Mimbar Jumat
Pesantren: Bullying dan Asusila?
Menurut Abdul Fattah Jalal, tujuan umum pendidikan Islam adalah terwujudnya manusia sebagai hamba Allah. (Tafsir, 2005).
Oleh: Otoman, SS, MHum
Dosen Sejarah Peradaban Islam UIN Raden Fatah Palembang
SRIPOKU.COM -- PENDIDIKAN dalam Islam merupakan sebuah rangkaian proses pemberdayaan manusia menuju taklif (kedewasaan), baik secara akal, mental maupun moral, untuk menjalankan fungsi kemanusiaan yang diemban-sebagai seorang hamba di hadapan Khalik-nya dan sebagai “pemelihara” (khalifah) pada semesta. Sedangkan menurut Abdul Fattah Jalal, tujuan umum pendidikan Islam adalah terwujudnya manusia sebagai hamba Allah. (Tafsir, 2005). Dengan demikian, fungsi utama pendidikan adalah mempersiapkan peserta didik (generasi penerus) dengan kemampuan dan keahlian yang diperlukan agar memiliki kapasitas untuk terjun ke tengah masyarakat dan menjadi hamba Allah yang baik sebagai tujuan akhir dari pendidikan.
Lembaga pendidikan formal dan pesantren merupakan dua lembaga yang mempunyai banyak perbedaan. Sekolah atau lembaga pendidikan formal identik dengan kemodernan, sedangkan pesantren identik dengan ketradisionalan.
Sekolah lebih menekankan pendekatan yang bersifat liberal, sedangkan pesantren lebih pada sikap konservatif yang bersandar dan berpusat pada figur Kiyai. Namun, persepsi dikotomi seperti ini mungkin kurang tepat, karena dalam kenyataannya, banyak pesantren yang telah melakukan perubahan baik secara struktural maupun kultural.
Pesantren sebagai institusi sosial tidak hanya berbentuk lembaga dengan unsur-unsur pendukungnya, tetapi pesantren merupakan entitas budaya yang mempunyai implikasi terhadap kehidupan sosial yang melingkupinya.
Sejak awal kelahirannya, pesantren berkembang dan tersebar di berbagai pedesaan, memiliki nilai-nilai strategis dalam pengembangan masyarakat, dan berpengaruh kuat pada kehidupan masyarakat muslim. Dalam sejarah pertumbuhan dan perkembangan pendidikan nasional di Indonesia, pesantren telah menjadi semacam local genius serta menjadi sumber minat masyarakat yang semakin banyak.
Jangan lupa subscribe, like dan share channel Youtube Sripokutv di bawah ini:
Di kalangan umat Islam di Indonesia, pesantren dianggap sebagai model institusi pendidikan yang mempunyai keunggulan, baik pada sisi tradisi keilmuan maupun pada sisi transmisi dan internalisasi nila-nilai Islam. Pesantren juga dinilai lebih dekat dan mengetahui seluk-beluk masyarakat yang berada di lapisan bawah (Rahardjo, 2006).
Lembaga ini tumbuh dan berkembang dari masyarakat dan untuk masyarakat dengan memosisikan dirinya sebagai bagian dari masyarakat dalam pengertian transformatif (Rahardjo, 2006). Keberadaan pesantren dalam konteks historis Indonesia telah melahirkan hipotesis yang telah teruji, bahwa pesantren dalam perubahan sosial bagaimanapun senantiasa berfungsi sebagai Platform penyebaran dan sosialisasi Islam.
Pesantren tidak hanya identik dengan makna keislaman, tetapi juga mengandung makna keaslian Indonesia. Secara paedagogis pesantren merupakan lembaga pendidikan tradisional Islam bertujuan untuk memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam dengan menekankan pentingnya moral Islam sebagai pedoman hidup bermasyarakat sehari-hari.
Dari perjalanan sejarahnya yang cukup panjang, pesantren telah menjadi sumber inspirasi yang selalu menarik untuk diamati. Pesantren memiliki signifikansi yang tinggi untuk dilihat dari perspektif manapun. Dalam dinamika perkembangannya, pesantren tetap kokoh dan konsisten mengikatkan dirinya sebagai lembaga pendidikan yang mengajarkan dan mengembangkan nilai-nilai Islam.
Realitas ini tidak saja dapat dilihat ketika pesantren menghadapi banyak tekanan dari pemerintah kolonial Belanda. Namun pada masa pasca proklamasi kemerdekaan pesantren justru dihadapkan pada suatu tantangan yang cukup berat yaitu adanya ekspansi sistem pendidikan umum dan madrasah modern.
Di tengah kondisi yang demikian, di mana masyarakat semakin diperkenalkan dengan perubahan-perubahan baru, eksistensi lembaga pendidikan pesantren tetap saja menjadi alternatif bagi pelestarian ajaran agama Islam. Pesantren justru tertantang untuk tetap survive dengan cara menempatkan dirinya sebagai lembaga yang mampu bersifat adaptatif menerima dinamika kehidupan.
Jangan lupa juga subscribe, like dan share channel Instagram Sriwijayapost di bawah ini:

Konsistensi pesantren meletakkan perannya sebagai lembaga pendidikan yang mampu mengikuti ritme perkembangan zaman ini terlihat ketika pada tahun 1958/1959, pesantren mengadakan pembaruan dengan mendirikan Madrasah Wajib Belajar (MWB). Madrasah Wajib belajar merupakan upaya mensukseskan wajib belajar di lingkungan pondok pesantren dan umat Islam. Sesuai dengan peraturan menteri agama RI No.4 tahun 1963 diintegrasikan dalam Madrasah Ibtidaiyah, alokasi belajar 6 atau 7 tahun, yang memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan sekolah Negeri dan Swasta di mata Undang-Undang. Bahkan sejak dasawarsa 1970-an banyak pesantren memberikan pembekalan dan keterampilan ekonomi bagi santrinya, serta terlibat dalam upaya pemberdayaan ekonomi rakyat di lingkungannya.