Banjir di PALI

4 Hari Terendam Banjir, 2 Warga Transmigrasi Tempirai Selatan PALI Mengungsi ke Jambi

Warga Transmigrasi Tempirai Selatan, Kecamatan Penukal Utara, Kabupaten PALI di awal tahun 2024 ini  terancam gagal panen.

SRIPOKU.COM / Apriansyah Iskandar
Kondisi warga Transmigrasi Tempirai Selatan, Kecamatan Penukal Utara, Kabupaten PALI sudah empat hari terendam banjir, Kamis (11/1/2024) 

SRIPOKU.COM, PALI -- Warga Transmigrasi Tempirai Selatan, Kecamatan Penukal Utara, Kabupaten PALI di awal tahun 2024 ini  terancam gagal panen.

Sebab sudah empat hari terakhir banjir setinggi 1,5 meter merendam pemukiman mereka. Sehingga menyebabkan puluhan hektar lahan pertanian mereka mati. 

Tingginya intensitas hujan  menyebabkan Sungai Jelike dan Sungai Penukal di sekitar lokasi Transmigrasi meluap.

Kondisi ini sangat memperihatinkan, di mana lokasi Transmigrasi saat ini dihuni oleh 31 Kepala Keluarga (KK) yang mengolah lahan perkarangan sebagai lahan pertanian yang diberikan Pemerintah seluas 1/4 hektar untuk setiap KK.

Diharapkan dapat menghasilkan hasil panen yang dapat mereka jual, saat ini habis terendam banjir dan kembali gagal panen.

Yanti Istri dari Sugianto warga Transmigrasi asal Jawa tengah hanya bisa mengelus dada, saat ratusan tanaman sayuran dan padi nya habis disapu banjir

Padahal ia sangat berharap hasil panen bisa dijual dan dapat memenuhi kebutuhan hidup. Namun apa mau dikata saat ini tanaman sayur mayur yang sudah ditanam terendam banjir.

"Habis semua direndam banjir pak, jagung, Cabai dan sayuran lainnya habis semua, cabai itu baru di panen dua kali sekarang sudah rusak terendam banjir,"ungkapnya, "Kamis (10/1/2024).

Ia juga mengatakan selama 1 tahun tinggal di lokasi Transmigrasi belum bisa menghasilkan apa-apa dari lahan perkarangan yang Ia kelola bersama suaminya karena selalu rusak terendam banjir.

"Ini merupakan banjir yang terparah dari sebelumnya, kesulitan untuk menanam, selama ini kalau musim penghujan banjir, kemarau terdampak kekeringan, jadi merugi terus,"ucapnya.

Yanti datang dari Semarang Jawa Tengah bersama suami dan ketiga orang anaknya pada bulan Januari 2023 lalu, mengikuti program transmigrasi dari kementerian diharapkan nya dapat merubah nasib di pulau Sumatera.

Saat ini Ia dan keluarganya hanya bisa bersabar dan terus berjuang untuk menggapai semua itu, meski harus berulangkali mengalami kegagalan panen.

"Gagal panen terus pak belum bisa menghasilkan, suami terpaksa harus bekerja serabutan di luar, kalau mengandalkan bantuan jaminan hidup (jadup) yang diberikan tidak mencukupi dan juga bantuan jadup tinggal 6 bulan lagi, sementara dari lahan yang dikelola belum menghasilkan, "ujarnya.

Keluhan serupa juga dialami oleh Yamin salah satu warga transmigrasi lokal di Tempirai Selatan. Yang mana tanaman padi miliknya akan dipanen sebulan lagi, saat ini habis disapu banjir.

Saat ini Yamin harus kembali menelan kerugian disebabkan banjir, tanaman Padi yang ia perkirakan akan menghasilkan uang sebesar Rp 6 juta kini habis sudah, begitu juga dengan tanaman sayuran lainnya.

"Sudah pasti gagal panen lagi, mati semua tanaman terendam banjir, padi yang saya tanam kalau panen nanti diperkirakan akan menghasilkan uang Rp 6 juta,"ungkapnya.

Ia juga mengatakan selama satu tahun tinggal disini sudah 4 kali kebanjiran dengan durasi surut nya Air cukup lama, memakan waktu berminggu-minggu dan selalu gagal panen.

"Waktu pertama kali tinggal di sini tahun 2023 kemarin, banjir pertama Air baru surut sekitar 18 hari, banjir kedua 19 hari, banjir ketiga 5 hari dan sekarang banjir di tahun 2024 ini sudah 4 hari air belum surut, ini yang paling parah karena sudah merendam jalan masuk dengan ketinggian Air sebatas lutut orang dewasa,"terangnya.

Yamin juga mengatakan kalau kondisinya terus-terusan dilanda banjir, warga transmigrasi akan terus merugi karena gagal Panen jika permasalahan ini tidak segera diatasi.

Menurutnya pemerintah harus segera mungkin membantu tanggul penahan Air di sekeliling lokasi Trans dan juga pintu Air serta irigasi agar setiap musim penghujan banjirnya tidak berdampak pada lahan perkarangan warga yang mereka kelola.

"Kalau begini terus harus mulai dari nol lagi, harus beli benih tanaman lagi dan itu perlu modal, harus ada solusinya mengatasi permasalahan warga transmigrasi ini, kasihan warga yang datang dari pulau Jawa, untuk bertahan hidup harus bekerja serabutan karena lahan perkarangan yang dikelola belum menghasilkan apa-apa, sementara Lahan Usaha 1 seluas 3/4 hektar baru dibuka belum dibagikan,"jelasnya.

Sementara Supat warga transmigrasi asal Provinsi Lampung yang mengelola lahan percontohan transmigrasi juga mengalami kerugian akibat banjir ini, yang mana tanaman Padi seluas 3 hektar yang akan dipanen sebulan lagi juga rusak terendam banjir.

Diperkirakan kerugian Supat mencapai Rp 15 - Rp 20 juta akibat banjir yang merendam tanaman padi miliknya.

"Kemarin dua kali beri pupuk sudah habis Rp 7 juta, belum modal lainnya, dihitung-hitung sekitar Rp 20 jutaan,"terangnya.

Supat tak tau harus bagaimana lagi dengan kondisi ini, karena menurutnya tanaman Padi  miliknya sudah terendam selama 5 hari ini dipastikan mati.

Sementara itu, Dedi Handayani warga transmigrasi lokal meminta pemerintah untuk segera mengatasi permasalahan banjir.

Sampai saat ini, banjir yang merendam di lokasi transmigrasi ini belum menunjukkan tanda-tanda akan surut. Ketinggian Air masih sama mencapai 1,5 meter.

Karena menurut Dedi jika kondisi banjir ini terus terjadi, warga transmigrasi tidak bisa memanfaatkan lahan yang dikelola secara maksimal, terus mengalami gagal panen.

"Perlu dibangun tanggul penahan banjir disekeliling lokasi transmigrasi, kalau tidak lahan warga bakalan terendam banjir terus setiap musim hujan, apalagi durasi banjir nya  berlangsung lama,"kata dia.

Selain itu dikatakan nya, warga juga meminta dibangun irigasi dan pintu Air agar debit air bisa di atur sehingga pada musim kemarau tidak begitu terdampak kekeringan.

"Saat ini yang saya dengar baru akan direncanakan oleh Disnakertrans untuk tahun 2024 pembangunan Irigasi, jalan dan masjid,"ungkapnya.

Dedi juga mengatakan ada dua warga yang sudah mengungsi, yakni Yatno dan Nurhadi warga asal Yogyakarta yang baru tinggal di sini selama 20 hari.

"Mereka baru datang ke sini pada bulan Desember kemarin, terkejut juga  karena melihat kondisi banjir di transmigrasi, oleh karena itu pagi tadi ia berangkat ke tempat saudaranya di Sungai Bahar Jambi,"tuturnya.

Dikatakan Dedi mereka juga takut jika kondisi banjir ini terus meningkat dan memasuki rumah karena memiliki anak yang masih bayi.

Untuk itu Dedi berharap semoga realisasi itu bisa cepat terlaksanakan, agar permasalahan warga transmigrasi ini bisa cepat terselesaikan.

"Kasihan mereka yang datang dari pulau Jawa ini, sampai saat ini mereka belum bisa menghasilkan, jadi kami meminta pemerintah untuk segera bertindak cepat mengatasi persoalan ini,"tukasnya. (cr42)
 
 
 

Sumber: Sriwijaya Post
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved