Mimbar Jumat

Mewaspadai Konsep-konsep Modernisasi Agama

Dalam I’tiqad, menganut faham “Asy’ari, yaitu faham Ahlussunnah wal Jam’ah, bukan Mu’tazilah dan bukan Syi’ah.

Editor: Bejoroy
SRIPOKU.COM/Istimewa
Drs H. Syarifuddin Ya’cub M.HI 

Oleh: Syarifuddin Ya’cub

ADALAH suatu kenyataan sejarah bahwa ummat Islam di Indonesia sejak dulu menganut Madzhab Syafi’i dalam masalah Fiqih. Dalam I’tiqad, menganut faham “Asy’ari, yaitu faham Ahlussunnah wal Jam’ah, bukan Mu’tazilah dan bukan Syi’ah.

Ulama-ulama Islam Indonesia yang wafat abad ke 19 seperti; Syeikh Nawawi Bantan, Syeikh Mahfuzh Termas, Syeikh Arsyad Banjar, Syeikh Abdu Samad Palembang, Syeikh Ahmad Khatib Minangkabau, Syeikh Sayid Utsman bin Yahya bin Aqil Batawi, semuanya Ulama-ulama besar penganut Madzhab Syafi’i Hal ini terbukti dengan karangan-karangan beliau yang sangat banyak dalam bermacam-macam ilmu, khususnya dalam bidang Fiqh bermazdhab Syafi’i.

Di awali abad ke XX berhembus ke Indonesia angin modernisasi agama, yaitu faham yang hendak mempermodern agama, mau merombak faham lama, hendak menukar Madzhab Syafi’i dengan Madzhab lain atau hendak membuang Madzhab sama sekali.

Termasuk dalam masala I’tiqad, ingin merombah faham Ahlussunnah wal Jama’ah yang dianut selama ini, akan diubah menjadi faham Syi’ah atau juga yang dimaknai dengan “faham Salaf” atau apa saja selain dari Ahlussunnah Wal Jama’ah.

Maka mulailah Indonesia terjadi “ dua golongan” di satu sisi golongan modernisasi agama, dan di sisi lain golongan asli yang menolak modernisasi.

Sumber gerakan faham modernisasi agama itu adalah seorang ulama Islam di Damsyik, Siria bernama IBNU TAIMIYAH (Wafat 724 H.).
Faham Ibnu Taimiyah ini disebarluaskan oleh muridnya Ibnu Qayim al Jauzi, pengarang kitab “ Zadul Ma’ad” (wafat 751 H).

Jangan lupa subscribe, like dan share channel Youtube Sripokutv di bawah ini:

Faham yang yang beliau anut dan kembangkan tidak mendapat sambutan baik di Siria maupun di Mesir, karena banyak yang bertentangan dengan fatwa-fatwa ulama yang lazim dipakai ketika itu. Namun 500 tahun kemudian faham Ibnu Taimiyah itu disambut oleh Muhmmad bin Abdul wahab, pembangun gerakan wahabi (wafat 1206 H) di Gurun pasir tanah Arab.

Pelajaran Ibnu Taimiyah kemudian disambut pula oleh ulama Mesir Syekh Muhammad Abduh (lahir 1849 M dan wafat 1905 M).

Dengan perantaraan muridnya Muhammad Rasyid Ridha (wafat 1935M) faham Ibnu Taimiyah disiarkan ke seluruh dunia juga ke Indonesia melalui majallah “Al Manar”.

Turut andil pula dalam gerakan modernisasi agama ini seorang ulama Afganistan bernama Sayid Jamaluddin Al Afgani (wafat 1897 M) guru dari Syeikh Muhammad Abduh, beliau seorang “pemimpin politik” penganut faham syi’ah.(Zuhrul Islam, Vol.I.,hlm.191).

Ada yang menamakan gerakan modernisasi ini dengan “gerakan salaf” yaitu gerakan yang bertujuan menghidupkan kembali cara-cara salaf, yaitu cara yang dilakukan oleh Nabi dan Sahabat-shabat serta Tabi’in.

Tujuan gerakan ini hendak memerangi taqlid, bid’ah, khurafat dan juga akan memerangi madzhab-madzhab. Sumber ajaran gerakan ini adalah Ibnu taimiyah.

Tokoh-tokoh gerakan modernisasi agama ini: 1. Ibnu Taimiyah (wafat :1328 M), 2. Muhammad bin Abdul Wahab (wafat: 1787 M), 3. Sayid jamaluddin (wafat:1897 M), 4. Sir Sayid Ahmad Khan (wafat 1898 M), 5. Syeikh Muhammad Abduh (wafat: 1905 M), 6. Mirza Ghulam Ahmad (wafat:1908 M), 7. Mustafa Kemal Attaturk (wafat: 1938 M), dan 8. Ir.Sukarno (wafat: 1969).

Halaman
12
Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved