Wajah Asli Otak Pelaku Pembunuhan 7 Jenderal Pada G30S/PKI, Siapa Sosoknya & Apa Kepentingannya?

Tapi, dalam ingatan kolektif masyarakat, PKI dan prajurit pengawal istana atau Cakrabirawa adalah pihak yang dianggap paling bertanggungjawab.

Penulis: Rizka Pratiwi Utami | Editor: Fadhila Rahma
Youtube
wajah pembunuh jenderal g30s 

SRIPOKU.COM - Setiap tanggal 30 September bangsa Indonesia memperingati sejarah kelam peristiwa berdarah yang memakan korban tujuh jenderal TNI yang kemudian dikenal dengan peristiwa G30S/PKI.

Kala itu Partai Komunis Indonesia (PKI) sangat berkuasa dan sangat kejam.

PKI menciptakan berbagai horor selama berkuasa sehingga banyak peristiwa  tragedi berdarah.

Hingga kini, perdebatan siapa dibalik Gerakan 30 September 1965 tidak sepenuhnya jelas alias samar-samar.

Tapi, dalam ingatan kolektif masyarakat, PKI dan prajurit pengawal istana atau Cakrabirawa adalah pihak yang dianggap paling bertanggungjawab.

Fakta yang memang tidak terbantahkan, sejumlah prajurit berseragam tjakrabiawa bersenjatakan laras panjang mejemput dan menculik jenderal yang sebetulnya senior mereka sendiri.

Lalu siapa dalang otak dibalik pembunuhan 7 jenderal pada G30S PKI?

Itu Tudingan Keji Kepada Kami, Jenderal Dudung Berani Bantah Tuduhan Mantan Panglima TNI Gatot

Baca juga: Siapa Itu Azmyn Yusri Nasution, Jenderal yang Minta ke Kostrad Bongkar Patung Sejarah G30S/PKI

Cuitan akun twitter@Aiek_Channel, Minggu (27/9/2020), tentang video dokumenter G30S/PKI garapan NBC. (twitter@Aiek_Channel)
Cuitan akun twitter@Aiek_Channel, Minggu (27/9/2020), tentang video dokumenter G30S/PKI garapan NBC. (twitter@Aiek_Channel) ()

Kala itu prajurit Tjakrabirawa berada di bawah pimpinan Letnan Kolonel Untung.

Jenazah para petinggi TNI itu kemudian ditemukan di sebuah sumur di Lubang Buaya, Jakarta.

Saat kejadian terjadi, Panglima TNI Jenderal AH Nasution berhasil lolos dari aksi penculikan prajurit Tjakrabirawa.

Melihat aksi penculikan para jenderal tersebut, Panglima Kostrad Mayjen Soeharto langsung mengambil langkah dan menyatakan bahwa orang-orang dari Partai Komunis Indonesia (PKI) bertanggung jawab atas penculikan dan pembunuhan para jenderal.

Perburuan para simpatisan dan tokoh-tokoh PKI di seluruh Indonesia kemudian dimulai.

Sosok Pelaku G30S/PKI

Pada sebuah film dokumenter yang dirilis oleh sebuah stasiun televisi asal Amerika Serikat, ditampilkan sejumlah tokoh-tokoh PKI yang bertanggung jawab atas tragedi pemberontakan tersebut.

Lewat film dokumenter garapan National Broadcasting Company (NBC) itu nampak Subandrio dituduh melakukan pengkhianatan dan konspirasi.

Video tersebut diunggah oleh akun twitter @Aiek_Channel.

Subandrio sendiri merupakan Menteri Luar Negeri Indonesia di bawah pimpinan Presiden Soekarno saat itu.

Ia dituding membantu jutaan anggota PKI untuk melakukan pemberontakan termasuk membunuh sejumlah petinggi militer Indonesia.

Subandrio juga disebut menjadi tokoh yang menghubungkan Peking (Tiongkok) dengan Indonesia. Serta melakukan pencurian dana dari Amerika Serikat.

Pada video tersebut, nampak Subandrio membantah semua tuduhan yang disangkakan kepadanya.

Selain Subandrio, dokumenter tersebut juga menampilkan ex Kapten Suradi Prawiromihardjo yang dituding ikut merencanakan kudeta bersama PKI.

Lalu ditampilkan juga Kolonel Latief yang merupakan tahanan politik peristiwa G30S/PKI.

Selanjutnya, disorot juga wajah seseorang yang disebutkan dalam video tersebut sebagai pelaku pembunuhan Jenderal S. Parman, dan pelaku penembakan Jenderal Ahmad Yani.

Sosok Subandrio

Dr. Soebandrio lahir di Kepanjen, Jawa Timur, 15 September 1914.

Soebandrio meninggal di Jakarta, 3 Juli 2004 pada umur 89 tahun.

Soebandrio adalah politikus Indonesia yang sangat berpengaruh pada masa pemerintahan Presiden Soekarno.

Soebandrio Lulusan Sekolah Tinggi Kedokteran Jakarta (GHS) ini pernah menjadi Duta Besar Republik Indonesia di London, Britania Raya, pada tahun 1950-1954 dan Moskwa, Uni Soviet, pada tahun 1954-1956.

Pada tahun 1956, Presiden Soekarno memanggil Soebandrio pulang ke Jakarta untuk diangkat menjadi Sekretaris Jenderal Kementerian Luar Negeri, lalu menjadi Menteri Luar Negeri.

Berikutnya, pada tahun 1960, ia ditunjuk sebagai Wakil Perdana Menteri pada Kabinet Dwikora I dan sebagai Menteri Hubungan Ekonomi Luar Negeri pada tahun 1962.

Ia merangkap ketiga jabatan tersebut sekaligus sebagai Kepala Badan Pusat Intelijen hingga tahun 1966.

Selain itu, sebagai anggota dari Komando Operasi Tertinggi dalam Operasi Dwikora dan Trikora, ia juga menyandang pangkat marsekal madya di TNI Angkatan Udara.

Pasca-Gerakan 30 September, Soebandrio divonis hukuman mati oleh Mahkamah Militer Luar Biasa dengan dakwaan terlibat dalam gerakan tersebut meski tidak ada bukti nyata yang menunjukkan pengetahuan atau keterlibatannya mengingat saat Gestapu meletus, Soebandrio sedang berada di Sumatera.

Akan tetapi, vonis itu selanjutnya dikurangi menjadi hukuman seumur hidup.

Pada tahun 1995, ia dibebaskan karena alasan kesehatan hingga wafat pada tahun 2004.

Mayat 7 Jenderal Korban G30S PKI Dibuang di Lubang Buaya

Tak banyak yang tahu fakta medis penyebab tewasnya korban kekejaman Gerakan 30 September ( G30S ) PKI.

Akibatnya, muncul berbagai versi tentang penyebab meninggalnya mereka.

Apalagi film G30S PKI yang para era Orde Baru wajib diputar di televisi, secara jelas menginformasikan para korban disilet.

Intisari September 2009 dalam judul “Saksi Bisu dari Ruang Forensik” mencoba mengurai itu; mengungkap fakta-fakta yang tersembunyi di balik bangsal-bangsal forensik.

Cerita “pencungkilan” mata dan “pemotongan” penis sejatinya sudah terlebih dahulu terdengar di masyarakat sekitar.

Tetapi, hasil otopsi para jenderal korban PKI tidak menyebutkan adanya pencungkilan mata para korban.

Tepatnya setelah para korban G30S PKI ditemukan di dalam sumur di Lubang Buaya, Jakarta Timur, 4 Okotober 1965.

Tujuh mayat jenderal itu lantas dibawa ke RSPAD guna diotopsi.

Untuk menangani mayat-mayat tersebut, dibuatlah tim yang terdiri dari dua dokter RSPAD, yaitu dr Brigjen. Roebiono Kartopati dan dr. Kolonel. Frans Pattiasina; lalu ada tiga dari Ilmu Kedokteran Kehakiman UI, Prof. dr. Sutomi Tjokronegoro, dr. Liau Yan Siang, dan dr. Lim Joe Thay.

Lalu, seperti apa hasil otopsi para jenderal korban PKI di G30S itu? Simak paparannya berikut ini! 

PKI: Inilah Hasil Lengkap Otopsi 7 Pahlawan Revolusi, Nomor 6 Paling Seram" width="700" height="393" />

1. Jenderal Achmad Yani

-- Luka Tembak masuk: 2 di dada kiri, 1 di dada kanan bawah, 1 di lengan kanan atas, 1 di garis pertengahan perut, 1 di perut bagian kiri bawah, 1 perut kanan bawah, 1 di paha kiri depan, 1 di punggung kiri, 1 di pinggul garis pertengahan.

-- Luka tembak keluar: 1 di dada kanan bawah, 1 di lengan kanan atas, 1 di punggung kiri sebelah dalam.

-- Kondisi lain: sebelah kanan bawah garis pertengahan perut ditemukan kancing dan peluru sepanjang 13 mm, pada punggung kanan iga kedelapan teraba anak peluru di bawah kulit.

2. Letjen R. Soeprapto

-- Luka tembak masuk: 1 di punggung pada ruas tulang punggung keempat, 3 di pinggul kanan (bokong), 1 di pinggang kiri belakang, 1 di pantat sebelah kanan, 1 di pinggang kiri belakang, 1 di pantat sebelah kanan, 1 di pertengahan paha kanan.

-- Luka tembak luar: 1 di pantat kanan, 1 di paha kanan belakang.

-- Luka tidak teratur: 1 di kepala kanan di atas telinga, 1 di pelipis kanan, 1 di dahi kiri, 1 di bawah cuping kiri.

-- Kondisi lain: tulang hidung patah, tulang pipi kiri lecet.

3. Mayjen M.T Haryono

-- Luka tidak teratur: 1 tusukan di perut, 1 di punggung tangan kiri, 1 di pergelangan tangan kiri, 1 di punggung kiri (tembus dari depan).

4. Mayjen Soetojo Siswomiharjo

-- Luka tembak masuk: 2 di tungkai kanan bawah, 1 di atas telinga kanan.

-- Luka tembak keluar: 2 di betis kanan, 1 di atas telinga kanan.

-- Luka tidak teratur: 1 di dahi kiri, 1 di pelipis kiri, 1 di tulang ubun-ubun kiri,  di dahi kiri tengkorak remuk.

-- Penganiayaan benda tumpul: empat jari kanan.

Meyjen Soetojo bisa jadi banyak dianiaya sehingga tengkorak dahinya remuk.

5. Letjen S. Parman

-- Luka tembak masuk: 1 di dahi kanan, 1 di tepi lekuk mata kanan, 1 di kelopak atas mata kiri, 1 di pantat kiri, 1 paha kanan depan.

-- Luka tembak keluar: 1 di tulang ubun-ubun kiri, 1 di perut kiri, 1 di paha kanan belakang.

-- Luka tidak teratur: 2 di belakang daun telinga kiri, 1 di kepala belakang, 1 di tungkai kiri bawah bagian luar, 1 di tulang kering kiri.

-- kekerasan tumpul: tulang rahang atas dan bawah.

6. Letjen D.I Panjaitan

-- Luka tembak masuk: 1 di alis kanan, 1 di kepala atas kanan, 1 di kepala kanan belakang, 1 di kepala belakang kiri.

-- Luka tembak keluar: 1 di pangkal telinga kiri.

-- Kondisi lain: punggung tangan kiri terdapat luka iris.

Luka iris ini tentu menyeramkan. Tetapi, tidak dijelaskan apa luka itu diiris menggunakan silet atau senjata tajam lainnya.

7. Kapten Anumerta Pierre Tendean

-- Luka tembak masuk: 1 di leher belakang sebelah kiri, 2 di punggung kanan, 1 di pinggul kanan.

-- Luka tembak keluar: 2 di dada kanan.

-- Luka tidak teratur: 1 di kepala kanan, 1 di tulang ubun-ubun kiri, 1 di puncak kepala.

-- Kondisi lain: lecet di dahi dan pangkal dua jari tangan kiri.

Kematian 7 Perwira Korban G30S / PKI di Lubang Buaya

Ada sejarah kelam bagi bangsa Indonesia yang terjadi pada penghujung September sekitar 54 tahun silam.

Peristiwa pengkhianatan oleh Partai Komunis Indonesia ( PKI ) yang menyasar perwira-perwira TNI pada 30 September 1965 ( G30S ) menjadi peristiwa yang memilukan.

Sejumlah jenderal TNI itu diculik, dibawa paksa ke daerah Lubang Buaya, Jakarta Timur.

Di sana para jenderal tewas di tangan PKI, dan mayat mereka dimasukkan dalam sumur tua.

Setelah mayat mereka ditemukan, dokter yang mengotopsi jenazah para korban G30S/ PKI sempat memberikan pengakuan.

Menurut dokter tersebut, kondisi jenazah tak seperti yang diberitakan di media massa.

Dalam buku "Soeharto, Bagaimana Ia Bisa Melanggengkan Kekuasaan Selama 32 Tahun?" karangan Peter Kasenda disebutkan, beberapa jam setelah pengangkatan jenazah para korban G30S di Lubang Buaya, Soeharto mengeluarkan perintah pembentukan tim forensik.

Tim tersebut terdiri dari Brigjen dr Roebiono Kertopati, dan Kolonel dr Frans Pattiasina.

Selain itu, juga masih ada tiga ahli forensik sipil dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Prof Dr Sutomo Tjokronegoro, dr Laiuw Yan Siang, dan dr Liem Joe Thay.

"Tim itu bekerja secara maraton sejak pukul 16.30 hingga 00.30 WIB di Ruang Otopsi RSPAD Gatot Soebroto," tulis Peter.

Ternyata hasil otopsi mereka berbeda jauh dengan pernyataan Soeharto.

"Tim forensik sama sekali tak menemukan bekas siksaan di tubuh korban sebelum mereka dibunuh," tulis Peter.

Namun, saat itu media sudah gencar memberitakan para korban disiksa.

Seorang dokter yang juga ikut dalam tim otopsi, Prof Dr Arif Budianto atau Liem Joe Thay mengatakan, kondisi jenazah para jenderal itu tidak seperti diberitakan oleh media massa.

.
. ()

"Kami memeriksa penis-penis korban dengan teliti."

"Jangankan terpotong, bahkan luka iris saja juga sama sekali tidak ada."

"Kami periksa benar itu, dan saya berani berkata itu benar. Itu faktanya," ujar Arif seperti yang dikutip dalam buku tersebut.

Seorang akademisi, Benedict Anderson juga menemukan dokumen berisi laporan yang disusun oleh tim forensik.

Mereka telah memeriksa jenazah enam orang jenderal, dan seorang perwira muda.

"Ternyata laporan tersebut berseberangan dengan pernyataan Soeharto sendiri," tulis Anderson dalam buku Tentang Matinya Para Jenderal.

7 korban keganasan G30S/PKI 

Selembar nota yang disebut Soekarno mencekam

Pasca peristiwa G30S/ PKI, situasi politik, khususnya di Jakarta pun semakin memanas.

Para mahasiswa yang tergabung dalam KAMI pun melakukan aksi, dan mendesak pemerintahan Soekarno membubarkan PKI.

Dalam buku "Soeharto, Bagaimana Ia Bisa Melanggengkan Kekuasaan Selama 32 Tahun?", karangan Peter Kasenda, Presiden Soekarno mengeluarkan Keputusan Presiden No 41/Kogam/1966 yang berisi pembubaran KAMI.

Namun, hal itu tak menyurutkan desakan para mahasiswa.

Oleh karena itu, Soekarno pun memaksa mengadakan sidang kabinet untuk membicarakan tuntutan mahasiswa, pada 11 Maret 1966.

Saat itu semua menteri datang, walaupun ada gangguan karena mahasiswa kembali demo, dan mengempiskan ban-ban mobil di sekitar istana.

"Yang secara mencolok adalah ketidakhadiran Soeharto yang dikatakan sakit tenggorokan ringan,"tulis Peter.

Peter melanjutkan, berdasarkan sebuah sumber, Soekarno sebenarnya telah diberitahu Duta Besar untuk Ethiopia yang baru saja pulang ke Jakarta, Brigjen Suadi semalam sebelumnya, bahwa pasukan-pasukan RPKAD berusaha menyergap istana.

Mendapatkan informasi itu, Soekarno pun menghubungi Panglima KKO Hartono yang mengulangi jaminannya, KKO siap menghadapi RPKAD.

Sementara saat Soekarno berpidato, satu di antara ajudannya menyela, dan menyerahkan selembar nota.

Setelah membacanya, Soekarno mengumumkan sesuatu yang amat penting telah mencekam dirinya, dan bermaksud meninggalkan tersebut sebentar.

Dua pejabat lainnya saat itu, Soebandrio dan Chaerul Saleh juga mengetahui isi nota itu.

Begitu tahu isi nota tersebut, mereka juga pergi meninggalkan sidang.

"Nota itu berisi informasi sekelompok pasukan tak dikenal yang menanggalkan segala tanda pengenal mereka sehingga identitasnya tak diketahui, telah menduduki posisi mengepung istana," tulis Peter.

Menurut Peter, awalnya nota itu ditujukan kepada Pangdam Jaya, Amir Machmud.

Lalu, ia mengatakan tak apa-apa.

Belakangan, diketahui Soekarno meninggalkan sidang kabinet, dan menuju Istana Bogor.

Di sana Soekarno bertemu sejumlah pejabat, hingga menghasilkan Surat Perintah 11 Maret, atau yang biasa dikenal Supersemar. (*)

Sebagian artikel ini telah tayang di Tribunwow.com dengan judul Ini Video Sosok Pembunuh Jenderal TNI di Balik Tragedi G30S/PKI, Terekam Dalam Dokumenter Langka

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved