Breaking News

Pertalite di Lubuklinggau Langka, Sopir Angkot Libur Narik Penumpang

Akhir-akhir ini Pertalite dan Solar di Kota Lubuklinggau, Sumsel susah dicari karena itu para sopir angkot tidak narik penumpang

Editor: adi kurniawan
Tribunsumsel.com/Eko
Para sopir angkot saat menunggu penumpang di Pasar Inpres Lubuklinggau.  

SRIPOKU.COM -- Akhir-akhir ini Pertalite dan Solar di Kota Lubuklinggau Sumatra Selatan (Sumsel) susah dicari.

Hampir semua SPBU di kota ini terjadi antrian panjang, bahkan dalam hitungan jam rata-rata persedian Pertalite dan Solar sudah habis terjual.

Akibatnya, para sopir angkot dan para tukang ojek pangkalan di Kota Lubuklinggau mengeluh.

Ayub sopir angkot mengatakan selama 22 tahun menjadi sopir angkot baru kali ini susah mendapatkan BBM Pertalite.

Bahkan, dirinya mengaku sekarang harus antri berjam-jam bahkan kadang sampai tertidur menunggu antrian.

Ironisnya, setelah menunggu lama belum tentu dapat.

"Kalau kami pakai Pertamax, rugi kami apalagi sekarang penumpang sepi," ungkap Ayub pada wartawan, Jumat (5/8/2022).

Karena sekarang banyak mayoritas masyarakat Lubuklinggau memilih menggunakan kendaraan pribadi untuk aktivitas sehari-hari.

Ayub mengaku bila sudah tidak dapat Pertalite terpaksa libur bekerja menarik penumpang dan untuk memenuhi kebutuhan dapur sehari-hari kadang terpaksa meminjam dari tetangga.

"Kami berharap ada kebijakan dan solusi yang membantu kami, masa sopir angkot semuanya mau disuruh berhenti" ujar Ayub.

Untuk itu dia berharap ada solusi terbaik untuk para driver menafkahi keluarga mereka.

Ayub menyebut dalam sehari rata-rata para sopir angkot butuh Pertalite kurang lebih 20 liter, bila kurang dari rata-rata mereka memilih tidak menarik.

Bahkan, adanya wacana penggunaan aplikasi My Pertamina ataupun QR Code dalam pembelian Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi ditolak para sopir angkot.

Karena rata-rata driver angkot dan ojek di Kota Lubuklinggau masih menggunakan ponsel biasa.

Kurang lebih 100 orang sopir angkot rute Terminal Kalimantan-Taba Pingin-Tugumulyo saat ini masih menggunakan ponsel biasa.

"Kami ni masih pakai Hp cepek (100) cak inilah, dari 100 sopir angkot yang makai android paling banyak 10," ungkapnya.

Untuk itu, Ayub berharap para pengambil kebijakan memberikan solusi yang memudahkan para driver angkot. Karena mereka hanya mau kemudahan dalam mendapatkan BBM.

"Terserah nak pakai aplikasi atau apa pun kalau bisa pakai HP cepek cak ini dak masalah," ujarnya.

Tamrin (57), tukang ojek yang biasa mangkal di seputar kawasan wisata kuliner mengatakan sekarang terlalu lama antri BBM.

Sampai saat ini dirinya belum mendapatkan penumpang. "Gara-gara antri minyak, sampai sekarang belum narik penumpang," ungkapnya.

Dirinya membeli BBM eceran di pinggir jalan. Namun dikhawatirkan justru akan mempercepat kerusakan kendaraan, karena dikhawatirkan Pertalite eceran campuran.

"Kalau beli Pertamax rugi kita ojek, karena penumpang tidak mau bayar lebih," katanya.

Untuk itu dikatakan Tamrin, sebagai driver ojek dia dan rekan-rekannya berharap ada kebijakan yang membantu mereka menghidupi keluarganya.

"Kami butuh minyak untuk ngojek supaya bisa menafkahi keluarga kami," pungkasnya.

Sementara, Anggota DPRD Kota Lubuklinggau Fraksi PKS, Merismon mengatakan apa yang dilakukan Pertamina menggunakan aplikasi tepat sasaran kurang tepat, karena sama saja menyelesaikan masalah dengan masalah baru.

"Secara pribadi di Kota Lubuklinggau belum siap, terutama masyarakat kecil menengah kebawah dan banyak masyarakat belum menggunakan Hp android," ungkapnya.

Harusnya Pertamina bisa melibatkan pemerintah daerah dalam melakukan pengawasan dengan meminta bantuan aparat kepolisian dan TNI untuk pengawasan.

"Bila ada penyelewengan pihak SPBU atau pelaku penimbunan bisa diselesaikan secara hukum. Jadi para penimbun itu bisa ditindak tegas dan diselesaikan secara hukum," tambahnya.

Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved