Kapolda Sumsel Minta Maaf
Buat Keonaran, Polemik Hibah Rp 2 Triiun Bisa Diproses Hukum, Begini Pendapat Pakar Hukum Pidana UMP
Kasus bantuan Rp 2 trilun bisa diproses hukum, karena memenuhi unsur pidana dalam UU nomor 1 tahun 1946 pencegahan keonaran.
SRIPOKU.COM, PALEMBANG - Masalah bantuan hibah Rp 2 triliun dari keluarga mendiang Akidi Tio, untuk penanganan covid-19 di Sumsel yang membuat kehebohan hingga se Indonesia, bisa diproses secara hukum.
Hal ini diungkapkan pakar hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah Palembang (UMP) Dr Sri Sulastri SH MHum. Jika, anak mendiang almarhum Akidi Tio, yaitu Heriyanti telah melakukan kebohongan yang membuat gaduh masyarakat se Indonesia.
"Jelas unsur pidananya terpenuhi dari UU nomor 1 tahun 1946 pencegahan keonaran. Dimana keonaran ini bukan huru- hara yang membuat bakar- bakaran. Tapi keonaran ini bisa membuat psikologi terganggu dan secara psikologi masyarakat Sumsel dipermalukan yang katanya mau dikasih Rp 2 triliun ternyata hoaks," kata Sri, Kamis (5/8/2021).
Diterangkan mantan Dekan Fakultas Hukum UMP ini, jika bantuan hoaks itu salah satu modus operandi dari Heriyanti dan hal inilah perlu digali oleh penyidik untuk mengungkapnya.
"Ini yang harus dicari (modusnya) kenapa ia melakukan itu, dan info yang saya dapat juga ia sudah berulang kali melakukan itu, seperti modus melakukan bisnis. Ini mau memanfaatkan harta orang tuanya, jangan memelorotkan harta orang lain dan sekarang ini bukan orang melainkan institusi negara," jelasnya.
Dijelaskan Sri, ia sendiri sudah dimintakan pendapat oleh pihak kepolisian beberapa hari lalu, dan dalam hal ini sudah memuhi unsur subjektif dan ofjektif, tinggal semua diserahkan ke pihak kepolisian.
"Pihak kepolisian sudah menunjukkan pasal 14 Barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi tingginya sepuluh tahun) sebagai sandaran untuk dikenakan, dimana ancamannya bisa 10 tahun dan bisa ditahan agar tidak berulang lagi. Nanti bisa Rp 2 billion atau lebih," tuturnya.
Ditambahkan Sri, untuk pengenaan tersangka ia menilai hanya Heriyanti yang bisa dikenalan karena tidak ada kolusi dengan pihak kepolisian untuk melakukan keonaran atau kebohongan itu.
"Kolusi dengan kepolisian dianggap sebagai penerima belum diberikan, dan pihak kepolisian juga kaget dengan besaran bantuannya itu. Jadi tidak ada konspirasi duluan dengan pihak kepolisian," tegasnya.
Selain itu juga kasus ini bisa masuk dalam hal penipuan (delik biasa), karena dianggap sudah melakukan penghinaan ke institusi negara.
"Contoh saya ingin memberikan bantuan kepada seseorang, dan itu sudah buat kehebohan dan persiapan itu ini, tapi itu hanya hoax saja. Ini bukan lucu- lucuan dan tidak ada cerita lucu- lucuan ini," jelasnya.
Kapolda Minta Maaf
Menyinggung permintaan maaf Kapolda Sumsel Irjen Pol Eko Indra Heri ke masyarakat Indonesia khususnya Sumsel, dikatakan perlu diapresiasi meski harusnya ada verifikasi terlebih dahulu sebelum disebar kepublik.
"Kita harus apresiasi sikap Kapolda, meski keteledorannya sendiri mempercayai orang langsung mau dikasih duit, tapi nyatanya bohong. Jadi kita apresiasi sebagai tanggung jawab beliau atas kelalaiannya mdmpercayai omongan itu, tapi itu bukan tindak pidana," ujarnya.
Dilanjutkan Sri, adanya kejadian ini bisa jadi pelajaran semua pihak, dan diharapkan tidak mengganggu pihak kepolisian dalam ikut terlibat dalam penanganan covid-19.