Berita Muaraenim
Duduk Perkara Wakil Bupati Muara Enim Belum Dilantik, hingga DPRD Muara Enim Digugat di PTUN
Adanya gugatan ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN) Palembang yang dilayangkan sejumlah pihak terkait pemilihan Wakil Bupati Muara Enim
Penulis: Ardani Zuhri | Editor: Yandi Triansyah
SRIPOKU.COM, MUARA ENIM - Adanya gugatan ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN) Palembang yang dilayangkan sejumlah pihak terkait pemilihan Wakil Bupati Muara Enim, dinilai tidak menghalangi proses pelantikan Ahmad Usmarwi Kaffah SH sebagai Wakil Bupati Muara Enim terpilih.
Sebab, gugatan terhadap keputusan Badan pejabat tata usaha negara tidak menunda untuk dilaksanakan keputusan tersebut.
"Kita menghormati proses hukum tersebut. Sebagai subjek hukum yang tunduk dengan hak dan kewajiban tentu kita harus menghormati proses hukum," ujar Kuasa Hukum DPRD Kabupaten Muara Enim Khoirozi SH, Minggu (30/10/2022).
Menurut Khoirozi, terkait dengan pemilihan Wakil Bupati Muara Enim yang dilakukan oleh DPRD Muara Enim kami berpendapat bahwa semua yang dilakukan tersebut sudah sesuai dengan aturan dan perundang-undangan yang berlaku.
Mengapa DPRD hanya memilih untuk jabatan Wakil Bupati Muara Enim saja karena sampai hari ini Bupati Muara Enim Juarsah belum diberhentikan secara defenitif oleh Kemendagri.
Makanya jika kita melakukan pemilihan jabatan Bupati Muara Enim justru itu yang akan melanggar aturan dan aneh.
Sebab secara Yuridis Formal Bupati Muara Enim itu masih ada.
Jadi jika kita melakukan pemilihan jabatan Bupati Muara Enim nantinya akan ada dua Bupati Muara Enim.
Makanya kita hanya melakukan pemilihan jabatan Wakil Bupati yang kosong sejak Juarsah dilantik menjadi Bupati Muara Enim pada tanggal 11 Desember 2021.
Jadi jauh melebihi 18 bulan yang disyaratkan.
Masih dikatakan Khoirozi, bahwa keputusan Incrah (putusan berkekuatan hukum tetap) Juarsah itu ada dua yang secara tertulis yakni versi Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Palembang tertanggal 8 Juli 2022 dan versi Pengadilan Tinggi sejak diucapkan pada tanggal 15 Juni 2022.
Dan kita tidak tahu versi mana yang benar sebab kedua-duanya sama-sama di keluarkan oleh Pengadilan semua.
Apalagi, keputusan kasasi itu diucapkan dan diputuskan di Jakarta dimana para pihak tidak menghadiri, KPK dan Juarsah tidak menghadiri, dan Pengadilan Tipikor Palembang baru menerima putusan 8 Juli 2022.
"Jadi kita tidak tahu mana yang benar, lebih baik konfirmasi ke Pengadilan untuk lebih jelasnya," jelasnya.
Kalau permasalahan kita, lanjut Khoirozi adalah proses hukum tata negara.
Jadi secara hukum tata negara Juarsah belum diberhentikan secara defenitif oleh Kemendagri.
Lain halnya jika kita telah menerima surat pemberhentian Juarsah baru kita percaya.
Beda pada saat posisi Wakil Bupati, sejak Juarsah diangkat menjadi Bupati otomatis jabatan Wakil Bupati kosong, jadi kita berpedoman dengan hal tersebut makanya kita menggunakan Pasal 176 UU Pilkada.
Terkait gugatan terhadap keputusan Badan pejabat tata usaha negara itu tidak menunda untuk dilaksanakan keputusan Badan Pejabat Tata Usaha negara tersebut.
Jadi sekalipun ada gugatan tidak masalah prosesnya jalan terus dan salah jika harus ditunda dan itu jelas di UU Peradilan Tata Usaha Negara.
"Jadi kalau dia (Kaffa,red) belum dilantik bukan karena gugatan tersebut. Kemendagri yang mempunyai kewenangan tersebut," pungkasnya.
Untuk masalah kewenangan DPRD Muara Enim, sambung Khoirozi, mereka (DPRD,red) hanya memproses melakukan pemilihan lewat Paripurna dan hasilnya sudah dikirim ke Kemendagri melalui Gubernur Sumsel.
Maka sudah selesai tugas dan kewajiban DPRD Muara Enim dari usulan tiga partai politik.
Jadi jika ada gugatan PTUN tersebut tidak ada masalah sebab gugatan tidak menunda.
Dan sangat salah jika penundaan tersebut hanya gara-gara PTUN, kecuali ada keputusan pengadilan yang lain.
Dan sampai sekarang aman-aman dan baik-baik saja, sebab sudah lebih 50 hari belum ada kepastian dan kejelasan. Dan kita berharap Kemendagri untuk segera melantik.
"Orang Kemendagri lebih tahu aturan mainnya, tentu mereka tidak akan main-main," ujarnya.
Sementara itu Dr Firmansyah SH MH mewakili lima penggugat yakni DPC LSM Abdi Lestari (ABRI), DPC Projo Muara Enim, Perkumpulan Gerakan Asli Serasan Sekundang (GASS), DPD LSM Berantas serta DPD LSM Siap dan Tanggap (SIGAP) mengatakan, tergugat dalam perkara ini adalah DPRD Muara Enim.
Sebab mereka yang melaksanakan pemilihan tersebut dan kami menganggap proses pemilihannya cacat hukum.
Makanya dilayangkan gugatan ke PTUN.
Dia menjelaskan, gugatan ini bermula setelah penggugat menilai adanya kekeliruan dalam menentukan status terhadap Juarsah.
Diketahui, Juarsah adalah mantan Bupati Definitif Muara Enim menggantikan Ahmad Yani yang terjerat kasus korupsi di PUPR Muara Enim.
Dikarenakan Ahmad Yani berperkara hukum, posisi Juarsah berganti menjadi Bupati Definitif Muara Enim.
Namun dalam perjalanannya, Juarsah ikut terseret dalam kasus korupsi yang serupa dengan Ahmad Yani sehingga mengharuskannya dihukum penjara.
Vonis hukuman terhadap Juarsah juga sudah berkekuatan hukum tetap Berdasarkan putusan Mahkamah Agung Nomor : 2213K/Pid.Sus/2022.
"Putusan tersebut berkekuatan hukum tetap terhitung sejak tanggal 15 Juni 2022 bukan tanggal 8 Juli 2022. Di sisi lain ternyata surat usulan partai pengusung baru diajukan tanggal 7 Juli 2022 yang mengajukan dua nama calon wakil Bupati.
Artinya surat pencalonan tersebut diajukan setelah putusan Juarsah berkekuatan hukum tetap," ujarnya.
Lanjut dikatakan, sejak keluarnya Incrah (putusan berkekuatan hukum tetap) terhadap Juarsah, mengartikan resmi terjadinya kekosongan jabatan Bupati dan Wakil Bupati Muara Enim secara bersamaan.
Penggugat mengacu pada Pasal 174 UU No. 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, (UU Pilkada).
Dimana seharusnya dilakukan pengisian jabatan bupati dan wakil bupati secara bersamaan.
"Namun karena sisa masa jabatan kurang dari 18 bulan, otomatis pemilihannya tidak dapat lagi dilakukan. Maka semestinya menteri Dalam Negeri menunjuk PJ Bupati sampai habis masa jabatan itu.
Tapi DPRD Muara Enim justru tetap melaksanakan (pemilihan). Dan tambah celakanya, yang dipilih hanya wakil Bupati saja," ujarnya.
Penggugat menilai, adalah suatu kekeliruan yang fatal bila DPRD Muara Enim berpedoman pada Pasal 176 UU Pilkada dan Surat Penjelasan Menteri Dalam Negeri Cq Sekretaris Jenderal Nomor : 132.16/4202/SJ tanggal 20 Juli 2022, perihal Penjelasan Pengisian Wakil Bupati Muara Enim Sisa Masa Jabatan Tahun 2018-2023.
Menurut penggugat, DPRD Muara Enim semestinya berpedoman pada Pasal 174 UU Pilkada.
"Oleh karena itu kami menilai seluruh rangkaian kegiatan mulai dari tahap pemilihan Wakil Bupati Muara Enim hingga diterbitkannya Objek Sengketa a quo adalah tidak sah dan cacat hukum karena bertentangan dengan Pasal 174 UU Pilkada.
Selain itu juga bertentangan dengan PP No. 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Kabupaten, dan Kota, dan bertentangan dengan Asas-asas Umum Pemerintahan Yang Baik (AUPB)," ujar Dr Firmansyah.
Sidang perdana atas gugatan ini sebelumnya sudah digelar PTUN Palembang secara virtual dengan agenda pembacaan gugatan pada 25 Oktober 2022 lalu.
Dijadwalkan, sidang selanjutnya akan digelar pada 1 November 2022 dengan agenda jawaban dari tergugat dalam hal ini DPRD Muara Enim.
"Tentu kami berharap putusannya nanti membatalkan Surat Keputusan DPRD Kabupaten Muara Enim tentang Penetapan Wakil Bupati Muara Enim sisa masa jabatan Tahun 2018-2023," ujarnya. (ari)
