Kebakaran LP Dan Reformulasi Sistem Pemindanaan

Sebanyak 41 orang narapidana tewas terpanggung dalam kebakaran yang terjadi Rabu (8/9/2021) dini hari.

Editor: Bejoroy
Istimewa
Mahendra Kusuma, SH, MH. (Dosen PNSD Kopertis Wilayah II Dpk FH Universitas Tamansiswa Palembang) 

Menurut Menkumham bahwa biaya membiayai seluruh narapidana di Indonesia ini membutuhkan biaya yang sangat besar yaitu kurang lebih 1 triliun per bulannya.

Tentu saja tidak adil jika persoalan pemasyarakatan hanya diserahkan kepada Kementerian Hukum dan HAM.

Hal ini mengingat pemasyarakatan hanyalah tempat pembuangan akhir dari bekerjanya sistem peradilan pidana secara keseluruhan tanpa bisa mengintervensi berbagai proses tersebut dari awal.

Kompleksitas permasalahan di lembaga penjara, hendaknya juga menjadi pertimbangan hakim, jangan sampai setelah keluar dari lembaga pemasyarakatan justru menjadi lebih jahat.

Kebijakan penanggulangan kejahatan dengan menggunakan pidana penjara masih tetap dapat dipertahankan.

Namun, perlu kebijakan yang selektif dan limitatif penggunaannya dengan mem-pertimbangkan keseimbangan antara kepentingan perlindungan masyarakat di satu pihak dengan perlindungan dan perbaikan individu (pelaku kejahatan) di lain pihak (Barda Nawawi Arief, 2015).

ilustrasi
Update 12 September 2021. (https://covid19.go.id/)

Dalam konteks ini, tidak lagi dikedepankan keadilan retributif berupa pemenjaraan dalam menyelesaikan kasus-kasus pidana, tetapi berorientasi pada keadilan restoratif yang lebih mengutamakan pemulihan terhadap korban berupa ganti kerugian.

Dalam tujuan pemidanaan yang terdapat dalam RKUHP menganut aliran neo-klasik dengan beberapa karakteristik yang diatur, yaitu adanya perumusan tentang pidana minimum dan maksimum, mengakui asas-asas atau keadaan yang meringankan pe-midanaan, mendasarkan pada keadaan obyektif dan mempertimbangkan kebutuhan adanya pembinaan inividual dari pelaku tindak pidana.

Senada dengan pendapat di atas, pendapat Bernard L. Tanya (2009) menyatakan bahwa tujuan pidana harus diarahkan pada perlindungan massyarakat dan pembi-naan pelaku, termasuk lewat metode pemberdayaan yang memungkinkan pelaku benar-benar fungsional dan bermanfaat dalam masyarakat, modifikasi putusan pe-midanaan yang telah berkekuatan hukum tetap berdasarkan perbaikan si terpidana, elastisitas pemidanaan.

Menurut Eddy OS Hiarief, konsep Rancangan KUHP baru telah mengacu pada paradigma modern yang berorientasi pada keadilan korektif, keadilan restoratif, dan keadilan rehabilitatif.

Di sini, pidana penjara bukanlah pilihan utama, tetapi ada beberapa alternatif pidana lain.

Pun demikian dengan RUU Pemasyarakatan. Dalam RUU a quo, pemasyarakatan tidak lagi sebagai tempat pembuangan akhir, tetapi sudah terlibat sejak tahapan pra-ajudikasi dan ajudikasi dalam sistem peradilan pidana.

Peran pemasyarakatan in line dengan konsep pemidanaan dalam RUU KUHP.

RUU tersebut juga mengubah perihal remisi, asimilasi, cuti mengunjungi keluarga, pembebasan bersyarat, dan cuti menjelang bebas menjadi hak dengan persyaratan tertentu.*
(Mahendra Kusuma, SH, MH. / Dosen PNSD LLDIKTI Wilayah II Dpk FH Universitas Tamansiswa Palembang)

Mahendra Kusuma, SH, MH.
Dosen PNSD LLDIKTI Wilayah II Dpk FH Universitas Tamansiswa Palembang
Mahendra Kusuma, SH, MH. / Dosen PNSD LLDIKTI Wilayah II Dpk FH Universitas Tamansiswa Palembang (SRIPOKU.COM/Istimewa)
Sumber: Sriwijaya Post
Halaman 4 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved