HUT TNI ke 78
Tiga Sosok Jenderal Besar Bintang 5 di Indonesia, Ada yang Jadi Guru di Palembang
Setiap tanggal 5 Oktober secara resmi diperingati sebagai HUT Tentara Nasional Indonesia (TNI).
SRIPOKU.COM, PALEMBANG- Setiap tanggal 5 Oktober secara resmi diperingati sebagai HUT Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Berbicara soal TNI, ternyata di Indonesia ada tiga sosok atau tokoh militer yang merupakan jenderal besar TNI dengan pangkat bintang lima.
Jenderal besar atau jenderal bintang lima merupakan pangkat tertinggi dalam kemiliteran.
Pangkat ini diberikan kepada sosok yang dinilai berjasa sangat besar. Di Indonesia, pangkat jenderal besar, laksamana besar, dan marsekal besar bukanlah pangkat yang bisa diperoleh oleh sembarang perwira tinggi TNI.
Sejak 1997, baru ada tiga orang yang menyandang pangkat jenderal bintang lima, yaitu Jenderal Besar Soedirman, Jenderal Besar Abdul Haris Nasution, dan Jenderal Besar Soeharto.
Berikut ini profil ketiga jenderal besar sebagaimana dihimpun dari berbagai sumber.
Jenderal Soedirman
Pertama yakni Jenderal besar Soedirman yang lahir di Purbalingga pada 24 Januari 1916. Sejak kecil ia dididik untuk menjadi anak yang disiplin serta memiliki sopan santun Jawa yang tradisional.
Persentuhannya dengan dunia militer dimulai saat mengikuti latihan Pembela Tanah Air (PETA) angkatan kedua di Bogor.
Sebagai komandan, Soedirman rupanya sangat dicintai oleh anak buahnya karena sangat memperhatikan kesejahteraan prajurit. Ia tidak segan-segan untuk bersitegang dengan opsir-opsir Jepang.
Selama bergerilya, Soedirman harus ditandu dengan berpindah-pindah tempat dan keluar masuk hutan. Ia tidak bisa memimpin secara langsung pasukannya saat bertempur, tetapi ia memimpin lewat pemikiran dan motivasi untuk anak buahnya.
Pada 29 Januari 1950, ia meninggal di Magelang pada usia 34 tahun lalu dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Semaki, Yogyakarta.
Soedirman ditetapkan sebagai pahlawan nasional pada 1964. Ia juga dianugerahi pangkat kehormatan jenderal besar TNI pada 30 September 1997.
Jenderal Abdul Haris Nasution
Lalu yang Kedua yakni Jenderal besar Abdul Haris Nasution. Jenderal ini lahir di Huta Pungkut, Tapanuli Selatan, pada 3 Desember 1918.
Pada masa mudanya, Nasution mengenyam pendidikan di Hollandsche Inlandsche Kweekschool (HIK), sekolah guru menengah di Bandung.
Lalu ia bekerja sebagai guru di Bengkulu dan Palembang. Namun, ia merasa tidak cocok dengan pekerjaannya itu dan mulai tertarik pada bidang militer dengan mengikuti pelatihan Korps Pendidikan Perwira Cadangan di Bandung pada 1940-1942.
Selama berkiprah di militer, Nasution tercatat memiliki sejumlah penting dalam perjalanan sejarah Indonesia.
Ia dikenal sebagai peletak dasar perang gerilya melawan Belanda saat ia memimpin pasukan Siliwangi pada masa Agresi Militer I Belanda.
Selain itu, Nasution yang merupakan Kepala Staf Angkatan Bersenjata pada 1965 merupakan salah satu perwira TNI yang menjadi target penculikan dalam peristiwa Gerakan 30 September (G30S).
Nasution memang berhasil menyelamatkan diri dengan memanjat tembok belakang.
Namun, anak bungsunya, Ade Irma Suryani, terkena peluru yang ditembakkan pasukan Cakrabirawa hingga meninggal dunia.
Ajudan Nasution, Pierre Tendean juga menjadi korban peristiwa G30S karena ia mengaku sebagai Nasution kepada pasukan Cakrabirawa.
Pada peringatan HUT ABRI tahun 1997, Nasution diberi pangkat kehormatan jenderal besar, seperti Soeharto dan Jenderal Soedirman. Nasution wafat pada 6 September 2000 setelah menderita stroke dan koma. Ia dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.
Jenderal Soeharto
Kemudian yang ketiga yakni Jenderal besar Soeharto. Soeharto lahir di Dusun Kemusuk, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, pada 8 Juni 1921.
Soeharto merupakan putra dari Kertosudiro, seorang petani sekaligus asisten lurah dalam pengairan sawah desa. Ibunya bernama Sukirah. Saat beranjak dewasa, Soeharto sempat terpilih sebagai prajurit teladan di Sekolah Bintara, Gombong, Jawa Tengah pada tahun 1941.
Ia resmi menjadi anggota TNI pada 5 Oktober 1945. Di dunia militer, Soeharto memulai karirnya dari pangkat sersan tentara KNIL.
Seiring waktu berjalan, Soeharto yang memiliki pangkat mayor jenderal ditunjuk menjadi Panglima Caduad yang sekarang dikenal sebagai Komando Strategis Angkatan Darat (Kostrad).
Peristiwa Gerakan 30 September (G30S) membuat nama Soeharto melambung. Ia langsung mengamankan situasi di Jakarta akibat para jenderal Angkatan Darat gugur dalam peristiwa itu.
Soeharto resmi menjabat dan dilantik sebagai Presiden RI pada 27 Maret 1968. Soeharto lantas menjabat selama presiden selama 32 tahun sebelum mundur pada 21 Mei 1998 menyusul masifnya gelombang demonstrasi yang diwarnai kerusuhan di sejumlah daerah.
Setelah lengser dari kursi presiden, Soeharto tercatat pernah beberapa kali bolak-balik masuk rumah sakit. Ia mengembuskan napas terakhir pada 27 Januari 2008 dan dimakamkan di Astana Giri Bangun, Solo, satu kompleks pemakaman dengan sang istri, Siti Hartinah atau Ibu Tien yang wafat pada April 1996.
HUT TNI ke-78, Gelar Wayang Kulit di Indonesia hingga Luar Negeri Raih Rekor MuriĀ |
![]() |
---|
Sejarah Terbentuknya TNI, Proses Alat Pertahanan Negara Berganti Nama dari BKR, TKR, TRI hingga ABRI |
![]() |
---|
Daftar Kepangkatan TNI AD, AL dan AU dari Tertinggi hingga Terendah Sesuai Wewenang & Tanggung Jawab |
![]() |
---|
3 Sosok Jenderal Wanita Andalan Indonesia di Tubuh TNI, Sangat Disegani Ada yang Sudah Tutup Usia |
![]() |
---|
Daftar Panglima TNI dari Masa ke Masa Perlu Diketahui, Sudah Terjadi Pergantian Nama hingga 23 Kali |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.