Virus Corona

Jangan Coba-coba Vaksin, Akibatnya Sia-sia Bahkan Mengancam Jiwa, Ini Penjelasan Lengkap Prof Yuwono

Menurut Prof Yuwono memang benar vaksin itu hukumnya wajib, tapi vaksin itu hanya untuk orang yang tidak punya penyakit, kalau tidak malah mengancam

Penulis: adi kurniawan | Editor: adi kurniawan
SCREENSHOT FACEBOOK
Ahli Mikrobiologi Sumsel, Prof Yuwono MBiomed memberikan penjelasan mengenai Tsunami Covid-19 di India kepada Kepala Newsroom Sripo - Tribun Sumsel Weny Ramdiastuti (membelakangi kamera). 

SRIPOKU.COM - Saat ini di Indonesia sedang gencar-gencarnya melakukan vaksin, baik itu untuk orang dewasa hingga lansia.

Jika anda belum melakukan vaksin ada baiknya simak terlebih dahulu penjelasan Ahli Mikrobiologi Sumsel Profesor (Prof). Dr. dr. Yuwono, M. Biomed.

Dikutip dari sebuah video di channel youtube Majelis Pecinta Quran dengan judul TEGAS !! COVID 19 ?? AKAL - ILMU //#PART1// UST. PROF DR. dr. YUWONO M.BIOMED.

Secara jelas Ahli Mikrobiologi Sumsel ini mengatakan, jika orang yang memiliki penyakit bawaan atau penyakit lain jangan coba-coba melakukan vaksin.

Kok bisa?

Begini penjelasannya.

Menurut Prof Yuwono jika anda telah melakukan vaksin, dan anda memiliki penyakit bawaan vaksin tersebut akan tidak berguna bahkan menjadi berbahaya.

Oleh sebab itu, vaksin itu hanya untuk orang yang tidak punya penyakit, memang benar vaksin itu hukumnya wajib, jadi bisa diwakilkan.

Baca juga: Prof Yuwono Tegaskan Orang yang Punya Penyakit Dilarang Vaksin Covid-19, Berbahaya, Bisa Masuk ICU

"Wajib itu untuk orang yang tidak memiliki penyakit, ini saya blak-blakan karena saya sudah diskusi dengan ketua tim yang ditunjuk presiden untuk masalah vaksin ini," kata Prof Yuwono yang juga merupakan seorang ulama atau ustaz.

Dirinya tadi meyebutkan bisa diwakilkan, dalam artian di sini adalah, yang memiliki penyakit tidak wajib untuk disuntik vaksin.

"Kesimpulan kami cuma satu, orang yang punya penyakit jangan divaksin. Titik," kata Ustaz Prof Yuwono dalam sebuah video di channel youtube Majelis Pecinta Quran dengan judul TEGAS !! COVID 19 ?? AKAL - ILMU //#PART1// UST. PROF DR. dr. YUWONO M.BIOMED.

"Kenyataannya sekarang ini, ditakut takuti, kamu ye pegawai ye kamu dak vaksin dak taat. Logikanya, misal orang punya penyakit darah tinggi, kencing manis dan lain lain, vaksin itu tidak akan bekerja dengan baik di dalam tubuhnya," katanya.

"Karena untuk memproses vaksin, dibutuhkan tubuh yang sehat tanpa penyakit, cukup 40 sampai 67 persen saja yang di vaksin, artinya 33 persen tidak divaksin," ujar Prof Yuwono.

Prof Yuwono menjelaskan jika vaksin disuntikkan pada orang yang memiliki penyakit ujungnya akan berbahaya bahkan bisa masuk ICU.

"Saya sudah sering mendapat laporan, orang yang punya penyakit terus suntik vaksin, ujung-ujungnya masuk ICU. Ini karena kesalahan. Makanya ilmunya itu harus digali nian. Saya kan ahlinya, jangan cuma kata WHO," ujarnya.

Tak hanya itu, Prof Yuwono menjelaskan, kalau ajal itu sudah diatur dalam Alquran jangan terlalu disangkutpautkan dengan covid-19.

"Meninggal karena covid kalau menurut akal itu masuk akal. Kalau menurut hati coba buka AlQuran. Kalau sudah datang ajal, maka tidak bisa maju tidak bisa mundur. Jadi meninggal karena ajal. Buktinya ada yang meninggal dalam keadaan sehat," ujarnya.

Prof Yuwono juga menambahkan, bawah pandemi bisa diakhiri dengan vaksin.

Vaksin disuntikan agar terbentuk antibodi dan antibodi akan terbentuk sempurna setelah 3 bulan dari penyuntikan pertama.

Setelah terbentuk antibody, maka kemungkinan terinfeksi dibawah 2 %, artinya sangat kecil.

Tetapi dalam 3 bulan tetapi harus berhati-hati.

Dipaparkan Yuwono bahwa, vaksin bila telah mencapai minimal 40% dari target maka akan terbentuk herd immunity atau imunitas kelompok, yang akan melindungi yang lainnya.

Di Indonesia saat ini jumlah yang sudah tervaksin adalah 24 juta. Sedangkan target untuk 40% adalah 100 juta orang.

Oleh sebab itu, melalui program Serbuan 1 Juta Vaksin, diharapkan 75 hari dari sekarang kita akan sampai pada kondisi herd immunity, dan itu adalah tujuan besar kita semua.

Oleh sebab itu, Prof Yuwono mengajak seluruh masyarakat untuk meningkatkan imunitas dengan cukup makan, cukup gerak, dan pikiran yang positif.

Apalagi saat ini, Virus Corona kian banyak variannya, kini sudah ada varian delta.

Bahkan virus corona varian delta ini sudah ada di Indonesia, termasuk Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel).

Covid-19 varian delta itu adalah varian dimana ada perubahan pada protein spike atau protein s, protein yang ada di permukaan virus.

"Sampai sejauh ini varian Covid-19 hanya lebih muda menular atau menginfeksi, tapi tidak bertambah soal keganasannya," jelasnya.

Lebih lanjut Prof Yuwono menjelaskan, bahwa varian delta ini lebih lincah atau lebih mudah untuk menginfeksi. Lalu lebih tahan terhadap enzim protease

"Enzim protease ini yang digunakan tubuh untuk menghancurkan kuman atau virus, kalau ada nempel di tubuh kita. Jadi kalau yang varian beta ini dia lebih tahan," ungkapnya.

Masih kata Prof Yuwono, bisanya kalau bukan varian delta, begitu nempel dihancurkan oleh enzim protease. Tapi kalau varian delta, dia nggak hancur. Oleh karena itu disebut tahan terhadap antibodi.

"Lalu tahan terhadap imunitas alami yang dimiliki manusia. Karena itu relatif bisa dijumpai pada anak-anak. Kalau selama ini anak-anak lebih tahan terhadap Covid-19, tapi untuk varian delta ini anak-anak juga lebih mudah terinfeksi," ungkapnya.

Namun menurut Prof Yuwono jangan dibuat menakutkan, maksudnya anak-anak jadi lebih mudah terinfeksi terdapat vairan delta, dikarenakan kalau sebelumnya anak-anak sulit terinfeksi. Kalau yang varian delta ini anak-anak lebih mudah terinfeksi.

"Virus Covid-19 ini juga belajar seperti manusia. Kalau sebelumnya sulit kena ke anak-anak, sekarang mudah."

"Tapi kalau bukti lebih ganas tetap tidak ada. Jadi baik varian India, delta dan lain-lain belum ada bukti lebih ganas. Namun memang lebih cepat menular," jelasnya.

Menurut Prof Yuwono, dalam satu bulan bisa saja timbul satu varian dari corona ini, jadi bisa dibayangkan. Misalkan, kalau sekarang sudah ada 20 varian artinya bisa jadi 40 varian dan seterunya.

"Sampai sejauh ini varian Covid-19 hanya lebih muda menular atau menginfeksi tapi tidak bertambah soal keganasannya. Kalau kematian meningkat, itu karena komorbid," cetusnya.

Menurut Prof Yuwono yang juga sebagai Dirut RS Pusri mengatakan, semakin banyaknya varian tentu akan semakin banyak mendapatkan tantangan, terutama dalam hal vaksin

"Lalu kita dari anak-anak sampai lansia harus waspada. Kalau sebelumnya lebih waspada ke lansia, yang punya komorbid. Tapi sekarang mulai dari anak-anak sampai lansia harus waspada," 

Meskipun begitu menurut Prof Yuwono, harus tetap tenang, karena semua varian Covid-19 tidak terbukti menambah keganasan hanya menambah daya tular. 

"Jadi tetap terapkan protokol kesehatan (Prokes) 3M atau bahkan 5M. Itu cara mencegahnya, dan tetap memperkuat imunitas tubuh kita," pesannya.

Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved