'Suara Mereka Diam Ditelan Bumi' di Mana Suara Aktivis HAM saat 8 Warga Sipil Dibantai KKB

Delapan orang tersebut tewas terbunuh ditembaki di lokasi pembangunan Base Transceiver Station (BTS) Telkomsel.

Editor: Yandi Triansyah
(Istimewa)
Nelson Sarira, berhasil dievakuasi oleh tim Operasi Damai Cartenz ke Timika, Kabupaten Mimika, Sabtu (5/3/2022). (Istimewa) 

SRIPOKU.COM - Publik bertanya-tanya dan mencari keberadaan para aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) atas kasus yang menimpa 8 pekerja tower telekomunikasi yang dibantai kelompok kriminal bersenjata (KKB)di Distrik Beoga, Kabupaten Puncak, Papua pada Rabu (2/3/2022) dini hari.


Delapan orang tersebut tewas terbunuh ditembaki di lokasi pembangunan Base Transceiver Station (BTS) Telkomsel.

Mereka berinisial B, R, BN, BT, J, E, S dan Pak De

Satu karyawan lainnya, Nelson Sarira, selamat lantaran dirinya tak berada di basecamp saat peristiwa yang mengusik kemanusiaan itu berlangsung.

Nelson jadi saksi kunci dalam kasus yang menggemparkan Tanah Air ini.

Merespon hal ini, Akademisi Universitas Cenderawasih, Marinus Yaung mempertanyakan posisi aktivis kemanusiaan di Papua terkait pembantaian delapan buruh tersebut.

"Di mana suara para aktivis kemanusiaan dan HAM di Papua. Suara mereka diam ditelan bumi," kesal Marinus, dalam rilis pers yang diterima Tribun-Papua.com, Jumat (4/3/2022).

Marinus geram. Sebab, para aktivis HAM justru bungkam di tengah teriakannya yang kencang soal wacana kunjungan komisi HAM PBB ke Papua.

"Asumsi saya, mereka hanya memiliki definisi HAM yang sangat rasialis dan diskriminatif," pungkasnya.


Marinus justru melontarkan otokritik. Dia mempertanyakan apakah HAM hanya berlaku bagi orang asli Papua, bukan bagi ras lainnya.


"Para aktivis HAM dan kemanusian Papua yang perspektif HAM mereka sangat rasialis dan diskriminatif. Menurut saya tidak pantas berbicara tentang nilai kemanusian," Marinus geram.

Menurutnya, seseorang pembela kemanusian harus bicara soal nilai kemanusiaan, tanpa memandang latar belakang suku, agama dan ras.

"Perspektifnya harus keadilan dan kebenaran, terbentuk dari kombinasi logika dan perasaan atau hati nurani," ungkapnya.

Di Papua, lanjut Marinus, malah perspektif HAM dan kemanusian bersifat rasialis dan diskriminatif.

"Sesungguhnya mereka adalah bagian dari masalah Papua itu sendiri."

Aktivis HAM di Papua, tegas Marinus, hanya bagian dari aktor-aktor dominan yang ikut merawat kebencian, dendam, permusuhan dan kekerasan.

"Salam damai dan salam solidaritas kemanusian untuk Papua tanpa kekerasan dan berdarah-darah," tutupnya.

Nelson Sarira Jadi Saksi

Terbaru, Nelson Sarira, satu-satunya saksi hidup dalam kasus penembakan yang menewaskan 8 karyawan Palapa Timur Telematika (PTT) di Distrik Beoga Kabupaten Puncak, akhirnya dievakuasi ke Timika, Kabupaten Mimika, Sabtu (5/3/2022).


Nelson Sarira dievakuasi tim gabungan menggunakan helikopter, dan tiba di Bandara Baru Mozes Kilangin, Timika sekitar pukul 10.57 WIT.


Pantauan Tribun-Papua.com, NS langsung dilarikan ke Polres Pelayanan setempat.

Penyelamatan dipimpin Kepala Operasional Damai Catrenz Kombes Pol Muhammad Firman.

Evakuasi menggunakan helikopter Karafan, dan terbang ke Kampung Jenggereng, lokasi kejadian, sekira pukul 09.18 WIT

Diketahui, Nelson merupakan karyawan PTT yang selamat dari aksi pembantaian sadis oleh KKB pada Rabu (2/3/2022) dini hari.

Delapan karayawan perusahaan tersebut dibunuh KKB saat melakukan perbaikan Tower Base Transceiver Station (BTS) 3 Telkomsel di Distrik Beoga.

Dalam kamera CCTV terekam, satu-satunya pekerja yang selamat itu melambaikan tangan meminta pertolongan, setelah rekan-rekannya tewas ditembaki. (*)

 

Artikel ini telah tayang di Tribun-Papua.com

Sumber: Tribun Papua
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved