Berita Lapsus

Tempat Gelap Jadi Lokasi Tawuran, Lampu Sengaja Dimatikan, Antisipasi dengan Penerangan

Maraknya aksi tawuran antar remaja, geng motor dan lainnya di Kota Palembang beberapa waktu ke belakang meresahkan.

|
Editor: bodok
megapolitan.kompas.com
Ilustrasi Tawuran. 

Sudah ada Undang-undang Perlindungan Anak yakni tentang pidana anak-anak sudah diatur. Kalau menyebabkan korban meninggal dunia, luka berat dia bisa dihukum, walaupun dia belum masuk umur.

Kalau umur yang bisa dihukum itu 14 tahun. Itu dengan catatan korban meninggal dunia atau luka berat, seksual. Tapi kita berharap jangan sampai itu terjadi.

Ia mengaku terkadang terjadi salah persepsi, KPAI tidak melindungi anak-anak jadi nakal. Dianggap tidak mengajari anak, membina anak, jangan membiarkan. Pembiaran ini bisa massif.

"Makanya yang kita butuhkan pemerintah yang peduli, penegak hukum yang peduli, masyarakat yang peduli," pungkasnya. (fiz)

 

Pengamat Hukum Pidana Dr Azwar Agus MH
Pengamat Hukum Pidana Dr Azwar Agus MH (SRIPOKU.COM/handout dok Sripoku.com)

Represif tapi Terukur

ADANYA tawuran remaja di Kota Palembang terkadang membuat aparat penegak hukum dilematis menghadapi anak di bawah umur. Hal itu karena ada UU Perlindungan Anak.

Saya pikir kalau ini sudah mengkhawatirkan dan sangat sudah mengganggu. Polisi harus represif tapi dengan terukur. Misalnya telah menelan korban jiwa terhadap masyarakat umum yang lewat di situ.

Terkadang kita inikan menunggu, kalau sudah terjadi korban dulu dan viral, tindakan itu baru lebih masif lagi. Kalau belum ada korban, belum represif.

Sebetulnya tawuran ini fenomena sosial yang ada di hampir seluruh kota besar. Istilahnya kejahatan yang dilakukan para remaja ini dengan meniru dari tempat-tempat lain.

Meniru menjadi sugesti akhirnya menjadi sikap dan tindakan. Banyak faktor penyebabnya, selain dia meniru tadi, faktornya bahwa mungkin lemahnya penegakan hukum, bisa jadi. Lemahnya pengawasan dari orangtua.

Penegakan hukum dalam artian misalnya orang bawa senjata tajam, tawuran, nanti anak tersebut dikembalikan kepada orangtuanya saja, diberikan pembinaan.

Jadi akhirnya remaja lainnya meniru di tempat lain. Ai enak jugo mak itu, kito buat itu biso ngetop di Medsos dan hukumannya tidak berat. Mereka menilainya, ai... sudah niru baelah kito. Komunitas kito biso ngetop. Bisa faktor seperti itu.

Selain itu juga lemahnya peran tokoh-tokoh masyarakat. Kalau orangtua mengawasi anaknya. Kalau aparat penegak hukum itu untuk penegakan hukum dan penindakan. Patroli dan segala macam upaya hukum itu bisa preventif, represif.

Preventif itu dengan petugas standby saja di situ tempat tongkrongan remaja yang hendak tawuran, itu bisa mengurungkan mereka untuk melakukan tawuran.

Tidak usah dikejar, tongkrongan saja mobil patroli polisi di situ, sudah bikin mereka batal tawuran. Peran media sosial juga sangat berpengaruh buka peluang.

Kalau untuk anak jelas pasti hukumannya itu sepertiga dari orang dewasa, dikenakan Undang Undang Perlindungan Anak. Karena harapannya, anak-anak di bawah umur itu masih punya harapan. (fiz)

Sumber: Sriwijaya Post
Halaman 4 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved