TERHIRUP Gas Beracun Semeru, Perintis Mapala UI Mati Muda, Berniat Rayakan Ultah 52 Tahun Lalu

Pemuda yang akrab disapa Gie ini mengembuskan napas terakhirnya di Puncak Mahameru, Gunung Semeru, pada 16 Desember 1969.

Editor: Wiedarto
Tribun-Papua.com/Istimewa
Foto Soe Hok-Gie yang ditemukan di Sekretariat Mapala UI, Depok, Jawa Barat. Soe Hok-Gie merupakan salah satu pendiri Mapala UI sekaligus aktivitis yang turut berperan dalam aksi long march dan demo besar-besaran pada tahun 1966. Mapala UI sebagai salah satu pelopor pencinta alam di Indonesia, memiliki foto-foto yang menjadi bagian sejarah kepencintaalaman di Indonesia(Dokumentasi Mapala UI). 

SRIPOKU.COM, JAKARTA--Gunung Semeru menjadi saksi bisu meninggalnya aktivis muda Indonesia, Soe Hok Gie, 52 tahun lalu.  Pemuda yang akrab disapa Gie ini mengembuskan napas terakhirnya di Puncak Mahameru, Gunung Semeru, pada 16 Desember 1969.

Jalur pendakian Gunung Semeru pada masa itu jauh lebih ekstrem karena belum banyak pendaki menjadikannya destinasi seperti beberapa dekade belakangan.


Gie dan kawannya, Idhan Lubis, diduga menghirup gas beracun yang massanya lebih berat dari oksigen.

Mendaki untuk merayakan ulang tahun

Diberitakan Harian Kompas, 22 Desember 1969, tersiar kabar bahwa ada dua pendaki dari Jakarta tewas di Gunung Semeru, Jawa Timur.

Mereka adalah Soe Hok Gie dan Idhan Lubis.

Gie dan Idhan bersama rombongan pendaki lainnya, yakni Abdurrachman, Herman Onesimus Lantang, Anton Wijaya, Rudy Badil, Freddy Lodewijk Lasut, dan wartawan Sinar Harapan Arstides Katoppo.

Sehari sebelumnya, pada 21 Desember 1969, TNI Angkatan Laut mencoba mencari para pendaki ini, tetapi kabut membuat proses pencarian semakin sulit.

Rombongan pendaki ini berangkat dari Stasiun Gambir pukul 07.00 ke Stasiun Gubeng Surabaya.

Mereka berencana mendaki gunung tertinggi di Pulau Jawa, sekaligus menjadi hari istimewa Soe Hok Gie yang akan merayakan ulang tahun ke-27 pada 17 Desember.

Mengambil jalur yang tidak umum
Jalur pendakian Mahameru saat itu belum banyak dikunjungi para pendaki.

Gie dan rombongannya membawa buku panduan mendaki Gunung Semeru terbitan Belanda tahun 1930.

Kendati demikian, mereka mengambil jalur yang tidak umum dengan melewati Kali Amprong mengikuti pematang Gunung Ayek Ayek, sampai turun ke arah Oro Oro Ombo.

Harian Kompas, 16 Desember 1984, memberitakan, rombongan ini mendirikan kemah di Oro Oro Ombo, kemudian melanjutkan perjalanan ke Di Recopado.

Baca juga: Kisah Dokter Cantik Mengabdi di Pedalaman Papua, Susur Pantai 12 jam Layani Warga

Sumber: Tribun Papua
Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved