Sholat Jumat
Hukum Menggunakan Celana Ketat atau Celana Jeans saat Sholat Jumat, Awas Bisa Jadi tidak Sah!
Menurut Syaikh Abu Bakar Syatha, bagi laki-laki memakai pakaian ketat dalam shalat hukumnya khilaful aula atau menyalahi perbuatan yang lebih utama.
Penulis: Rizka Pratiwi Utami | Editor: Welly Hadinata
SRIPOKU.COM - Di era modern seperti saat ini, juga turut berpengaruh kepada trend busana.
Di kalangan laki-laki, sebagai pria banyak yang menggunakan celana jeans untuk beraktivitas.
Tak terkecuali dipakai untuk beribadah.
Lalu bagaimana hukum menggunakan celana jeans atau celaka ketat saat melaksanakan Sholat? terutama Sholat Jumat.
Melaksanakan shalat dengan memakai celana ketat, seperti celana jeans, hukumnya boleh selama aurat tertutup.
Meski lekukan tubuh kelihatan karena celana yang diapakai ketat, namun selama aurat tertutupi dan tidak kelihatan, maka shalatnya tetap dinilai sah.
Dalam Sholat, yang menjadi ukuran bukan bentuk pakaian namun fungsi pakaian.
Jika pakaian sudah menutupi aurat, meskipun pakaian tersebut berupa celana jeans, sarung, jubbah dan lainnya, maka hukumnya boleh dipakai dan Sholatnya dinilai sah.
Ini sebagaimana disebutkan oleh Imam Nawawi dalam kitab Al-Majmu’ berikut;
ويكفي الستر بجميع أنواع الثياب والجلود والورق والحشيش المنسوج وغير ذلك مما يستر لون البشرة وهذا لا خلاف فيه
Menutup aurat terpenuhi dengan seluruh macam jenis pakaian, kulit, daun, rumput yang dianyam dan lainnya yang menutupi warna kulit. Ini tidak ada perbedaan pendapat ulama dalam masalah ini.
Meski shalat dengan memakai celana ketat tetap dinilai sah, namun dianjurkan memakai pakaian yang longgar ketika melaksanakan shalat.
Menurut Syaikh Abu Bakar Syatha, bagi laki-laki memakai pakaian ketat dalam shalat hukumnya khilaful aula atau menyalahi perbuatan yang lebih utama.
Hal ini dikarenakan pakaian yang paling utama bagi laki-laki dalam shalat adalah memakai pakaian longgar sekiranya lekukan tubuh tidak terlihat.
Sementara bagi perempuan, memakai pakaian ketat hukumnya makruh. Ini sebagaimana disebutkan oleh Syaikh Abu Bakar Syatha dalam kitab I’anatut Thalibin berikut;