Berita Palembang

Yudha Pratomo Mahyudin Persiapkan Lebih Awal untuk Kursi Palembang 1, 'Kalah itukan Nggak Enak'

Salah satunya mental, jadi kan kalah itukan gak enak, tidak ada kalah yang enak, pasti tidak enak, apalagi hampir menang tidak enak juga.

Penulis: Mita Rosnita | Editor: Ahmad Farozi
capture
Yudha Pratomo Mahyudin saat berbincang dengan Pimpinan Sriwijaya Post (Sripo) - Tribun Sumsel, Hj L Weni Ramdiastuti di acara TAMU SRIPO. 

Ya sebenarnya kita S1 sampai S3 itu biasa saja but it is a must (sebuah keharusan) bahwa kita punya dasar pendidikan, kenapa penting? karena ada banyak konsekuensi penting dari pendidikan ini.

Contohnya, misal kenapa di AS tidak ada money's politic seperti kita serangan fajar misalnya?.

Disana orang-orang memilih calon yang betul-betul berkompeten, karena memang disitu taraf pendidikannya sudah agak tinggi. Sehingga membuat pemilihnya lebih rasional.

Jadi kalau kita mau pemilihan di Indonesia ini berjalan secara rasional, memilih orang yang terbaik, maka kita harus meningkatkan taraf pendidikan.

Selama pendidikannya masih jelek yan wani piro gitu kan?.

Kalau dia ada isi otaknya dia akan berfikir kan? oh saya cuma dikasih uang sekian, tapi dalam waktu 5 tahun kita mendapatkan pemimpin yang tidak bagus.

Jadi untuk apa kita menjual diri dengan uang Rp50 ribu hingga Rp100 ribu untuk mendapatkan pemimpin yang tidak qualified secara integritas dan kompetensinya, kan rugi.

Tapi kok berani-beraninya Yudha Pratomo hadir di kancah yang seperti itu padahal Yudha sendiri menampikkan politik uang. Gimana mau menang?

Ya, jadi begini ada satu lagi alasan kenapa saya terjun ke dunia politik, saya ini orangnya sungguh-sungguh, sedangkan saya lihat politik ini menjadi sebuah ekosistem yang kotor (lingkungannya).

Contoh ketika orang mau menjadi kepala daerah mulai dari prosesnya sampai jadi pun enggak benar. Mau jadi dia politik uang, setelah jadi pun dia korupsi.

Coba berapa orang yang sudah ditangkap? berapa banyak pejabat yang juga ditangkap?

Saya ini juga kan sebelumnya pernah menjabat sebagai ketua HIPMI Sumsel, jadi pernah saya tanya ke teman-teman pengusaha.

"Nah kamu-kamu yang pernah dapat kerjaan di pemerintahan, ada tidak kira-kira yang mereka itu tidak minta fee?"

Nah mereka semua pada noleh kanan-kiri dan menjawab "tidak ada" artinya kan minta semua.

Berarti secara proses baik sebelum atau setelahnya politik inikan tidak bagus, nah saya ingin merubah itu.

Masa sih tidak ada orang yang baik dikit atau kompeten dikit untuk menjadi seorang pemimpin di daerah? ya kita harus mencoba, karena jujur saya sendiri capek menjadi orang baik yang permisif.

Harusnya yang tidak baik yang minggir bukan yang benar yang minggir.

Sehingga pemimpin yang waras, pinter, berintegritas ya orang-orang itu yang maju, kalau saya diem saja not take an action berarti ya sudah orang-orang itulah lagi yang maju.

Saya tidak rela anak dan cucu saya hidup di satu dunia yang tidak bener, makanya ya sudahlah saya bismillah saja dan mengabdikan diri.

Karena kan belum tentu juga nasibnya jadi seperti apa, tapi setidaknya kita telah mencoba menjadi yang lebih baik.

Kenapa sih nama Yudha ini ada Pratomo kan bukan orang Jawa tapi Lahat?.

Jadi dulu itu nama saya Yudha Pratomo, yang Mahyudin itu nama ayah saya.

Jadi Yudha itu kalau dalam bahasa sansekerta artinya perang, semua orang tahu, nah pratomo itu artinya yang pertama.

Jadi maksudnya kalau ada perang saya yang pertama kali maju, tapi bukan diartikan sebagai umpan peluru.

Maknanya kalau melihat sesuatu yang tidak benar artinya saya duluan yang maju dan ini panggilan untuk saya.

Kalau untuk kecil dulu agak nakal, jadi kalau adik dan kakak saya banyak menghabiskan waktu dengan permainan anak pada umumnya.

Nah kalau saya ini lebih banyak diluar, lintas alam, manjat pohon, berenang di lebak. Dulu di simpang Polda ada namanya lebak bakis, saya sering main disitu.

Pulang dari situ agak gatel-gatel, jadi memang seperti itu saya.

Apa sih nilai-nilai yang terwariskan oleh alm ayah?.

Jadi sedikit banyak saya juga menurunkan sifatnya ayah yang mana orangnya sungguh-sungguh, waktu beliau jadi dosen, pemimpin rumah sakit semuanya dilakukan dengan serius.

Misal ketika jadi dosen, siapapun mahasiswa yang pinter memang layak untuk diluluskan dan di rumah sakit beliau menerima pegawai, misal ada yang mau dititipkan tapi hasil tes nya gak bagus dia tidak mau juga.

Setelah lama di AS, kaget tidak melihat Palembang?.

Jadi sebenarnya terus-terang saya tidak mau terlalu flashback ke belakang sebab setiap pemimpin punya fokusnya masing-masing.

Kita lihat kalau di nasional pak SBY lebih banyak ke human dan SDM, kalau pak Jokowi ke infrastrukturnya, dan ini terjadi juga di Palembang sekarang.

Mungkin sekarang fokusnya lebih ke perbaikan sungai, tapi saya lihat sekarang ada banyak hal yang bisa diperbaiki lagi.

Contohnya seperti banjir, melibatkan ahli-ahli dibidang sipil terutama perairan, kepala dinas dan sebagainya.

Saya yakin mereka pasti punya master plan untuk bagaimana menanggulangi ini, tapi yang jadi pertanyaannya apakah itu dilakukan?.

Jadi political will nya menurut saya, mau atau tidak melaksanakannya yang tidak semudah konsep.

Jadi bagaimana kita bisa mengorkestra bagaimana para eksekutif, legislatif dan pemerintah pusat untuk duduk bersama mencapai tujuan yang sudah kita konsep.

Makanya penting kepala daerah memiliki basic kompetensi agar mereka tidak membohongi orang juga, kepala daerah tidak perlu untuk menjadi kepala daerah harus lulusan teknik sipil.

Atau supaya bisa mengurai persoalan banjir dan teknik lingkungan untuk bisa mengatasi sampah, karena kan banyak yang membantu.

Tapi yang diperlukan kepala daerah itu juga political will nya, apakah mereka mampu mengorkestra dan memiliki jiwa leadership sama satu lagi jangan korupsi.

Mengapa anda menempatkan leadership paling awal dan psikologi di akhir?.

Jadi saya lihat gini ya mbak, sumber dari sumber masalah itu ada di pimpinannya, makanya leadership itu penting.

Contohnya Indonesia ini mau diapain terserah presidennya, Palembang mau diapain terserah pemimpinnya, nah hingga masalahnya bagaimana kita mencari walikota yang bagus?.

Bagaimana dia punya leadership yang bagus, karena mengurus hampir 20 juta penduduk Palembang ini tidak mudah, dengan berbagai macam kepentingannya dia harus punya leadership yang kuat.

Dia harus punya karakter yang kuat, kalau tidak dia akan melecat-lecot, kan. Yang mengubah bukan peruntukannya, disitu saya melihat leadership itu penting.

Kalau dilihat by definitionnya itu kan bagaimana cara kita meminta orang untuk melakukan sesuatu berdasarkan misi kita, tapi secara iklas, supaya tujuan tercapai.

Makanya leadership yang bagus itu akan mengorkestra semua sumber daya yang ada di Palembang, mulai dari warga biasa, kepala dinas, dosen menjadi satu orkestra yang bagus untuk memajukan kota Palembang.

Makanya konsep saya itu Palembang Maju itu partisipasi government, artinya kota Palembang ini tidak akan selesai hanya dengan walikota, wakil dan sekda yang otaknya dan tangannya terbatas.

Jadi mereka harus mau melibatkan seluruh komponen masyarakat, cuma masalahnya dalam melibatkan orang banyak ini butuh managemen, kalau dia tidak punya ilmunya akan pusing.

Makanya sekarang ada namanya artificial intellegen (AI) jadi AI itu bisa menghimpun seluruh otak orang dan menyimpulkan keinginan mereka.

Jadi bener kalau namanya kepala daerah itu eksekutif, kenapa disebut demikian? Karena mereka hanya mengexcute, tanpa harus berfikir banyak.

Tanya saja dengan orang yang ada, FGD seperti apa dan mereka di cup up of solution oleh seorang kepala daerah.

That's why kita berbicara terkait eksekutif, nah kalau yang psikologi saya ini bukan suka membaca orang.

Kan dalam hubungan antar manusia saya sangat tertarik mengapa orang itu berbuat sesuatu, jadi kaya saya misalnya, memahami istri saya dan anak saya.

Sehingga dengan saya paham itu saya bisa mengerti, kadang-kadang kan di rumah tangga ini kan kita sibuk dia sibuk.

Kita mau dia ngerti kita dan dia mau kita ngerti dia, ya tidak akan ketemu poinnya.

Memahami dulu baru bisa dipahami, jadi kalau misal kita bisa memahami setengahnya saja sudah bagus.

Dengan adanya seperti itu kita akan berhasil membina hubungan yang lebih baik, nah itu juga bisa digeneralisasi ke masyarakat.

Saya ingin paham, sebetulnya psikologi masyarakat ini seperti apa. Perlu apa, dan setahu saya saat ke lapangan, masyarakat kita ini tidak muluk-muluk.

Pertama dia mau kerjaan, gak perlu gaji besar sekali, ada aktivitas cukup mereka makan.

Terus kedua, anaknya bisa sekolah, ketiga kalau sakit bisa berobat gratis, terus kalau punya rumah tidak banjir.

Jadi kebutuhan itu simpel sebetulnya, bukan juga mau beli mercy atau Alphard. Jadi masyarakat itu sudah terbaca, tidak menuntut banyak mereka sebetulnya.

Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved