Efek Golkar, PAN, PKB Dukung Prabowo, Pengamat: Jokowi Dianggap Tinggalkan Ganjar?

"Bahwa beliau potensial akan kehilangan basis tradisionalnya. Bahkan basis emosionalnya. Dalam hal inilah menarik melihat hubungan Jokowi dan PDIP

Editor: Hendra Kusuma
Tribun Gorontalo/Sripoku.com/@prabowo
Dokumentasi saat Jokowi, Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo. Kode' Prabowo Subianto - Ganjar Pranowo maju. Namun kini ada dugaan dukungan lebih ke Prabowo 

SRIPOKU.COM, PALEMBANG-PETA kekuatan berubah setelah tiga Parpol yang selama diprediksi akan merepat ke Ganjar Pranowo, justru kini merapat ke Prabowo Subianto dan menyatakan dukungan.

 

Benarkah ada anggapan jika Presiden Jokowi Dianggap Tinggalkan Ganjar?

 

Pertanyaan ini memang sangat menggelitik, sebab, tiga Parpol yang selama ini dianggap sebagai simbol pendukung Pemerintah, dalam hal ini Presiden Jokowi, yang selama ini merupakan kader dari PDIP, kini bukan mendukung Ganjar Pranowo, tetapi mendukung Prabowo Subianto.

 

Maka pengamat menyatakan, inilah adanya indikasi, jika Jokowi pun mulai bermanuver dan meninggalkan Ganjar Pranowo.

 

Apalagi selama ini, Jokowi sebenarnya lebih nyaman bersama Prabowo Subianto, melihat hubungan keduanya di pemerintahan selama ini.

 

Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti mempertanyakan mengapa Jokowi tega terhadap Ganjar Pranowo dan PDIP pasca bergabungnya PAN, Golkar, PKB dan Gerindra.

 

Menurut dia ada tiga hal, yakni ada kesan Sikap PDIP yang terlihat butuh tak butuh pada dukungan pihak lain terhadap pencapresan Ganjar Pranowo.

 

"Mereka berkutat di kalangan mereka sendiri, sembari abai pada upaya menarik dukungan politik formal dari partai atau kekuatan lain."

 

"Tentu, termasuk di dalamnya, menarik asosiasi Jokowi dengan Ganjar. Yang akhirnya di isi oleh Prabowo dengan pak Jokowi," kata Ray dikutip Sripoku TV dari Tribunnews, pada Senin (14/8/2023).

 

Lalu, menurut Ray ada kaitannya dengan istilah sebutan petugas Partai dari PDIP, hal itu melekat dengan Jokowi selama dan kemudian muncul Ganjar yang dianggap juga akan menggantikan Jokowi.


"Kata ini berulang disampaikan dan jelas tidak strategis disebutkan jelang pilpres, seperti saat ini. Dalam bahasa lain, PDIP mendegradasi sendiri simpati dan kesukaan masyarakat atas capres mereka," kata Ray.


Efek kedua itu juga berimbas pada pandangan orang pada Ganjar sebagai capres. Ganjar sebagai asosiasi Jokowi dan milik rakyat makin jauh.

 

"Pemilih butuh wajah capres yang lebih independen dari kekuatan atau dominasi partai," jelasnya.


Ray melihat, dengan kondisi ini, bisa jadi PDIP akan makin berjarak dan keras terhadap Jokowi? sehingga memiliki efek kepada pemilih Ganjar yang kecewa pada sikap pak Jokowi.

 

Ray melanjutkan ia meyakini bahwa Jokowi telah memikirkan hal tersebut dalam-dalam.

 

"Bahwa beliau potensial akan kehilangan basis tradisionalnya. Bahkan basis emosionalnya. Dalam hal inilah akan menarik melihat hubungan Jokowi dengan PDIP yang makin rapuh," kata Ray.


Seperti diketahui, peta kekutan akan berubah, sebab sejauh ini, Ganjar diusung, PDIP, PPP, tiga parpol non parlemen (Hanura, PSI, dan Perindo)

 

Sementara itum peta kekuatan Prabowo Subianto, Koalisi Gerindra, Golkar, PKB dan PAN serta non parlemen (PBB).

 

Lalu, Anies Baswedan diusung oleh Partai Demokrat, PKS dan Nasdem.

Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved