Cerita Sihabuddin Ikuti Jejak Engkong ke Tanah Suci, Bermodal 10 Pohon Durian di Banten

SRIPOKU.COM, MADINAH -- "GUSTI Allah murah rezeki Pak! Alhamdulillah," kata Sihabuddin bin Haji Rahman, menjawab bagaimana dia berhaji.

Jamaah senior usia 73 tahun ini, ditemui di pinggir gerbang 338 Masjid Nabawi, Madinah, Senin (5/6/2023).

Sejenak ia beristirahat dan bertesuh usai sholat jamaah Lohor di Masjid Nabawi, tubuhnya bugar.

Cuma kaki kiri saya ini, sakit waktu muda jatuh dari motor.

Ia ceria dan selalu tersenyum saat bercerita, ingatan pun masih bagus.

"Saya cuma takut sendiri kalau naik lift, tahu kenapa," ujar petani kebun asal Mandala Sari, Pandeglang, Banten ini.

Senin ini, jadi malam terakhir ya di Kota Nabi, Selasa (6/6/2023) besok.

"Sudah salat Lohor, bersama rombongan kloter 8 JKS (Jakarta Bekasi), sudah ke Madinah." ujar kakek delapan cucu ini.

Niat berhaji Sihabuddin, sudah muncul sejak kecil di Banten, berhaji adalah puncak strata sosial sekaligus konfirmasi level spiritualitas seseorang.

"Engkong, bapak saya itu haji kapal laut," ujarnya menyebut tradisi haji keluarganya sudah dimulai sejak jaman penjajahan Jepang.

Tahun 2010, niat berhajinya kian kuat, bermodal hasil kebun 10 batang durian, kebun tanaman holtikuktura sampinng rumahnya, Sihabuddin pun mendaftar haji.

"Kalau hanya andalkan buah duren, tak cukup," ujarnya.

Perubahan iklim global dan suhu panas di Pandeglang, membuat musim durian tak seindah dulu.

"Dulu pas musim haji, berbuah sekarang, kadang berbuah awal tahun kadang akhir tahun." ujarnya.

Saat itu, setoran awal tabungan haji masih dibawah Rp 20 juta, niatnya kian bulat, sebab tujuh anaknya di Jakarta, Tangerang dan Lombok, Nusa Tenggara Barat, mendukung penuh.