Akibat Pengeringan Irigasi, Puluhan Kolam dan Ikan dan Lahan Persawahan di Musi Rawas Beralih Fungsi
Dampak pengeringan Irigasi Kelingi Tugumulyo yang dilakukan oleh BBWSS VIII, kolam ikan dan puluhan hektar lahan beralih fungsi
Penulis: Eko Mustiawan | Editor: adi kurniawan
SRIPOKU.COM, MUSI RAWAS - Dampak pengeringan irigasi Kelingi Tugumulyo yang dilakukan oleh Balai Besar Wilayah Sungai Sumatera (BBWSS) VIII, kolam ikan dan puluhan hektar lahan persawahan di Kabupaten Musi Rawas (Mura) Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) mangkrak.
Pantauan di lapangan, Minggu (4/9/2022), dampak pengeringan sendiri terjadi dibeberapa Kecamatan di Kabupaten Mura, seperti di Kecamatan Tugumulyo, Purwodadi, Sumber Harta dan Kecamatan Muara Beliti.
Hanya saja, ada beberapa petani yang memilih beralih fungsi, dari biasanya tanam padi atau kolam ikan, menjadi menanam jagung dan sayur-sayuran.
Hal itu terpaksa dilakukan petani, agar lahannya tetap produktif dan menghasilkan.
Namun, ada juga petani yang membiarkan lahannya mangkrak tak terawat, hingga ditumbuhi rumput liar.
Seperti disampaikan, Imam salah seorang warga Desa Air Satan mengatakan, sebelum pengeringan, di Desa Air Satan dikenal sebagai desa sentra penghasil air ikan tawar.
Sebab, hampir sebagian besar masyarakatnya membudidayakan ikan.
"Dulu banyak yang kolam ikan, apalagi yang lahannya tepat di pinggir jalan atau di pinggir irigasi. Ada ikan nila, lele dan ada juga yang budidaya ikan emas," kata Imam saat diwawancarai Sripoku.com, Minggu (4/9/2022).
Dikatakan Imam, namun setelah pengeringan yang dimulai sejak Mei lalu, para petani mulai tutup usaha budidaya ikan.
Termasuk juga petani padi, ada yang memilih beralih fungsi menanam jagung dan sayuran.
"Sekarang ada yang nanam jagung ada juga yang nanam sayuran. Tapi ada yang membiarkan lahannya dan ada yang masih nanam padi. Karena masih ada hujan yang turun," jelasnya.
Sementara itu disampaikan, Titin salah seorang petani di Kecamatan Tugumulyo mengatakan, hampir sebagian petani di Desa F Trikoyo Kecamatan Tugumulyo, tidak lagi menanam padi, para petani beralih menanam jagung dan juga sayuran serta cabai.
"Lokasi sawah kami disini tinggi di banding irigasi. Jadi kalau air irigasi tidak banyak, maka lahan kami tidak dapat air, apalagi kalau sekarang lagi musim pengeringan," kata Titin.
Lebih lanjut dia menjelaskan, untuk saat ini menyiasati selama pengeringan, dia memilih menanam sayuran seperti terong dan cabai.
Hal ini dilakukannya, agar lahan persawahannya tetap produktif, meski pengeringan.
"Sekarang tanam sayuran, ada terong ada juga cabai. Sebenernya kalau dibanding padi hasilnya lebih banyak padi. Karena untuk cabai ini perawatannya cukup susah, karena banyak penyakitnya," ungkapnya.
Dirinya berharap agar proses pengeringan bisa dipercepat dari jadwal yang menjadi Januari 2023 mendatang. Sehingga perekonomian masyarakat kembali menggeliat seperti sebelumnya.