebut, suasana pesta tidak mampu merubah karakter si Upik Abu.

Meskipun telah bertransformasi dalam balutan gaun indah dan sepatu kaca, Cinderella tetap sebagai perempuan sederhana, karismatik, menjaga diri dan memiliki batas pergaulan sehingga pada akhirnya membuat pangeran menyukainya.

Pada masyarakat kontemporer, selain kekeliruan dalam penonjolan karakter Cinderella, menurut para Pakar Psikologi, dongeng Cinderella telah menjadi latar belakang terjadinya gangguan psikologis yang dikenal dengan istilah Sindrom Cinderella Complex (SCC).

Mimpi indah tentang cinta sejati, pertemuan dengan pangeran berkuda, menjadikan perempuan Cinderella tidak mandiri, larut dalam hayal dan berupaya maksimal untuk menonjolkan penampilan fisik agar dapat menarik hati Sang Pangeran impian.

Menurut Colette Dowling perempuan dengan Sindrom Cinderella Complex tidak diajarkan untuk bisa mengendalikan diri dan mencari solusi atas persoalan yang sedang dihadapi.

Fenomena Sindrom Cinderella Complex sangat berkaitan dengan gaya hidup perempuan, yang diipenuhi oleh rasa takut, cemas, gelisah, lemah, tidak memiliki kepercayaan diri, selalu ingin berada di zona nyaman meskipun memilih dan menggunakan cara yang menyimpang.

Para perempuan masa kini seharusnya paham, bahwa 15 abad yang lalu Rasulullah SAW sengaja diutus oleh Allah SWT untuk mengemban misi dakwah dan menegakkan syariat Islam.

Salah satunya adalah untuk mengangkat derajat dan memuliakan perempuan.

Kala itu, hampir merata di seluruh kehidupan masyarakat, perempuan ditempatkan pada sisi yang dimarginalkan. Dianggap sebagai sumber malapetaka, aib dan beban keluarga.

Kemudian Rasul mengajarkan bahwa kedudukan anak perempuan sama dengan anak laki- laki. Selanjutnya ketika perempuan berstatus sebagai seorang ibu maka ia dimuliakan dengan memiliki eksistensi dan fungsi penting yaitu sebagai sekolah pertama bagi semua anak yang dilahirkannya dan menempatkan surga yang dirindukan oleh semua manusia di bawah telapak kakinya.

Dengan kodrat kewanitaan yang menempel erat padanya selanjutnya seorang ibu diberikan derajat tiga kali di atas kaum bapak.

Perempuan adalah kunci kebaikan ummat. Jika diibaratkan material bangunan, perempuan adalah batu bata yang mampu menegakkan bangunan. Ia merupakan material yang mampu membangun generasi penerus manusia.

Jika rusak wanita maka akan rusak pula manusia semuanya. Karena itu untuk bisa membangun ummat, wanita seharusnya mampu menjaga kehormatan, menjunjung tinggi hak Tuhan-nya dan setia menjalankan sunnah Rasul- nya.

Halaman
1234
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved