Mimbar Jumat
Membangun Harmoni Melalui Pendidikan Moderasi
Perbedaan dari sisi agama, bahasa, suku, & golongan politik sekalipun tidak boleh menghambat untuk membangun suasana harmoni antar sesama warga bangsa
Pseudo harmony atau harmoni semu biasanya muncul dalam upaya-upaya mem-bangun harmoni melalui pendekatan formal, politik, dan official action.
Justru harmoni harus ditumbuhkan melalui pendekatan kultural dan mengedepan sisi-sisi local wisdom dan sistem budaya yang tumbuh di masyarakat itu sendiri sebagai living values.
Pemahaman Moderat Kunci Membangun Harmoni
Spirit moderasi beragama atau semangat beragama secara moderat yang santer di-sosialisasikan pemerintah melalui Kementerian Agama akhir-akhir ini sebenarnya bukan hal baru.
Jangan lupa juga subscribe, like dan share channel Instagram Sriwijayapost di bawah ini:

Terminologi tentang ummatan washathan atau umat garis tengah yang sejak awal telah dikenal dalam tradisi nabi (prophet tradition) merupakan konsep dasar mengenai sikap moderasi beragama.
Menurut narasi yang dikembangkan oleh Kementerian Agama konsep moderasi beragama bertujuan untuk mencari titik temu (kalimatun sawaa) dari dua kutub extreme dalam beragama yaitu kutub para penganut agama yang meyakini kemutlakan satu cara pandang.
Atau, penafsiran teks agama, sehingga menganggap sesat cara pandang atau mo-del penafsiran lain di luar pemahaman kelompoknya.
Sementara kutub extreme lainnya adalah penganut agama yang secara sangat longgar (liberal) mengabaikan aspek kesucian agama sehingga menghilangkan aspek kepercayaan yang mendalam demi untuk bersikap toleran kepada orang lain.
Kedua kutub extreme itu harus dimoderasi dan dijembatani oleh pemahaman moderat dalam beragama.
Secara etimologis, moderat adalah sebuah kata sifat atau turunan dari kata mode-ration yang mengandung makna tidak berlebih-lebihan atau sedang-sedang saja.
Moderasi beragama merujuk pada sikap mengurangi kekerasan atau menghindari sikap extreme dalam hal cara pandang, sikap, dan praktik beragama.
Ajakan untuk memiliki sikap moderat ini tentu saja ditujukan pada semua penganut agama, karena potensi untuk menjadi penganut yang berpandangan extreme itu ada pada semua agama, termasuk agama Islam, Kristen Katholik, Kristen Protestan, Budha, Hindu, dan seterusnya.
Jangan lupa subscribe, like dan share channel TikTok Sriwijayapost di bawah ini:

Karena itu, tanggungjawab untuk membangun pemahaman dan sikap moderat dalam beragama adalah semua umat beragama agar tidak menjadi radical, extreme, dan excessive sebagai lawan kata moderasi.
Femonena maraknya radikalisme yang menimbulkan mafsadat dan kerusakan in-frastruktur fisik dan telah memporakporandakan sendi-sendi harmonisasi yang te-lah tumbuh dan terbangun sejak lama, adalah indikasi masih lemahnya pemaham-an moderat dalam beragama.