Mimbar Jumat

Transaksi Sesuai Syariah di Era Digital? Mengapa Tidak

Perkembangan yang disebabkan sains dan teknologi terbukti telah menimbulkan dampak paling besar terhadap kehidupan manusia...

Editor: Bejoroy
SRIPOKU.COM/Istimewa
Dr. M. Rusydi, M.Ag Dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Raden Fatah Palembang 

Dalam jual beli tradisional biasanya pedagang dan pembeli berada dalam satu majlis.

Sehingga semua rukun jual beli tersebut bisa sama persis dengan yang dikenal dalam kitab fikih klasik, termasuk adanya “sighat Ijab Qabul”.

Yaitu, ungkapan hak melepaskan kepemilikan dan penyerahan atas barang dengan mengatakan “aku jual” dan penerimaan dari pembeli seraya menyerahkan harga yang disepakati dengan mengatakan” aku beli" berlangsung on the spot.

Begitupun apabila ada komplain berupa cacat atau apapun dari pembeli dapat segera diselesaikan saat itu juga karena dalam fiqih jual beli dikenal istrumen “khiyar”.

Oleh karena itu rukun jual beli yang diaplikasikan dalam konsep jual beli tradisional tersebut telah sesuai dengan prinsip-prinsip akad yaitu adanya: kebebasan, kerelaan, keadilan, ke-jujuran, kesetaraan dan tertulis (ada nota pembelian).

Untuk prinsip tertulis memang terkadang tidak dilakukan jika dalam akad jual beli sederhana dan prinsip-prinsip akad lainnya sudah penuhi.

Praktek jual beli online tentu saja berbeda dengan praktek jual beli tradisional.

Dalam hal ini praktek jual beli dilakukan melalui perantara gawai berupa smartphone atau android oleh 2 pihak (penjual dan pembeli) yang berada pada tempat yang berbeda.

Bahkan, bisa jadi tidak saling mengenal, dan biasanya ada perbedaan waktu transaksi dengan waktu barang diterima akibat adanya jarak antara 2 pihak yang berakad tersebut.

Jangan lupa Like fanspage Facebook Sriwijaya Post di bawah ini:

Seorang pembeli cukup melihat gambar barang dari layar handphone tanpa harus pergi ke toko tersebut kemudian melakukan transaksi pemesanan dan pembayaran via transfer ataupun dengan sistem COD.

Dalam banyak kasus mengemuka ada persoalan dari mulai ketidak-puasan sampai penipuan yang dilakukan dalam proses jual beli online ini, yang disebabkan dari tidak terpenuhinya prinsip-prinsip akad yang sudah ditetapkan dalam al-Qur;an dan sunnah.

Yang paling sering adalah karena adanya ketidak jujuran dari pembeli.

Ketidak jujuran tersebut bisa jadi karena tidak jujur dalam hal kualitas, kuantitas, ataupun waktu penyerahan, sehingga menimbulkan adanya ketidak relaan dan ketidak adilan bagi salah satu pihak (lebih banyak dirasakan pembeli).

Bahkan ada yang menjual barang yang cacat, barang tidak sesuai dengan spesifikasi, barang tidak dikirim, dan segala bentuk modus lainnya.

Sumber: Sriwijaya Post
Halaman 3 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
  • Ikuti kami di

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved