Berita OKU Timur
Metode Daring Dinilai Kurang Efektif, Kepala SMP di OKU Timur Sambut Baik Pembelajaran Tatap Muka
Ia mengatakan, bahwa sebenarnya proses belajar mengajar dengan metode daring kurang efektif apabila dibandingkan dengan pembelajaran secara langsung.
SRIPOKU.COM, MARTAPURA - Pembelajaran Tatap Muka (PTM) di Kabupaten OKU Timur sudah berlangsung sejak dua pekan yang lalu.
Hal itu disambut baik Kepala SMPN 1 Martapura, Hj Sugiani Natalia MPd.
Ia mengatakan, bahwa sebenarnya proses belajar mengajar dengan metode daring kurang efektif apabila dibandingkan dengan pembelajaran secara langsung.
"Terkadang kita tatap muka saja anak-anak belum terlalu paham, apalagi kalau hanya lewat video, rekaman dan WA grup. Otomatis pemahamanan anak-anak kurang maksimal," ucap Sugiani, Sabtu (28/8/2021).
Terlebih lagi, kata dia, dengan sistem pembelajaran daring yang sudah diterapkan selama pandemi ini tingkat kedisiplinan dan kepatuhan siswa itu berkurang.
"Kalau di sekolah belajar tatap muka banyak yang diperoleh anal didik, mulai dari karakteristik misalnya kejujuran, tingkah laku, kerjasama dengan teman, gotong royong dan beribadah. Tapi kalau daring kita tidak bisa memantau," jelasnya.
Selama proses daring anak-anak sudah terbiasa santai dan dikhawatirkan berdampak buruk.
"Takutnya nanti adanya Lost Generation ataupun Lost Learning. Namun mau bagaimana lagi karena pandemi ini bukan kita saja yang merasakan," terangnya.
Baca juga: Pembelajaran Tatap Muka di OKU Timur Mulai 2 Minggu Lalu, Belum Ada Cluster Sekolah
Lost Learning adalah kehilangan kemampuan dan pengalaman belajar pada siswa, sedangkan Lost Generation adalah generasi yang hilang.
Untuk pelaksanaan PTM di SMPN 1 Martapura, pihak sekolah memberlakukan sistem pembagian shift dan siswa duduknya sendiri-sendiri.
"Kalau kami dalam satu kelas dibatasi hanya 15-16 siswa, masuk kelasnya ada shift A dan B. kalau shift A PTM maka shift B belajar daring begitu juga sebaliknya," ujar Kepala SMPN 1 Martapura ini.
Selain itu pihak sekolah juga menerapkan Protokol Kesehatan (Prokes) yang ketat.
"PTM sangat terbatas, artinya anak-anak tidak berkerumun begitu juga siswa yang kurang sehat tidak dizinkan ke sekolah," tutupnya.
Untuk waktu pembelajaran perharinya di sekolah hanya tiga sampai empat jam, itupun tanpa istirahat keluar kelas.
Sementara itu, Fajar Ilham (14) siswa kelas VIII SMPN Martapura juga menyambut baik adanya PTM.
"Lebih senang karena sudah jenuh juga belajar daring," ucapnya singkat.