Mimbar Jumat: Manusia dan Krisis Kemanusiaan Gaza

Konflik Gaza saat ini telah memasuki bulan ketiga dan masih belum memperlihatkan akhir yang jelas, resolusi PBB yang masih tumpul

Editor: adi kurniawan
Handout
Dr. Maftukhatusolikhah, M.Ag, Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Raden Fatah Palembang 

Oleh: Dr. Maftukhatusolikhah, M.Ag

(Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Raden Fatah Palembang)


KONFLIK Gaza saat ini telah memasuki bulan ketiga dan masih belum memperlihatkan akhir yang jelas.

Resolusi PBB yang masih tumpul sebatas seruan bantuan kemanusiaan tanpa menyebutkan gencatan senjata, menjadikan tahun ini akan berakhir dengan catatan yang suram bagi kedamaian umat manusia, khususnya penduduk Gaza.

Kemanusiaan benar-benar sedang diuji. Dalam kerangka menyikapi krisis Gaza, tulisan ini akan membahas mengenai manusia dalam perspektif Islam.

Manusia dalam Perspektif Islam

Perspektif Islam tentang manusia membentuk fondasi untuk etika dan nilai-nilai dalam kehidupan sehari-hari, serta petunjuk untuk menjalani hidup yang sehat dan terarah.

Allah berfirman dalam Al-Qur'an bahwa manusia diciptakan untuk menjadi pemimpin atau wakil-Nya di muka bumi (Q.S. Al-Baqarah 2:30). Dalam Q.S. Al-Ah}zab (33): 72-73 disebutkan bahwa di antara semua makhluk Allah SWT, manusia menerima pembebanan kewajiban keagamaan yang diturunkan dari ketetapan ilahi.

Mengutip al-Gazzali dan ad-Dihlawi yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan ‘amanat’ dalam ayat tersebut adalah penerimaan komitmen untuk taat pada perintah-perintah Allah yang meniscayakan kesiapan untuk menghadapi adanya balasan, baik pahala maupun sanksi, berdasarkan ketaatan dan kemaksiatan yang dilakukan.

Dengan kata lain, penerimaan manusia untuk memikul ‘amanat’ tersebut mengandung arti bahwa telah siap dan mampu menerima segala konsekwensinya. Kata (zalim dan bodoh) berfungsi sebagai penjelas agar manusia berbuat adil (tidak zalim) dan memiliki pengetahuan (tidak bodoh) dalam menjalankan amanat tersebut.

Dengan kata lain kehadiran manusia dianggap sebagai ujian dari Allah, dan manusia diberi pilihan untuk memilih antara berbuat baik atau jahat.

Sebagai penerima “amanat” pembebanan kewajiban keagamaan dari Allah, manusia diberi sifat-sifat yang hanya dikhususkan untuk spesies manusia, yang membedakannya dari spesies lainnya.

Sehingga berbeda dengan makhluk Allah lainnya seperti hewan, secara fitrah manusia memiliki kecenderungan atau sifat dasar untuk mengenali dan mengagumi Tuhannya yaitu Allah SWT.

Fitrah ini dianggap mendasari pemahaman mendasar tentang keberadaan Tuhan dan sifat ketaatan kepada-Nya.

Dalam konteks ini fitrah manusia terbagi ke dalam dua hal yaitu: Al-quwwah al-aqliyyah atau keunggulan potensi intelektual, yang dengan memiliki hal ini dapat melatih keahlian untuk menghasilkan sarana-sarana pendukung kehidupan (peradaban) dalam rangka memecahkan berbagai permasalahan dan mencapai maslahah.

Halaman
123
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved